Bangunan di Jatiluwih Bukan Helipad, tetapi Center Point dan Tempat Selfie
Pemerintah Kabupaten Tabanan dan DTW Jatiluwih membantah telah membangun helipad (landasan helikopter) di tengah sawah Subak Jatiluwih, Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan.
TABANAN, NusaBali
Bangunan dimaksud bukanlah helipad, tetapi hanya dijadikan center point dan tempat selfie para wisatawan.
Hal ini disampaikan oleh Sekda Tabanan I Gede Susila didampingi Asisten I Setda Tabanan I Wayan Miarsana. Dikatakannya, Pemkab Tabanan tidak pernah menerima pengajuan izin untuk pembangunan landasan helipad di Jatiluwih. Apalagi pembangunan landasannya berada di tengah lahan persawahan petani yang masuk kawasan warisan budaya dunia (WBD). Karena apabila ada helipad di tengah kawasan persawahan, dampaknya sangat luar biasa terhadap tanaman padi.
“Jika ada helipad bisa rusak tanam padi akibat kerasnya angin putaran baling-baling helikopter. Saya tegaskan, kami tidak pernah menerima ada pengajuan izin. Sehingga kami lakukan klarifikasi,” tandas Miarsana, Senin (22/4).
Diakui, terkait keberadaan helipad tersebut, Pemkab Tabanan mendapat surat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Januari 2019. Surat tersebut diterima lewat email. Kemudian pada 15 Februari 2019, Pemkab Tabanan membalas surat dimaksud, dan menegaskan tidak ada helipad di Jatiluwih.
Namun pihaknya tidak mengetahui apakah surat balasan itu sudah sampai atau diterima oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ketika itu balasan surat dikirim melalui pos kilat. Karena tiada ada jawaban kembali, sehingga Pemkab Tabanan kembali bersurat melalui email. “Kami heran setelah mendengar pemberitaan adanya pembangunan helipad di tengah sawah di Jatiluwih pada bulan April ini,” akunya.
Dengan kondisi itu Miarsana sudah mengecek ke lapangan pembangunan helipad tersebut. Setelah ditanyakan ke pengelola DTW ternyata tidak ada helipad, yang ada hanya center point yang ditata menjadi taman untuk dijadikan spot selfie. “Kami pemerintah Tabanan komit jaga kelestarian subak Jatiluwih, sebelum dikeluarkan RDTR kawasan tidak boleh ada pembangun di kawasan WBD,” tegasnya.
Sementara itu Manajer DTW Jatiluwih I Nengah Sutirtayasa, menjelaskan lokasi tersebut bukan pembangunan helipad tetapi center point. Pada center point memang sempat turun helikopter saat festival Jatiluwih 2018 lalu. “Ada helikopter waktu itu untuk kepentingan promosi pariwsata, karena tamu undangan yang datang ke festival yakni tamu VIP salah satu Kim Kadarshian,” akunya.
Dijelaskannya, keberadaan center point ini ada di lahan yang tidak produktif susah dialiri air. Bahkan dibangunnya center point ini sudah mendapat persetujuan dari pekaseh dan petani di Jatiluwih. “Jadi di sini bukan semata-mata kami membangun, karena sebelumnya telah meminta izin,” imbuhnya.
Menurut Sutirtayasa, bangunan tersebut tidak bisa disebut helipad karena tidak memiliki standarisasi sebagai landasan helikopter pada umumnya. “Ini center point berfungsi untuk mengetahui banyak tentang DTW Jatiluwih, karena nanti akan berisi informasi untuk wisatawan,” tegasnya. *des
Hal ini disampaikan oleh Sekda Tabanan I Gede Susila didampingi Asisten I Setda Tabanan I Wayan Miarsana. Dikatakannya, Pemkab Tabanan tidak pernah menerima pengajuan izin untuk pembangunan landasan helipad di Jatiluwih. Apalagi pembangunan landasannya berada di tengah lahan persawahan petani yang masuk kawasan warisan budaya dunia (WBD). Karena apabila ada helipad di tengah kawasan persawahan, dampaknya sangat luar biasa terhadap tanaman padi.
“Jika ada helipad bisa rusak tanam padi akibat kerasnya angin putaran baling-baling helikopter. Saya tegaskan, kami tidak pernah menerima ada pengajuan izin. Sehingga kami lakukan klarifikasi,” tandas Miarsana, Senin (22/4).
Diakui, terkait keberadaan helipad tersebut, Pemkab Tabanan mendapat surat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Januari 2019. Surat tersebut diterima lewat email. Kemudian pada 15 Februari 2019, Pemkab Tabanan membalas surat dimaksud, dan menegaskan tidak ada helipad di Jatiluwih.
Namun pihaknya tidak mengetahui apakah surat balasan itu sudah sampai atau diterima oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ketika itu balasan surat dikirim melalui pos kilat. Karena tiada ada jawaban kembali, sehingga Pemkab Tabanan kembali bersurat melalui email. “Kami heran setelah mendengar pemberitaan adanya pembangunan helipad di tengah sawah di Jatiluwih pada bulan April ini,” akunya.
Dengan kondisi itu Miarsana sudah mengecek ke lapangan pembangunan helipad tersebut. Setelah ditanyakan ke pengelola DTW ternyata tidak ada helipad, yang ada hanya center point yang ditata menjadi taman untuk dijadikan spot selfie. “Kami pemerintah Tabanan komit jaga kelestarian subak Jatiluwih, sebelum dikeluarkan RDTR kawasan tidak boleh ada pembangun di kawasan WBD,” tegasnya.
Sementara itu Manajer DTW Jatiluwih I Nengah Sutirtayasa, menjelaskan lokasi tersebut bukan pembangunan helipad tetapi center point. Pada center point memang sempat turun helikopter saat festival Jatiluwih 2018 lalu. “Ada helikopter waktu itu untuk kepentingan promosi pariwsata, karena tamu undangan yang datang ke festival yakni tamu VIP salah satu Kim Kadarshian,” akunya.
Dijelaskannya, keberadaan center point ini ada di lahan yang tidak produktif susah dialiri air. Bahkan dibangunnya center point ini sudah mendapat persetujuan dari pekaseh dan petani di Jatiluwih. “Jadi di sini bukan semata-mata kami membangun, karena sebelumnya telah meminta izin,” imbuhnya.
Menurut Sutirtayasa, bangunan tersebut tidak bisa disebut helipad karena tidak memiliki standarisasi sebagai landasan helikopter pada umumnya. “Ini center point berfungsi untuk mengetahui banyak tentang DTW Jatiluwih, karena nanti akan berisi informasi untuk wisatawan,” tegasnya. *des
1
Komentar