Pungut Biaya Prona, Kelian Banjar 'Diadili'
Kelian Banjar Sumbul, Desa Yehembang Kangin, Mendoyo, terindikasi memungut biaya untuk urus sertifikat tanah antara Rp 1 juta hingga Rp 4,5 juta.
NEGARA, NusaBali
Sejumlah warga Banjar Sumbul, Desa Yehembang Kangin, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, belakangan mengeluhkan tindakan Kelian Banjar Sumbul Made Alit, yang terindikasi menipu warga terkait pengurusan sertifikat tanah melalui Program Nasional (Prona) sejak 2016 lalu. Meski sudah menyerahkan sejumlah uang, namun sertifikat tanah yang telah dijanjikan akan diurus Made Alit sejak tiga tahun lalu itu, nyatanya belum rampung hingga 2019 ini.
Warga yang mempermasalahkan tindakan kelian banjar itu kemudian membuat surat pengaduan ke pihak desa, sehingga dilakukan mediasi di kantor desa setempat, Selasa (23/4). Ada tiga warga yang merasa telah ditipu oleh kelian banjar tersebut. Dua orang di antaranya, yakni keluarga I Putu Putra dan keluarga I Ketut Sutama yang diminta biaya pengurusan sertifikat tanah melalui Prona sekitar tahun 2016, masing-masing Rp 1,4 juta dan Rp 1 juta. Satu lagi keluarga I Nengah Suwendra, yang menyerahkan pengurusan sertifikat baru karena kehilangan sertifikat tanah sekitar tahun 2017, dan dipungut biaya sebesar Rp 4,5 juta.
Dalam mediasi yang dipimpin Perbekel Yehembang Kangin I Gede Suardika, dan diikuti unsur Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Badan Musyawarah Banjar (BMB) Sumbul, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa, itu terungkap jika pengurusan sertifikat tanah melalui program pemerintah, baru kembali diadakan di Yehembang Kangin sejak Prona diganti menjadi program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) pada 2017. PTSL yang sudah berjalan tahun 2017 dan 2018, dipastikan sudah rampung 100 persen, dan tidak ada usulan pengurusan sertifikat tanah milik kedua warga yang telah diminta biaya oleh kelian banjar tersebut.
Di samping itu, Suardika menjelaskan, sesuai kebijakan di desa, desa tidak ada membentuk panitia ataupun memungut biaya pengurusan sertifikat tanah melalui PTSL. Para kelian banjar hanya ditugaskan mensosialisasikan tentang PTSL tersebut, dan membantu warga yang memang belum memiliki sertifikat tanah. “Kami tekankan bahwa selama ini desa tidak pernah memungut apapun. Desa hanya memfasilitasi. Dan dari catatan kami, PTSL sudah 100 persen tuntas,” ujar Suardika.
Sementara warga yang telah ditipu kelian banjar tersebut, intinya meminta pertanggungjawaban dari kelian banjar untuk menuntaskan pengurusan sertifikat tanah mereka. Sebagai jalan tengah, akhirnya diambil kesepakatan untuk mengembalikan uang yang telah dijanjikan untuk pengurusan sertifikat melalui Prona atau PTSL. Sedangkan pihak keluarga I Nengah Suwendra yang telah dipungut biaya Rp 4,5 juta untuk membuat sertifikat baru, tetap meminta pertanggungjawaban dari kelian banjar, agar menjelaskan sampai mana proses pengurusan pembuatan sertifikat baru.
Kelian Banjar Sumbul Made Alit, yang telah mengakui kesalahannya menyatakan siap bertanggungjawab. Dia siap mengembalikan uang yang telah dipungut dari keluarga I Putu Putra dan keluarga I Ketut Sutama, termasuk mempertanggungjawabkan pengurusan sertifikat milik keluarga I Nengah Suwendra yang tidak ada sangkut paut dengan PTSL.
“Ya segera akan saya pertanggungjawabkan. Sebenarnya, beberapa yang meminta diurus PTSL-nya itu belum saya urus karena beberapa syarat belum lengkap,” kata Made Alit yang juga diberikan surat peringatan oleh pihak desa. *ode
Warga yang mempermasalahkan tindakan kelian banjar itu kemudian membuat surat pengaduan ke pihak desa, sehingga dilakukan mediasi di kantor desa setempat, Selasa (23/4). Ada tiga warga yang merasa telah ditipu oleh kelian banjar tersebut. Dua orang di antaranya, yakni keluarga I Putu Putra dan keluarga I Ketut Sutama yang diminta biaya pengurusan sertifikat tanah melalui Prona sekitar tahun 2016, masing-masing Rp 1,4 juta dan Rp 1 juta. Satu lagi keluarga I Nengah Suwendra, yang menyerahkan pengurusan sertifikat baru karena kehilangan sertifikat tanah sekitar tahun 2017, dan dipungut biaya sebesar Rp 4,5 juta.
Dalam mediasi yang dipimpin Perbekel Yehembang Kangin I Gede Suardika, dan diikuti unsur Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Badan Musyawarah Banjar (BMB) Sumbul, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa, itu terungkap jika pengurusan sertifikat tanah melalui program pemerintah, baru kembali diadakan di Yehembang Kangin sejak Prona diganti menjadi program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) pada 2017. PTSL yang sudah berjalan tahun 2017 dan 2018, dipastikan sudah rampung 100 persen, dan tidak ada usulan pengurusan sertifikat tanah milik kedua warga yang telah diminta biaya oleh kelian banjar tersebut.
Di samping itu, Suardika menjelaskan, sesuai kebijakan di desa, desa tidak ada membentuk panitia ataupun memungut biaya pengurusan sertifikat tanah melalui PTSL. Para kelian banjar hanya ditugaskan mensosialisasikan tentang PTSL tersebut, dan membantu warga yang memang belum memiliki sertifikat tanah. “Kami tekankan bahwa selama ini desa tidak pernah memungut apapun. Desa hanya memfasilitasi. Dan dari catatan kami, PTSL sudah 100 persen tuntas,” ujar Suardika.
Sementara warga yang telah ditipu kelian banjar tersebut, intinya meminta pertanggungjawaban dari kelian banjar untuk menuntaskan pengurusan sertifikat tanah mereka. Sebagai jalan tengah, akhirnya diambil kesepakatan untuk mengembalikan uang yang telah dijanjikan untuk pengurusan sertifikat melalui Prona atau PTSL. Sedangkan pihak keluarga I Nengah Suwendra yang telah dipungut biaya Rp 4,5 juta untuk membuat sertifikat baru, tetap meminta pertanggungjawaban dari kelian banjar, agar menjelaskan sampai mana proses pengurusan pembuatan sertifikat baru.
Kelian Banjar Sumbul Made Alit, yang telah mengakui kesalahannya menyatakan siap bertanggungjawab. Dia siap mengembalikan uang yang telah dipungut dari keluarga I Putu Putra dan keluarga I Ketut Sutama, termasuk mempertanggungjawabkan pengurusan sertifikat milik keluarga I Nengah Suwendra yang tidak ada sangkut paut dengan PTSL.
“Ya segera akan saya pertanggungjawabkan. Sebenarnya, beberapa yang meminta diurus PTSL-nya itu belum saya urus karena beberapa syarat belum lengkap,” kata Made Alit yang juga diberikan surat peringatan oleh pihak desa. *ode
Komentar