Leonika Sari Njoto Boedioetomo, Membuat Aplikasi Bermisi Kemanusiaan
Belum lama ini Majalah Forbes merilis daftar 30 anak-anak muda berprestasi di Asia dalam “30 Under 30 Asia.
Hebatnya, 17 putra-putri Indonesia berhasil masuk dalam daftar tersebut. Salah satunya adalah Leonika Sari Njoto Boedioetomo
Mengarungi dunia teknologi digital saat ini tidak lagi didominasi oleh kalangan pria, namun kalangan perempuan juga diberikan jalan yang luas untuk berperan. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya perempuan yang berperan.
Tidak hanya satu dua perusahaan teknologi internet dan digital bermunculan yang dipimpin maupun diinisiasi oleh perempuan. Salah satunya adalah start up bernama ReBlood yang dimulai oleh Leonika
Sari Njoto Boedioetomo.
Perempuan 22 tahun lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya tersebut menjadi Founder dari sebuah gerakan berbasis aplikasi yang mengajak para penggunanya untuk mendonorkan darahnya. Tidak sekadar mendonorkannya, namun juga mengakomodirnya, mengedukasi, bahkan mengapresiasi mereka.
Leonika tergerak untuk mendirikan Reblood karena menyadari adanya permasalahan dalam suplai darah yang dibutuhkan dunia medis di Indonesia setiap tahunnya. Mengutip data dari Kementrian Kesehatan, Leonika menyebutkan bahwa pada tahun 2013 Indonesia kekurangan 2,4 juta kantong darah dan 1 juta kantong pada tahun 2014. Meski angkanya menurun, menurutnya angka tersebut masihlah sangat tinggi.
Berbekal latar belakang pendidikan yang bergerak di bidang Sistem Informatika, Leonika bersama
teman-temannya yang tergabung dalam Reblood Indonesia membuat aplikasi bermisi kemanusiaan yang bergerak untuk kemudahaan donor darah.
Berkat ReBlood yang diusung oleh Leonika mendapatkan kesempatan untuk mengikuti sebuah pelatihan kewirausahaan tingkat dunia yang diadakan di Massachusetts Institute of Technology, MITx Global Entrepreneurship Bootcamp di tahun 2014.
Di MIT, Leonika mengaku mendapatkan banyak pengalaman menarik terkait bidang kewirausahaan. "Di sana saya menerima pelatihan mulai dari pukul tujuh pagi hingga pukul sebelas malam. Namun saya sangat menikmatinya karena materi yang diberikan tergolong baru dan pengajarnya juga dosen- dosen terkenal," cerita perempuan yang juga mendapatkan anugerah Mandiri Young Technopreneur pada tahun 2014.
"Ada 54 ribu lebih aplikasi yang mendaftar dari seluruh dunia, tetapi yang dipilih hanya 50 dan Reblood salah satunya," kata Leonika seperti dilansir republika.
Reblood sendiri dimulai dari ITS sebagai tugas kuliah. Namun, aplikasi tersebut dikembangkan hingga akhirnya bermanfaat bagi masyarakat. Semula hanya merupakan aplikasi sederhana. Namun, setelah mengikuti berbagai macam perlombaan, berbagai fitur Reblood pun semakin canggih.
"Kami ingin, tidak ada lagi masyarakat Indonesia yang mati karena keterlambatan transfusi darah," ujar Leonika.
Ide Reblood sendiri muncul lantaran Leonika mendengar kabar bahwa terdapat mahasiswa ITS kecelakaan dan membutuhkan transfusi darah. Ia juga menemukan artikel tentang penyakit talasemia sehingga penderitanya harus mendapatkan transfusi darah setiap bulannya.
"Saya sedih sekali, makanya ingin membantu mereka dengan apa yang saya bisa," ujar perempuan kelahiran Surabaya, 18 Agustus 1993 ini.
Ia melihat masalah utama transfusi darah adalah Indonesia selalu kekurangan donor darah. "Harusnya, minimal 1,3 juta orang per tahunnya mendonorkan darahnya," ucapnya. Padahal, menurut American Red Rross, setiap orang membutuhkan transfusi darah minimal sekali dalam hidupnya.7
Komentar