Kemendikbud Minta Hasil UN Jadi Alat Refleksi Guru
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno mengatakan hasil Ujian Nasional (UN) harus menjadi alat refleksi para guru untuk memperbaiki metode pengajaran di kelas.
JAKARTA, NusaBali
"Hasil UN harus menjadi alat refleksi bagi guru-guru dalam mengajar, mana yang harus diperbaiki," katanya di Jakarta, Minggu (28/4). "Jangan-jangan guru kurang memahami substansi sehingga anak-anak juga tidak menguasai materi itu," ia menambahkan.
UN merupakan sistem penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran yang sudah disampaikan dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah. "Nah sekarang, jika ada siswa yang mengeluh soal UN, hal itu perlu menjadi bahan refleksi untuk mengetahui penyebab dan mencari solusinya," kata Totok.
Hasil UN juga bisa menjadi bahan evaluasi bagi Majelis Guru Mata Pelajaran (MGMP), Dinas Pendidikan, dan Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan. "Ada daerah yang materi tertentu cenderung sulit, itu kemudian yang menjadi fokus pelatihan di MGMP, mengapa materi ini cenderung susah dikuasai dan mengapa materi lainnya mudah dikuasai," kata Totok.
Ditambahkannya, hasil diagnosis Ujian Nasional (UN) berbeda-beda di setiap daerah. "Profil diagnosisnya berbeda. Ada yang bagus untuk materi ini ada juga yang tidak. Kita lihat dari hasil UN nya," ujar Totok.
Hasil UN tersebut diharapkan bisa menjadi umpan balik bagi guru dan siswa. Sehingga siswa pada tahun berikutnya diajar lebih baik dari tahun ini. Sejak tahun lalu, Kemendikbud memberikan hasil diagnosis UN yang diberikan kepada sekolah, dinas pendidikan serta Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud.
Dengan hasil tersebut bisa dilihat penguasaan siswa akan suatu materi. "Dinas pendidikan dan Majelis Guru Mata Pelajaran (MGMP) harus menggali lagi mengapa materi ini kurang dikuasai. Dimana kurangnya Dan dimana lebihnya," tambah dia.
Ke depan, diagnosis UN itu bisa diakses melalui internet. Sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki metode belajar mengajar di dalam kelas. Meski demikian, pihaknya tidak memaksa penggunaan hasil diagnosis UN itu. Menurut dia lebih kepada kesadaran.
"Lebih pada kesadaran, harus sadar betul bahwa tanggung jawab moral pendidikan itu adalah mencerdaskan anak. Cerdas sikap, fisik, karakter hingga pikiran. Lalu bagaimana anak ini berpikir kritis, kreatif dan mampu menggunakan konsep yang diajarkan," kata dia lagi. *
UN merupakan sistem penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran yang sudah disampaikan dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah. "Nah sekarang, jika ada siswa yang mengeluh soal UN, hal itu perlu menjadi bahan refleksi untuk mengetahui penyebab dan mencari solusinya," kata Totok.
Hasil UN juga bisa menjadi bahan evaluasi bagi Majelis Guru Mata Pelajaran (MGMP), Dinas Pendidikan, dan Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan. "Ada daerah yang materi tertentu cenderung sulit, itu kemudian yang menjadi fokus pelatihan di MGMP, mengapa materi ini cenderung susah dikuasai dan mengapa materi lainnya mudah dikuasai," kata Totok.
Ditambahkannya, hasil diagnosis Ujian Nasional (UN) berbeda-beda di setiap daerah. "Profil diagnosisnya berbeda. Ada yang bagus untuk materi ini ada juga yang tidak. Kita lihat dari hasil UN nya," ujar Totok.
Hasil UN tersebut diharapkan bisa menjadi umpan balik bagi guru dan siswa. Sehingga siswa pada tahun berikutnya diajar lebih baik dari tahun ini. Sejak tahun lalu, Kemendikbud memberikan hasil diagnosis UN yang diberikan kepada sekolah, dinas pendidikan serta Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud.
Dengan hasil tersebut bisa dilihat penguasaan siswa akan suatu materi. "Dinas pendidikan dan Majelis Guru Mata Pelajaran (MGMP) harus menggali lagi mengapa materi ini kurang dikuasai. Dimana kurangnya Dan dimana lebihnya," tambah dia.
Ke depan, diagnosis UN itu bisa diakses melalui internet. Sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki metode belajar mengajar di dalam kelas. Meski demikian, pihaknya tidak memaksa penggunaan hasil diagnosis UN itu. Menurut dia lebih kepada kesadaran.
"Lebih pada kesadaran, harus sadar betul bahwa tanggung jawab moral pendidikan itu adalah mencerdaskan anak. Cerdas sikap, fisik, karakter hingga pikiran. Lalu bagaimana anak ini berpikir kritis, kreatif dan mampu menggunakan konsep yang diajarkan," kata dia lagi. *
1
Komentar