Disangga 1.000 Batu Bersusun, Diyakini Jejak Zaman Megalitikum
Pura Batur Gangsian merupakan stana dari Ida Ratu Mas Melanyat, sebagai pengu a sa batu-batu purba, bentuk palinggihnya pun hanya berupa bebaturan yang dikeli lingi wastra poleng
Keunikan Pura Batur Gangsian di Desa Pakraman Tinggarsari, Kecamatan Busungbiu, Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Pura Batur Gangsian merupakan salah satu Pura Kahyangan Jagat yang berlokasi di Banjar Kapas Jawa, Desa Pakraman Tinggarsari, Kecamatan Busungbiu, Bule leng. Keberadaan Pura Batur Gangsian dinilai sangat unik, karena di sekitar pura ini terdapat kurang lebih 1.000 batu yang dipercaya sudah ada sejak zaman Megali tikum. Banyak pamedek yang tangkil ke pura ini mendapatkan paica (anugerah) da ri Ida Batara.
Batu-batu yang jumlahnya mencapai 1.000-an buah tersebut menumpuk dan tersu sun ra pi di areal bagian bawah Pura Batur Gangsian. Meski terlihat menjorok di tebing dan tidak me nggunakan perekat beton, namun tumpukan batu-batu tersebut sangat kuat dan tidak pernah bergeser.
Ajaibnya, batu-batu tersebut memiliki uku ran yang hampir sama, dengan panjang 2 meter dan diameter sekitar 0,5 meter. Lo kasi di mana batu-batu bersusun ini ber a da, sejak dulu dikenal sebagai kawasan su ci yang keramat. Tidak ada yang tahu se cara pasti, sejak kapan batu-batu bersusun dengan ukuran hampir sama tersebut berada di sekitar Pura Batur Gangsian.
“Kami selaku generasi penerus, tidak mengetahui secara pasti bagaimana sejarah dan kapan terbentuknya susunan batu-batu tersebut serta palinggih yang ada. Se bab, tidak ada prasasti yang menjelaskan semuanya. Tapi, menurut penuturan paa tetua yang kami warisi secara turun temurun, batu-batu itu sudah ada sebelum pen duduk tinggal di sini,” ungkap Kepala Desa (Perbekel) Tinggarsari, I Ketut Perba wa, saat ditemui NusaBali di kantornya, beberapa waktu lalu.
Ketut Perbawa menuturkan, keberadaan batu-batu bersusun tersebut dipercaya su dah ada sejak zaman Megalitikum. Muncul dugaan batu-batu tersebut mulanya akan digunakan untuk membangun sebuah candi. Sampai saat ini, keberadaan batu-batu tersebut belum perah diteliti oleh ahli seja rah maupun purbakala.
Di antara bebatuan tersebut, terdapat sebuah bangunan suci (palinggih) yang juga dipercaya sudah ada sejak masa lampau. Sedangkan Pura Batur Gangsian meru pa kan Pura Pengayatan yang dibangun krama setempat di atas palinggih satu-satu nya yang berada di antara bebatuan. Karena lokasi untuk mencapai tempat tersebut suci nan keramat ini sangat curam dan sempit, maka krama berinisiatif membangun Pu ra Pengayatan di atas tebing, yang kemudian disebut Pura Batur Gangsian.
Pura Batur Gangsian merupakan stana dari Ida Ratu Mas Melanyat, sebagai pengu a sa batu-batu purba terebut. Bentuk palinggihnya pun hanya berupa bebaturan yang dikelilingi wastra (kain) poleng.
Krama setempat amat percaya palinggih berupa bebaturan di pura Batur Gangisan ini memiliki kekuatan gaib. Di kawasan suci yang dikeramatkan ini, beragam keja dian aneh pernah dialami pamedek. Mulai dari kejadian menyeramkan, hingga me n da patkan paica berupa batu mulia yang diberikan oleh Ida Batara.
“Karena dipercaya sebgai kawasan suci yang keramat, banyak umat yang tangkil sembahyang, bahkan melakukan tapa semedi di sini. Dan, banyak dari mereka itu yang mendapatkan paica berupa batu mulia,” beber Ketut Perbawa. Krama setem pat, kata dia, juga mempercayai palinggih di antara batu-batu yang dibangun men ja di Pura Batur Gangsian merupakan pura kesuburan untuk lahan pertanian mere ka.
Piodalan Pura Batur Gangsian sendiri dilaksanakan setahun sekali pada Purnama ning Kasa. Ketika dilaksanakan piodalan, krama Desa Pakraman Tinggarsari yang mencapai 760 kepala keluarga (KK) tangkil untuk menghaturkan persembahyangan bersama. Sebelum puncak piodalan, lebih dulu dilakukan prosesi Mendak Ida Ba ta ra yang berada di palinggih bebaturan di bawah Pura Batur Gangsian. Sedangkan di akhir upacara piodalan (masineb), krama setempat biasanya nunas tirta untuk di si ratkan ke tumbuhan di kebun mereka, agar cepat berbuah. Maklum, sebagian be sar dari 760 KK krama Desa Pakraman Tinggarsari bekerja sebagai petani cengkih dan kopi.
“Krama di sini sangat percaya bahwa Ida Batara yang berstana di Pura Batur Gang sian sangat pemurah dan memberikan berkah kesuburan pada tanaman pertanian mereka. Makanya, setiapkali usai piodalan, lahan pertanian warga selalu mengala mi panen raya, berkat percikan tirta dari Pura Batur Gangsian,” tandas Ketut Perba wa.
Sementara itu, salah seorang krama Banjar Kapas Jawa, Desa Tinggarsari, I Putu Gatot, mengatakan keberadaan Pura Batur Gangsian dengan ciri batu Megalitikum-nya, memberikan pengaruh spiritual yang sangat kuat terhadap warga sekitar. Me nu rut dia, banyak pamedek yang tangkil ke Pura batur Gangian untuk mohon anu gerah, kemudian hasil panennya jadi berlimpah.
Sedangkan keberadaan batu-batu besar bersusun di bawah Pura batur Gangsian, ka ta Putu Gatot, juga sangat pingit. “Tidak ada orang yang berani untuk menduduki batu sembarangan di areal tersebut,” jelas Putu Gatot yang sempat ditemui Nusa Ba li di are al pura Batur Gangsian. Disebutkan, pemerintah Desa Tinggarsari beren cana akan menjadikan lokasi Pura Batur Gangsian sebagai kawasan wisata spiritual dan cagar budaya. 7 k23
Komentar