Pawai Budaya Anti Gabus dan Plastik
Terbukti, Gianyar gumi seni. Selalu muncul kreativitas tinggi dalam berkesenian.
GIANYAR, NusaBali
Pawai Budaya serangkaian HUT Kota Gianyar ke-248, dengan start di Open Stage Balai Budaya Gianyar, Rabu (1/5), agak berbeda dari pawai serupa sebelumnya. Karena seluruh peserta pawai menggunakan properti pawai alami dan sangat anti gabus (styrofoam) dan plastik.
Bupati Gianyar Made Mahayastra usai pawai mengakui, pawai budaya kali ini kental nuansa alami. “Semua ramah lingkungan sesuai Pergub, mulai dari lomba penjor dan pawai. Yang muncul adalah bunga dan daun, bukan plastik maupun styrofoam,” ujarnya. Selain itu, panggung kehormatan digeser ke pojok timur laut. Masyarakat pun bisa leluasa menonton dari lapangan, tanpa dihalangi panggung seperti tahun-tahun sebelumnya. “Dari dulu selalu ada kendala tentang posisi panggung. Kalau di depan, tamu VIP kepanasan dan halangi penonton. Kalau di atas, (undangan) terkesan jauh dari masyarakat. Ke depan panggung akan tetap disini,” ujarnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gianyar I Wayan Kujus Pawitra, di sela-sela pawai menegaskan, nuansa alami ini tidak terlepas dari Surat Edaran Bupati Gianyar No. 660/2509/DLH/Bid.II/2019 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Styrofoam dan lainnya. "Maka tampak lebih meriah dan beda. Seniman mampu berkreasi lebih tanpa styrofoam dan plastik," ujarnya. Jelas dia, tidak saja saat pawai budaya, saat peringatan hari besar nasional dan daerah agar memperhatikan kelestarian lingkungan. "Terbukti, Gianyar gumi seni. Selalu muncul kreativitas tinggi dalam berkesenian, inilah sejatinya seni orang Bali. Mereka sejak kecil terbiasa ngulat klangsah, klakat dan ragam seni lainnya," ujarnya.
Salah satu pemuda asal Desa Singapadu I Komang Fery Artawan mengungkapkan properti berbahan alami untuk pawai pawai disiapkan H-2. "Para pemuda begadang membuat," jelasnya. Untuk keseluruhan hiasan yang didominasi bunga mitir, diakui menghabiskan lebih dari 10 keranjang. Atau setara dengan ladang bunga mitir seluas 50 are. Beruntung, untuk hiasan mitir ini didapatkan secara gratis dari sumbangsih petani setempat. " Ini semua sumbangan dari warga setempat, ada sekitar 50 are bunga mitir di ladangnya kami petik," ujarnya.
Pawai pertama diawali dari Desa Temesi sebagai duta Kecamatan Gianyar membawakan parade tema Peneduh Jagat, Kecamatan Tegalalang menonjolkan tradisi Ngerebeg, Kecamatan Payangan diwakili Desa Puhu dengan garapan tari “Pancering Buka”. Desa Medahan, Blahbatuh menampilkan fragmentari I Gusti Agung Maruti. Desa Peliatan, Ubud membawakan “Langening Loka Budaya Peliatan.” Kecamatan Sukawati mengusung tema “Singa Sanga Dhuara Werdhi Ulangun”. Kecamatan Tampaksiring diwakili Desa Pejeng dan Pejeng Kawan bertema “Bayu Premana”. Duta Tampaksiring menampilkan tradisi Sang Hyang Jaran. *nvi
Bupati Gianyar Made Mahayastra usai pawai mengakui, pawai budaya kali ini kental nuansa alami. “Semua ramah lingkungan sesuai Pergub, mulai dari lomba penjor dan pawai. Yang muncul adalah bunga dan daun, bukan plastik maupun styrofoam,” ujarnya. Selain itu, panggung kehormatan digeser ke pojok timur laut. Masyarakat pun bisa leluasa menonton dari lapangan, tanpa dihalangi panggung seperti tahun-tahun sebelumnya. “Dari dulu selalu ada kendala tentang posisi panggung. Kalau di depan, tamu VIP kepanasan dan halangi penonton. Kalau di atas, (undangan) terkesan jauh dari masyarakat. Ke depan panggung akan tetap disini,” ujarnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gianyar I Wayan Kujus Pawitra, di sela-sela pawai menegaskan, nuansa alami ini tidak terlepas dari Surat Edaran Bupati Gianyar No. 660/2509/DLH/Bid.II/2019 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Styrofoam dan lainnya. "Maka tampak lebih meriah dan beda. Seniman mampu berkreasi lebih tanpa styrofoam dan plastik," ujarnya. Jelas dia, tidak saja saat pawai budaya, saat peringatan hari besar nasional dan daerah agar memperhatikan kelestarian lingkungan. "Terbukti, Gianyar gumi seni. Selalu muncul kreativitas tinggi dalam berkesenian, inilah sejatinya seni orang Bali. Mereka sejak kecil terbiasa ngulat klangsah, klakat dan ragam seni lainnya," ujarnya.
Salah satu pemuda asal Desa Singapadu I Komang Fery Artawan mengungkapkan properti berbahan alami untuk pawai pawai disiapkan H-2. "Para pemuda begadang membuat," jelasnya. Untuk keseluruhan hiasan yang didominasi bunga mitir, diakui menghabiskan lebih dari 10 keranjang. Atau setara dengan ladang bunga mitir seluas 50 are. Beruntung, untuk hiasan mitir ini didapatkan secara gratis dari sumbangsih petani setempat. " Ini semua sumbangan dari warga setempat, ada sekitar 50 are bunga mitir di ladangnya kami petik," ujarnya.
Pawai pertama diawali dari Desa Temesi sebagai duta Kecamatan Gianyar membawakan parade tema Peneduh Jagat, Kecamatan Tegalalang menonjolkan tradisi Ngerebeg, Kecamatan Payangan diwakili Desa Puhu dengan garapan tari “Pancering Buka”. Desa Medahan, Blahbatuh menampilkan fragmentari I Gusti Agung Maruti. Desa Peliatan, Ubud membawakan “Langening Loka Budaya Peliatan.” Kecamatan Sukawati mengusung tema “Singa Sanga Dhuara Werdhi Ulangun”. Kecamatan Tampaksiring diwakili Desa Pejeng dan Pejeng Kawan bertema “Bayu Premana”. Duta Tampaksiring menampilkan tradisi Sang Hyang Jaran. *nvi
Komentar