Bayi Tanpa Tempurung Kepala Lahir di Buleleng
Bayi perempuan tanpa tempurung kepala lahir melalui operasi caesar di RSUD Buleleng di Singaraja, Senin (22/4) lalu.
SINGARAJA, NusaBali
Bayi malang yang lahir dengan berat 3,1 kilogram dan panjang 47 sentimeter ini merupakan buah hati pertama pasangan Nyoman Bagiarsa, 25, dan Ketut Sariati, 19, pasutri asal Banjar Antapura, Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng.
Meski tanpa tempurung kepala, bayi perempuan ini tampak sehat. Bayi ini juga tidak ada menjalani perawatan khusus pasca kelahirannya, kecuali hanya sempat disinari untuk menjaga suhu tubuhnya. Dua hari pasca kelahirannya, bayi malang ini langsung dibolehkan pulang dari RSUD Buleleng, Rabu (24/4) lalu. Sejak itu, perawatan seadanya dilakukan ibunda si bayi, Ketut Sriati, di rumahnya kawasan Bajar Antapura, Desa Tejakula.
Organ yang menonjol di bagian ubun-ubun si bayi, hanya ditutup dengan perban. Menurut ayah si bayi, Nyoman Bagiarsa, beberapa hari lalu bayinya sempat mengeluarkan cairan, karena organ yang menonjol di ubun-ubun tersebut sangat lembek. “Perban yang ditempel di atas benjolan pun sempat menempel karena cairan itu,” ungkap Nyoman Bagiarsa saat ditemui di rumahnya, Jumat (3/5).
Bagiarsa mengisahkan, kelainan yang diderita bayi pertamanya ini sebetulnya sudah diketahui sejak umur kandungan mencapai 3 bulan. Hal itu diketahui ketika dilakukan USG di salah satu bidan di Kota Denpasar. “Saat itu, bidan bilang fisiknya ada kelainan. Saat itu juga kami disarankan untuk mneggugurkan kandungan, tetapi kami dan keluarga tetap mempertahankan bayi ini,” kenang Bagiarsa
Kesehariannya, Bagiarsa bekerja sebagai waker salah satu bank di Denpasar. Dia tinggal bersama istrinya di kos-kosan. Setiap bulan, istrinya rutin diajak memeriksakan kandungan. Selain itu, istrinya juga rutin konsumsi vitamin yang diberikan oleh bidan.
Menurut Bagiarsa, setelah ada saran untuk menggugurkan kandungan, dia sempat mengajak istrinya untuk periksa beberpa kali ke dokter spesialis kandungan di Denpasar dan Singaraja. Namun, hasilnya tetap sama, si bayi dikatakan tidak dapat berkembang sempurna.
Saat tiba waktu kelahirnya dengan usia kandungan 9 bulan lebih, kata Bagiarsa, dokter spesialis kandungan menyarankan agar kelahiran melalui operasi caesar. Ini karena kekurangan fisik yang diderita si bayi dalam kandungan. Ketut Sariati pun akhirnya menjalani proses operasi caesar di RSUD Buleleng, 22 April 2019.
Hingga Jumat kemarin, tepat 10 hari sudah bayi tanpa tempurung kepala ini dirawat seadanya di rumah. Orangtua si bayi mengaku masih bingung terkait penanganan selanjutnya. “Karena sudah disuruh pulang sama dokter berselang dua hari pasca dilahirkan, ya bayi kami ini kami bawa pulang. Kata dokter, benjolan lembek di ubun-ubun bayi saya ini ditempel pakai perban saja, biar tidak infeksi,” kata Bagiarsa.
Dalam beberapa hari terakhir, kondisi bayi tanpa tempurung kepala ini agak menurun. Beberapa kali terlihat seperti orang kejang dan tidak mau minum susu. Pihak keluarga pun berharap pemerintah dapat menfasilitasi penanganan lebih lanjut bayi malang asal Tejakula ini. Saat ini, keluarga kecil Nyoman Bagiarsa hanya mengantongi BPJS Mandiri, tanggungan dari kantor tempatnya bekerja. Sedangkan bayinya ini belum didaftarkan untuk dapat pelayanan kesehatan.
Sementara itu, Wakil Direktur Pelayanan Medik RSUD Buleleng, dr Putu Sudarsana SpOG, mengatakan pihak rumah sakit memulangkan bayi tanpa tempurung kepala ini relatif cepat, karena dari sisi fisik sudah tidak ada kendala. Menurut dr Sudarsana, masalahnya hanya terletak di bagian kepala yang tidak terbentuk sempurna.
Disebutkan, pihak rumah sakit belum bisa melakukan tindakan pembuatan tempurung kepala melalui proses operasi, karena risikonya masih sangat besar lantaran umur si bayi yang baru dalam hitungan hari. “Kami sudah diskusikan dengan teman-teman di IDI dan tim medis juga untuk potensi pengobatan yang bisa dilakukan pada kasus yang secara medis disebut anenceplhaly ini,” tandas dr Sudarsana saat dikonfirmasi terpisah di Singaraja, Jumat kemarin.
“Sejauh ini, saya belum pernah dengar operasi pembuatan tulang kepala di Bali. Berbeda dengan kasus microcephaly, yakni ukuran tempurung kepala yang lebih kecil,” imbuhnya. Pihak rumah sakit sementara hanya menyarankan untuk menjaga kebersihan si bayi, terutama bagian kepalanya, sehingga risiko infeksi yang sangat besar dapat dicegah dan diminimalkan.
Sementara, Kabid Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Buleleng, Luh Emi Suesti, sempat bertandang ke rumah bayi tanpa tempurung kepala di Tejakula, Jumat kemarin. Menurut Luh Emi, yang urgen saat ini adalah jaminan kesehatan si bayi. “Tapi, karena sudah punya KIS pribadi ditanggung tempat kerja bapaknya, kemungkinan akan kami bantu penerbitan KK dan akte kelahiran, sehingga jaminan kesehatan si anak cepat bisa diusulkan,” papar Luh Emi.
Terkait langkah berikutnya, kata Luh Emi, Dinas Sosial Buleleng juga akan berkoordinasi dengan yayasan peduli di Bali untuk membantu penanganan bayi tanpa tempurung kepala ini. “Tentu kami akan upayakan kerjasama dengan pihak yayasan. Soal bagaimana penanganan selanjutnya, kan dokter yang tahu dan menentukan tindakan yang seharusnya,” jelas Luh Emi. *k23
Meski tanpa tempurung kepala, bayi perempuan ini tampak sehat. Bayi ini juga tidak ada menjalani perawatan khusus pasca kelahirannya, kecuali hanya sempat disinari untuk menjaga suhu tubuhnya. Dua hari pasca kelahirannya, bayi malang ini langsung dibolehkan pulang dari RSUD Buleleng, Rabu (24/4) lalu. Sejak itu, perawatan seadanya dilakukan ibunda si bayi, Ketut Sriati, di rumahnya kawasan Bajar Antapura, Desa Tejakula.
Organ yang menonjol di bagian ubun-ubun si bayi, hanya ditutup dengan perban. Menurut ayah si bayi, Nyoman Bagiarsa, beberapa hari lalu bayinya sempat mengeluarkan cairan, karena organ yang menonjol di ubun-ubun tersebut sangat lembek. “Perban yang ditempel di atas benjolan pun sempat menempel karena cairan itu,” ungkap Nyoman Bagiarsa saat ditemui di rumahnya, Jumat (3/5).
Bagiarsa mengisahkan, kelainan yang diderita bayi pertamanya ini sebetulnya sudah diketahui sejak umur kandungan mencapai 3 bulan. Hal itu diketahui ketika dilakukan USG di salah satu bidan di Kota Denpasar. “Saat itu, bidan bilang fisiknya ada kelainan. Saat itu juga kami disarankan untuk mneggugurkan kandungan, tetapi kami dan keluarga tetap mempertahankan bayi ini,” kenang Bagiarsa
Kesehariannya, Bagiarsa bekerja sebagai waker salah satu bank di Denpasar. Dia tinggal bersama istrinya di kos-kosan. Setiap bulan, istrinya rutin diajak memeriksakan kandungan. Selain itu, istrinya juga rutin konsumsi vitamin yang diberikan oleh bidan.
Menurut Bagiarsa, setelah ada saran untuk menggugurkan kandungan, dia sempat mengajak istrinya untuk periksa beberpa kali ke dokter spesialis kandungan di Denpasar dan Singaraja. Namun, hasilnya tetap sama, si bayi dikatakan tidak dapat berkembang sempurna.
Saat tiba waktu kelahirnya dengan usia kandungan 9 bulan lebih, kata Bagiarsa, dokter spesialis kandungan menyarankan agar kelahiran melalui operasi caesar. Ini karena kekurangan fisik yang diderita si bayi dalam kandungan. Ketut Sariati pun akhirnya menjalani proses operasi caesar di RSUD Buleleng, 22 April 2019.
Hingga Jumat kemarin, tepat 10 hari sudah bayi tanpa tempurung kepala ini dirawat seadanya di rumah. Orangtua si bayi mengaku masih bingung terkait penanganan selanjutnya. “Karena sudah disuruh pulang sama dokter berselang dua hari pasca dilahirkan, ya bayi kami ini kami bawa pulang. Kata dokter, benjolan lembek di ubun-ubun bayi saya ini ditempel pakai perban saja, biar tidak infeksi,” kata Bagiarsa.
Dalam beberapa hari terakhir, kondisi bayi tanpa tempurung kepala ini agak menurun. Beberapa kali terlihat seperti orang kejang dan tidak mau minum susu. Pihak keluarga pun berharap pemerintah dapat menfasilitasi penanganan lebih lanjut bayi malang asal Tejakula ini. Saat ini, keluarga kecil Nyoman Bagiarsa hanya mengantongi BPJS Mandiri, tanggungan dari kantor tempatnya bekerja. Sedangkan bayinya ini belum didaftarkan untuk dapat pelayanan kesehatan.
Sementara itu, Wakil Direktur Pelayanan Medik RSUD Buleleng, dr Putu Sudarsana SpOG, mengatakan pihak rumah sakit memulangkan bayi tanpa tempurung kepala ini relatif cepat, karena dari sisi fisik sudah tidak ada kendala. Menurut dr Sudarsana, masalahnya hanya terletak di bagian kepala yang tidak terbentuk sempurna.
Disebutkan, pihak rumah sakit belum bisa melakukan tindakan pembuatan tempurung kepala melalui proses operasi, karena risikonya masih sangat besar lantaran umur si bayi yang baru dalam hitungan hari. “Kami sudah diskusikan dengan teman-teman di IDI dan tim medis juga untuk potensi pengobatan yang bisa dilakukan pada kasus yang secara medis disebut anenceplhaly ini,” tandas dr Sudarsana saat dikonfirmasi terpisah di Singaraja, Jumat kemarin.
“Sejauh ini, saya belum pernah dengar operasi pembuatan tulang kepala di Bali. Berbeda dengan kasus microcephaly, yakni ukuran tempurung kepala yang lebih kecil,” imbuhnya. Pihak rumah sakit sementara hanya menyarankan untuk menjaga kebersihan si bayi, terutama bagian kepalanya, sehingga risiko infeksi yang sangat besar dapat dicegah dan diminimalkan.
Sementara, Kabid Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Buleleng, Luh Emi Suesti, sempat bertandang ke rumah bayi tanpa tempurung kepala di Tejakula, Jumat kemarin. Menurut Luh Emi, yang urgen saat ini adalah jaminan kesehatan si bayi. “Tapi, karena sudah punya KIS pribadi ditanggung tempat kerja bapaknya, kemungkinan akan kami bantu penerbitan KK dan akte kelahiran, sehingga jaminan kesehatan si anak cepat bisa diusulkan,” papar Luh Emi.
Terkait langkah berikutnya, kata Luh Emi, Dinas Sosial Buleleng juga akan berkoordinasi dengan yayasan peduli di Bali untuk membantu penanganan bayi tanpa tempurung kepala ini. “Tentu kami akan upayakan kerjasama dengan pihak yayasan. Soal bagaimana penanganan selanjutnya, kan dokter yang tahu dan menentukan tindakan yang seharusnya,” jelas Luh Emi. *k23
Komentar