100 Perajin Kriya Kayu Ukir Bali Disertifikasi
Sertifikasi profesi perajin kriya kayu ukir di Bali kembali digelar.
DENPASAR, NusaBali
Kegiatan yang diinisiasi oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) melalui Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi ini berlangsung 9-10 10 Mei, bertempat di Prime Plaza Hotel, Sanur, Denpasar. Sekitar 100 perajin kriya kayu ukir ikut serta dalam uji kompetensi tersebut.
Kali ini, Bekraf juga bekerja sama dengan LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) Furniko (Furnitur dan Kayu Olahan) untuk menyeleksi para perajin yang ikut sertifikasi profesi. “Bekraf sudah memprogramkan hanya 100 orang karena melihat dari segi anggaran, sumber daya asesor, juga waktu,” ungkap Ari Juliano Gema, selaku Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi Bekraf, Kamis (9/5).
Lanjut Ari, sertifikasi kompetensi tersebut dalam rangka menguji tiga hal yang harus dikuasai oleh seorang profesional dalam bidang apapun, yaitu kemampuan dasar, kemampuan teknis, dan perilakunya. Sehingga, hasil produknya akan terjamin ketika tiga unsur tersebut sudah terpenuhi. Sertifikasi secara tidak langsung akan menjadi nilai tambah suatu kerajinan di mata pembeli.
“Sertifikasi kompetensi ini bukan untuk menstandarkan kreativitas, tetapi perilaku dalam melakukan profesinya. Terkait kreativitas, kita serahkan pada senimannya,” sambungnya.
Sementara, Kadis Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali, I Putu Astawa, memaparkan perihal industri apa saja yang dimiliki Provinsi Bali. Menurutnya, industri kerajinan perak, kayu, dan fesyen menempati posisi teratas di antara industri lainnya. “Saat ini, jumlah industri di Bali sebanyak 15.100 yang terdiri dari, industri makanan, minuman, kerajinan kayu, kerajinan perak, fesyen, dan industri lainnya. Sementara, industri yang jumlahnya menempati posisi atas di Bali adalah perak, kayu, dan fesyen,” jelasnya.
Putu Astawa juga mengaku, dinas telah mengupayakan beberapa hal untuk memajukan industri kreatif yang ada di Bali, salah satunya dengan mengadakan bintek hingga membantu mengurus sertifikat tentang SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu), yang mana menandakan bahwa kayu yang dihasilkan tidak dalam proses pengerusakan hutan. “Kemudian juga, bantuan-bantuan peralatan, bahkan dari kementerian perindustrian itu mensubsidi 70 persen terkait pembelian bahan,” tandasnya.
Tujuan dari sertifikasi profesi ini sendiri adalah untuk mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif yang lebih kondusif bagi para pelaku ekonomi kreatif, khususnya pengerajin kriya kayu ukir di Indonesia. Peserta juga tidak dipungut biaya dalam mengikuti sertifikasi profesi ini. Saat ini, LSP Furniko sudah menyusun skema kompetensi hingga level 8, setingkat master (S2). Tidak hanya teknik yang diuji, namun juga softskill para pengerajin. *cr41
Kali ini, Bekraf juga bekerja sama dengan LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) Furniko (Furnitur dan Kayu Olahan) untuk menyeleksi para perajin yang ikut sertifikasi profesi. “Bekraf sudah memprogramkan hanya 100 orang karena melihat dari segi anggaran, sumber daya asesor, juga waktu,” ungkap Ari Juliano Gema, selaku Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi Bekraf, Kamis (9/5).
Lanjut Ari, sertifikasi kompetensi tersebut dalam rangka menguji tiga hal yang harus dikuasai oleh seorang profesional dalam bidang apapun, yaitu kemampuan dasar, kemampuan teknis, dan perilakunya. Sehingga, hasil produknya akan terjamin ketika tiga unsur tersebut sudah terpenuhi. Sertifikasi secara tidak langsung akan menjadi nilai tambah suatu kerajinan di mata pembeli.
“Sertifikasi kompetensi ini bukan untuk menstandarkan kreativitas, tetapi perilaku dalam melakukan profesinya. Terkait kreativitas, kita serahkan pada senimannya,” sambungnya.
Sementara, Kadis Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali, I Putu Astawa, memaparkan perihal industri apa saja yang dimiliki Provinsi Bali. Menurutnya, industri kerajinan perak, kayu, dan fesyen menempati posisi teratas di antara industri lainnya. “Saat ini, jumlah industri di Bali sebanyak 15.100 yang terdiri dari, industri makanan, minuman, kerajinan kayu, kerajinan perak, fesyen, dan industri lainnya. Sementara, industri yang jumlahnya menempati posisi atas di Bali adalah perak, kayu, dan fesyen,” jelasnya.
Putu Astawa juga mengaku, dinas telah mengupayakan beberapa hal untuk memajukan industri kreatif yang ada di Bali, salah satunya dengan mengadakan bintek hingga membantu mengurus sertifikat tentang SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu), yang mana menandakan bahwa kayu yang dihasilkan tidak dalam proses pengerusakan hutan. “Kemudian juga, bantuan-bantuan peralatan, bahkan dari kementerian perindustrian itu mensubsidi 70 persen terkait pembelian bahan,” tandasnya.
Tujuan dari sertifikasi profesi ini sendiri adalah untuk mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif yang lebih kondusif bagi para pelaku ekonomi kreatif, khususnya pengerajin kriya kayu ukir di Indonesia. Peserta juga tidak dipungut biaya dalam mengikuti sertifikasi profesi ini. Saat ini, LSP Furniko sudah menyusun skema kompetensi hingga level 8, setingkat master (S2). Tidak hanya teknik yang diuji, namun juga softskill para pengerajin. *cr41
1
Komentar