Upacara Banyu Pinaruh, Krama Padati Pancoran Solas di Desa Sangeh
Pertama Kali, PSN Korda Badung Gelar Panglukatan Agung Banyu Pangeweruh
MANGUPURA, NusaBali
Krama memadati areal Taman Mumbul yang terletak di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung pada Redite Paing Sinta, Minggu (12/5) siang, untuk melaksanakan upacara Banyu Pinaruh di tempat pemandian Pancoran Solas Taman Mumbul.
Dari pantauan di lapangan, sebelum mandi krama mengawali dengan melaksanakan persembahyangan di Pura Beji setempat. Setelah sembahyang, langsung menuju tempat Pancoran Solas. Prosesi Banyu Pinaruh diawali dari pancoran sisi paling selatan, kemudian bergeser satu per satu ke pancoran lain hingga kesebelas pancoran yang ada di sebalah utara.
Meski mengantre, namun krama tetap antusias mengikuti upacara Banyu Pinaruh. Tidak hanya krama lokal Badung yang datang, tapi juga banyak dari daerah lain. “Setiap Banyu Pinaruh pasti ke sini. Di sini parkirnya luas dan tidak perlu jalan jauh,” ujar pria yang mengaku bernama Kadek, asal Desa Getasan, Kecamatan Petang.
Setelah ritual dilakukan, tak jarang krama mengabadikan pemandangan di kawasan Taman Mumbul yang asri. Taman Mumbul mulai ditata sejak 2016.
Bendesa Adat Sangeh Ida Bagus Sunarta, mengaku Pengelukatan Pancoran Solas yang berada di kawasan Taman Mumbul tidak hanya ramai saat Banyu Pinaruh, tapi juga di hari-hari biasa. “Kebetulan hari ini (kemarin) adalah hari Banyu Pinaruh, makanya krama sampai ngantre,” ungkapnya.
Pihaknya berharap ke depan Taman Mumbul ini bisa menjadi salah satu daya tarik wisata di Desa Sangeh. Dengan demikian, krama selain bisa berwisata juga bisa sekaligus melukat di Pancoran Solas.
Di hari yang sama, di areal Taman Mumbul juga berlangsung Panglukatan Agung Banyu Pangeweruh yang diselenggarakan oleh Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Koordinator Daerah (Korda) Kabupaten Badung, sejak sekitar pukul 05.00 Wita. Upacara ini dipuput lima Sulinggih dan diikuti ratusan krama, terutama dari kalangan pelajar.
Ketua Pinandita Sanggraha Nusantara Korda Badung Pinandita Dr I Nyoman Sukendra, mengatakan upacara Panglukatan Agung Banyu Pangeweruh ini merupakan yang pertama kali dilaksanakan PSN Kabupaten Badung. Ada lima Sulinggih yang muput upacara ini; Ida Pedanda Gede Ketut Putra Timbul, Ida Pandita Mpu Nabe Putra Swadiaya Parama Santika, Ida Pandita Mpu Wija Karma Niasa, Ida Pandita Mpu Agni Dharmajati Biru Daksa, dan Sira Mpu Gede Jangga Dharma Putra.
Menurutnya, sudah menjadi tradisi di Bali ketika Banyu Pinaruh, umat Hindu datang beramai-ramai ke pantai, pancoran maupun ke mata air suci. Bila direnungkan sesungguhnya Banyu Pinaruh itu adalah ‘Banyu Pangeweruh’ yaitu air ilmu pengetahuan berupa tirta sanjiwani yang tercipta dari hasil yoga para Wiku.
“Dengan demikian, mandi ke laut dan pancoran suci perlu ditata, diorganisir pelaksanaannya agar sesuai dengan tatwa agama yang baik dan benar, sehingga terwujud tujuan agama yaitu atma kertih atau menjadikan diri suci sebagai pralingga atma,” tuturnya.
Dijelaskan, prosesi Panglukatan Agung Banyu Pangeweruh dilaksanakan bertepatan dengan matahari terbit, dilakukan pemujaan oleh para Wiku. Dilanjutkan penyucian diri guna melepaskan segala mala kahuripan agar segala debu kotoran yang menyelimuti jiwa terkikis habis sehingga kita akan semakin cemerlang dengan kecerdasan ilmu pengetahuan. “Jika melakukan Panglukatan Agung Banyu Pangeweruh yang benar sesuai filosofi agama, maka tujuan beryadnya demi terciptanya kesucian, kedamaian, keseimbangan, keharmonisan, kesejahteraan, kemakmuran sekala niskala, bhuana agung-bhuana alit dapat terwujud. Demikian proses pembangunan berlandaskan konsep Sad Kertih Loka Bali dengan harapan terwujudnya Bali Santi lan Jagaddhita,” imbuhnya. *asa
Dari pantauan di lapangan, sebelum mandi krama mengawali dengan melaksanakan persembahyangan di Pura Beji setempat. Setelah sembahyang, langsung menuju tempat Pancoran Solas. Prosesi Banyu Pinaruh diawali dari pancoran sisi paling selatan, kemudian bergeser satu per satu ke pancoran lain hingga kesebelas pancoran yang ada di sebalah utara.
Meski mengantre, namun krama tetap antusias mengikuti upacara Banyu Pinaruh. Tidak hanya krama lokal Badung yang datang, tapi juga banyak dari daerah lain. “Setiap Banyu Pinaruh pasti ke sini. Di sini parkirnya luas dan tidak perlu jalan jauh,” ujar pria yang mengaku bernama Kadek, asal Desa Getasan, Kecamatan Petang.
Setelah ritual dilakukan, tak jarang krama mengabadikan pemandangan di kawasan Taman Mumbul yang asri. Taman Mumbul mulai ditata sejak 2016.
Bendesa Adat Sangeh Ida Bagus Sunarta, mengaku Pengelukatan Pancoran Solas yang berada di kawasan Taman Mumbul tidak hanya ramai saat Banyu Pinaruh, tapi juga di hari-hari biasa. “Kebetulan hari ini (kemarin) adalah hari Banyu Pinaruh, makanya krama sampai ngantre,” ungkapnya.
Pihaknya berharap ke depan Taman Mumbul ini bisa menjadi salah satu daya tarik wisata di Desa Sangeh. Dengan demikian, krama selain bisa berwisata juga bisa sekaligus melukat di Pancoran Solas.
Di hari yang sama, di areal Taman Mumbul juga berlangsung Panglukatan Agung Banyu Pangeweruh yang diselenggarakan oleh Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Koordinator Daerah (Korda) Kabupaten Badung, sejak sekitar pukul 05.00 Wita. Upacara ini dipuput lima Sulinggih dan diikuti ratusan krama, terutama dari kalangan pelajar.
Ketua Pinandita Sanggraha Nusantara Korda Badung Pinandita Dr I Nyoman Sukendra, mengatakan upacara Panglukatan Agung Banyu Pangeweruh ini merupakan yang pertama kali dilaksanakan PSN Kabupaten Badung. Ada lima Sulinggih yang muput upacara ini; Ida Pedanda Gede Ketut Putra Timbul, Ida Pandita Mpu Nabe Putra Swadiaya Parama Santika, Ida Pandita Mpu Wija Karma Niasa, Ida Pandita Mpu Agni Dharmajati Biru Daksa, dan Sira Mpu Gede Jangga Dharma Putra.
Menurutnya, sudah menjadi tradisi di Bali ketika Banyu Pinaruh, umat Hindu datang beramai-ramai ke pantai, pancoran maupun ke mata air suci. Bila direnungkan sesungguhnya Banyu Pinaruh itu adalah ‘Banyu Pangeweruh’ yaitu air ilmu pengetahuan berupa tirta sanjiwani yang tercipta dari hasil yoga para Wiku.
“Dengan demikian, mandi ke laut dan pancoran suci perlu ditata, diorganisir pelaksanaannya agar sesuai dengan tatwa agama yang baik dan benar, sehingga terwujud tujuan agama yaitu atma kertih atau menjadikan diri suci sebagai pralingga atma,” tuturnya.
Dijelaskan, prosesi Panglukatan Agung Banyu Pangeweruh dilaksanakan bertepatan dengan matahari terbit, dilakukan pemujaan oleh para Wiku. Dilanjutkan penyucian diri guna melepaskan segala mala kahuripan agar segala debu kotoran yang menyelimuti jiwa terkikis habis sehingga kita akan semakin cemerlang dengan kecerdasan ilmu pengetahuan. “Jika melakukan Panglukatan Agung Banyu Pangeweruh yang benar sesuai filosofi agama, maka tujuan beryadnya demi terciptanya kesucian, kedamaian, keseimbangan, keharmonisan, kesejahteraan, kemakmuran sekala niskala, bhuana agung-bhuana alit dapat terwujud. Demikian proses pembangunan berlandaskan konsep Sad Kertih Loka Bali dengan harapan terwujudnya Bali Santi lan Jagaddhita,” imbuhnya. *asa
Komentar