Siswa Kembar Asal Buleleng Lulusan Terbaik SMA Taruna Nusantara
Versi Prof Dr dr Nyoman Kertia SpPD-Kr Finasim, kedua anak kembarnya ini memang kreatif dan senang sembahyang hingga konsentrasinya tinggi. Kalau hendak jalan-jalan, maunya ke pura atau candi
Ketut Shri Satya Wiwekananda-Shri Satya Yogananda, Pencipta Rumus Matematika untuk Parkir Otomatis
MAGELANG, NusaBali
Dua siswa kembar asal Buleleng yang tinggal di Jogjakarta, Ketut Shri Satya Wiwekananda, 18, dan Ketut Shri Satya Yogananda, 18, menjadi salah satu lulusan terbaik di sekolah unggulan SMA Taruna Nusantara. Mereka memperoleh penghargaan Taruna Cendekia Buana saat Upacara Prasetia Alumni dan Penutupan Pendidikan Siswa Kelas XII Angkatan 27 SMA Taruna Nusantara Tahun Pendidikan 2016-2019 di Magelang, Jawa Tengah, Selasa (14/5).
Selain sma-sama memperoleh penghargaan Taruna Cendekia Buana, khusus Ketut Shri Satya Wiwekananda juga menerima penghargaan Bintang Garuda Tri Sakti Taruna Tama. Penghargaan Bintang Garuda Tri Sakti Taruna Tama ini diberikan kepada siswa lulusan terbaik pada kebulatan ketiga aspek: akademik, kepribadian, dan kesemaptaan jasma.
Ketut Shri Satya Wiwekananda memperoleh medali perak Bintang Garuda Tri Sakti Taruna. Sedangkan medali emas diraih oleh Rahmat Akbar Berliano (asal Bengkulu), sementara perunggu diraih Adyan Pamungkas (dari Wonosobo, Jawa Tengah).
Sedangkan penghargaan Taruna Cendekia Buana diberikan kepada siswa yang memperoleh prestasi lomba tingkat internasional. Si kembar Ketut Shri Satya Wiwekananda dan Ketut Shri Satya Yogananda, yang merupakan anak dari Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedok-teran Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, Prof Dr dr Nyoman Kertia SpPD-Kr Finasim, mendapat penghargaan ini bersama Irfan Urane Aziz (anak dari Komjen Pol Idham Aziz asal Depok, Jawa Barat) dan Kinantan Arya Bagaspati (anak dari Dinar Aryasena asal Purwo-kerto, Jawa Tengah).
Saat menerima penghargaan sebagai lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara di Magelang, Selasa kemarin, dua siswa kembar asal Banjar Dangin Margi, Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng yang sama-sama sudah diterima di Fakultas Kedokteran UGM melalui jalur undangan ini didampingi kedua orangtuanya, Prof Dr dr Nyoman Kertia SpPD-Kr Finasim, 58, dan Ir Ni Made Lilis Martini Dewi, 55.
"Saya dapat penghargaan Garuda Trisakti Taruna Tama, kayak untuk lulusan terbaik dari tiga aspek: kepribadian, kesamaptaan jasmani, sama akademik. Itu saya dapat perak yang peringkat dua dan saya juga dapat Taruna Cendekia Buana untuk yang pernah mendapatkan penghargaan di tingkat internasional," tutur Shri Satya Wiwekananda dilansir detikcom kemarin. "Saya juga dapat Taruna Cendekia Buana, itu penghargaan tingkat internasional. Saya pernah ke Thailand dan Nepal tahun 2017 dan 2018," sambung adiknya, Shri Satya Yogananda.
Sementara ayah si kembar, Prof Dr Nyoman Kertia, mengatakan kedua anaknya ini memang kreatif, konsentrasinya juga tinggi. "Anak-anak saya memang kreatif dan konsentrasinya tinggi. Mereka senang sembahyang, jadi konsentrasinya sangat tinggi. Bahkan, saya kadang-kadang ingin mengajak jalan-jalan, namun mereka maunya belajar. Kalau mau jalan-jalan, maunya ke pura atau candi. Ini beda dengan anak-anak lain," tutur almunus Fakultas Kedokteran Unud (angkatan 1980) yang kini menjadi Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM ini.
Si kembar Shri Satya Wiwekananda dan Shri Satya Yogananda sendiri merupakan anak ke-4 dan ke-5 dari lima bersaudara pasangan Prof Dr Nyoman Kertia dan Ir Ni Made Lilis Martini Dewi. Mereka sempat mencatat prestasi internasional bidang Matematika, ketika berhasil melakukan penelitian yakni menciptakan formula parkir otomatis sejak 2017.
Penelitian auto parkir ini kemudian dibawa dalam ajang internasional ‘Asia Pasific Conference of Young Scientists (APCYS)’ 2017 dan berhasil meraih medali perak. Untuk kategori Matematika, mereka bersaing dengan tiga tim lainnya asal beda negara. Sedangkan dalam ajang APCYS 2017 tersebut, duet Wiwekananda-Yogananda juga harus bersaing dengan ratusan tim dari negara se-Asia Pasifik yang ikut ber-kompetisi.
Setelah sukses dengan prestasi satu tim (sebagai runner-up), Wiwekananda dan Yogananda kemudian harus berpisah pada ajang-ajang selanjutnya. Mereka harus bergabung dengan lain tim, agar pengalamannya bertambah. Selanjutnya, mereka pun melakukan penelitian yang berbeda-beda sesuai dengan timnya masing-masing. Dalam ajang Asian Science Camp di Manado, misalnya, Wiwekananda mendapat juara I dan best poster, sementara sang adik Yogananda mendapatkan predikat runner up best poster.
Ajang demi ajang kemudian diikuti dua remaja kembar asal Buleleng ini, meski dengan tim yang berbeda. Setelah di Manado, ada juga ajang internasional yang diselenggarakan di Jakarta, yakni International Youth Science Fair. Ajang ini diikuti oleh Yogananda, yang membuat penggaris CRC yang memiliki skala luas, skala keliling, dan skala jari-jari. Penggaris temuan Yogananda ini dinilai lebih akurat dalam membuat lingkaran. Penelitiannya ini dibawa ke ajang internasional di Thailand di mana Yogananda mendapat medali perunggu dan predikat best poster.
Sedangkan kakaknya, Wiwekananda, mengikuti ajang internasional ke Malaysia, dengan membawa penelitian ‘potensi daun bakau sebagai pengawet ikan’. Wiwekananda dan tim berhasil sabet medali perak. Keberhasilan si kembar Wiwekananda dan Yogananda ini ini tidak terlepas dari dukungan kedua orangtuanya.
Sekadar dicatat, ayah mereka yakni Prof Dr Nyoman Kertia juga dikenal sebagai peneliti. Prof Kertia baru saja menerima penghargaan sebagai ‘Peneliti Senior Berprestasi Terbaik Nasional 2018’ dari Kementerian Kesehatan, 10 November lalu, atas ketekunannya meneliti obat herbal selama puluhan tahun dan dedikasinya terhadap ilmu kesehatan. Bukan hanya itu, Prof Kertia juga akan menerima ‘Hak Paten Terbaik Nasional 2018’ untuk pengembangan obat herbal, hak cipta, hak merk, dan izin edar obat rematik. *ind
Komentar