Gunakan Panggung Seni Instalasi Gurita Raksasa
Berawa Beach Arts Festival (BBAF) Siap Digelar
MANGUPURA, NusaBali
Berawa Beach Arts Festival (BBAF) kembali akan digelar pada 23–26 Mei 2019 mendatang di Pantai Berawa, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Badung. Event yang untuk kedua kalinya digelar ini mengangkat tema ‘Pasisi Lango: Deep Blue Spirit’. Ada yang menarik, pihak panitia berencana menggunakan panggung dengan konsep unik dan interaktif yakni dengan karya seni ‘Gurita Raksasa’.
‘Gurita Raksasa’ yang dibikin dari anyaman bambu saat ini tengah dikerjakan oleh sekitar 50 orang pekerja. Ditarget, pengerjaan tuntas pada 20 Mei 2019, atau tiga hari sebelum BBAF resmi digelar.
Direktur Artistik Berawa Beach Art Festival Ketut Putrayasa, menyebut karya tersebut sebagai penanda bahwa pesisir atau laut sejatinya juga menjadi bagian dari peradaban. “Gurita itu hanya sebagai metafor. Kita maunya ke depannya budaya pesisir itu menjadi sentral. Selama ini kebudayaan itu hanya bertumpu di daratan, sedangkan potensi laut itu dilupakan,” ujarnya.
“Sebenarnya laut memiliki potensi yang besar yang perlu kita angkat, supaya tidak terlupakan. Semenjak kerajaan Sriwijaya runtuh, kedatangan para kolonial justru semua perababan yang ada di nusantara bertumpunya di daratan. Padahal, kalau dilihat dari sejarah, kebudayaan berawal dari pesisir, termasuk dulu antarwilayah melalui jalur laut,” imbuh Putrayasa.
Di samping itu, katanya, gurita sebagai visual, gurita secara artistik paling berbeda dari biota laut lainnya. Bentuknya berubah-ubah, gurita itu sangat dinamis. “Begitu juga dengan keadaan daerah pesisir yang juga dinamis,” kata pria alumni ISI Denpasar, ini.
Gurita raksasa itu nanti sekaligus akan dijadikan panggung dengan tinggi sekitar 20 meter dengan panjang tentakel keseluruhan mencapai 300 meter yang membentang di pesisir pantai. Tentakel ini juga nantinya akan menjadi bagian dari stand-stand, booth festival, dan lainnya.
Adapun bahan yang digunakan adalah dari anyaman bambu yang bahan bakunya dipasok dari Gianyar. Penggunaan bahan ramah lingkungan ini sesuai dengan semangat dari penyelenggaraan BBAF kali ini. “Selama ini laut hanya dijadikan background dan tidak pernah dijadikan panggung. Kini kami ingin menghadirkan laut sebagai panggung,” tandasnya.
Proses pembuatan karya ini sudah sekitar satu bulan lalu. Satu minggu dikerjakan di indoor (di bengkel) dan tiga minggu dikerjakan langsung di outdoor atau Pantai Berawa, lokasi berlangsungnya BBAF. “Yang mengerjakan 50 pekerja. Mereka bekerja dari pukul 08.00 sampai 21.00 Wita. Sejauh ini semua berjalan lancar, yang dikhawatirkan adalah air pasang,” aku Putrayasa.
“Kami targetkan pengerjaan selesai pada 20 Mei 2019. Sehingga, nanti pada saat kegiatan dimulai, panggung sudah siap digunakan. Kami optimis selesai tepat waktu,” tegasnya.
Disinggung berapa anggaran yang dikucurkan untuk kaya seni ‘Gurita Raksasa’, pria asal Banjar Tandeg, Desa Tibubeneng tersebut mengungkapkan nilainya sekitar Rp 450 juta. “Anggaran bersumber dari sejumlah sponsor yang mendukung kegiatan BBAF kali ini,” ungkapnya.
Dia berharap pelaksanaan BAAF kali kedua ini dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Pantai Berawa, sebab potensi dan keindahan pantai di wilayah tersebut tidak kalah dari daerah lain. Lantaran panggung dengan gaya yang unik, pihak panitia akan mengajukan untuk mendapatkan rekor dari MURI untuk kategori karya seni unik instalasi gigantik/terbesar yang mengangkat binatang laut gurita. *asa
‘Gurita Raksasa’ yang dibikin dari anyaman bambu saat ini tengah dikerjakan oleh sekitar 50 orang pekerja. Ditarget, pengerjaan tuntas pada 20 Mei 2019, atau tiga hari sebelum BBAF resmi digelar.
Direktur Artistik Berawa Beach Art Festival Ketut Putrayasa, menyebut karya tersebut sebagai penanda bahwa pesisir atau laut sejatinya juga menjadi bagian dari peradaban. “Gurita itu hanya sebagai metafor. Kita maunya ke depannya budaya pesisir itu menjadi sentral. Selama ini kebudayaan itu hanya bertumpu di daratan, sedangkan potensi laut itu dilupakan,” ujarnya.
“Sebenarnya laut memiliki potensi yang besar yang perlu kita angkat, supaya tidak terlupakan. Semenjak kerajaan Sriwijaya runtuh, kedatangan para kolonial justru semua perababan yang ada di nusantara bertumpunya di daratan. Padahal, kalau dilihat dari sejarah, kebudayaan berawal dari pesisir, termasuk dulu antarwilayah melalui jalur laut,” imbuh Putrayasa.
Di samping itu, katanya, gurita sebagai visual, gurita secara artistik paling berbeda dari biota laut lainnya. Bentuknya berubah-ubah, gurita itu sangat dinamis. “Begitu juga dengan keadaan daerah pesisir yang juga dinamis,” kata pria alumni ISI Denpasar, ini.
Gurita raksasa itu nanti sekaligus akan dijadikan panggung dengan tinggi sekitar 20 meter dengan panjang tentakel keseluruhan mencapai 300 meter yang membentang di pesisir pantai. Tentakel ini juga nantinya akan menjadi bagian dari stand-stand, booth festival, dan lainnya.
Adapun bahan yang digunakan adalah dari anyaman bambu yang bahan bakunya dipasok dari Gianyar. Penggunaan bahan ramah lingkungan ini sesuai dengan semangat dari penyelenggaraan BBAF kali ini. “Selama ini laut hanya dijadikan background dan tidak pernah dijadikan panggung. Kini kami ingin menghadirkan laut sebagai panggung,” tandasnya.
Proses pembuatan karya ini sudah sekitar satu bulan lalu. Satu minggu dikerjakan di indoor (di bengkel) dan tiga minggu dikerjakan langsung di outdoor atau Pantai Berawa, lokasi berlangsungnya BBAF. “Yang mengerjakan 50 pekerja. Mereka bekerja dari pukul 08.00 sampai 21.00 Wita. Sejauh ini semua berjalan lancar, yang dikhawatirkan adalah air pasang,” aku Putrayasa.
“Kami targetkan pengerjaan selesai pada 20 Mei 2019. Sehingga, nanti pada saat kegiatan dimulai, panggung sudah siap digunakan. Kami optimis selesai tepat waktu,” tegasnya.
Disinggung berapa anggaran yang dikucurkan untuk kaya seni ‘Gurita Raksasa’, pria asal Banjar Tandeg, Desa Tibubeneng tersebut mengungkapkan nilainya sekitar Rp 450 juta. “Anggaran bersumber dari sejumlah sponsor yang mendukung kegiatan BBAF kali ini,” ungkapnya.
Dia berharap pelaksanaan BAAF kali kedua ini dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Pantai Berawa, sebab potensi dan keindahan pantai di wilayah tersebut tidak kalah dari daerah lain. Lantaran panggung dengan gaya yang unik, pihak panitia akan mengajukan untuk mendapatkan rekor dari MURI untuk kategori karya seni unik instalasi gigantik/terbesar yang mengangkat binatang laut gurita. *asa
1
Komentar