Sering Dibon oleh Sekaa Gong dari Berbagai Desa
Selain terpilih sebagai pemain seruling tunggal dalam Sekaa Drama Gong Duta Budaya Buleleng, Putu Putra Dana juga sempat jadi runner up Pesta Kesenian Bali bersama Gong Kebyar Desa Sawan
Putu Putra Dana, Penderita Tangan Buntung yang Piawai Mainkan Seruling
SINGARAJA, NusaBali
Seorang penyandang tuna daksa asal Banjar Dukuh, Desa/Kecamatan Sawan, Buleleng, Putu Putra Dana, 51, mendadak terkenal melalui media sosial instagram dan facebook (FB). Penyandang disabilitas berusia 51 tahun ini jadi perbincangan, setelah mengunggah video kepiawaiannya memainkan seruling dengan tangan buntung sebelah. Terungkap, kepiawaiannya memainkan serulung dalam kondisi keterbatasan fusik, membuat Putu Putra Dana sering dibon (diajak gabung dengan dibayar) oleh sekaa gong berbagai desa.
Video memainkan seruling dalam kondisi tangan buntung yang direkam sendiri oleh Putu Putra Dana tersebut menjadi viral di media sosal, sejak beberapa pekan belakangan. Saat ditemui NusaBali di rumahnya kawasan Banjar Dukuh, Desa Sawan, Jumat (17/5), Putu Putra Dana sempat menceritakan kisah hidupnya hingga piawai memainkan seruling.
Keterbatasan fisiknya bukan halangan untuk berkesenian. Tangannya yang tidak sempurna masih bisa dengan cekatan mengatur dan menutup lubang seruling. Menurut Putra Dana, dirinya sudah selama 33 tahun bermain seruling sejak tamat SMP sekitar pada 1986. Saat pertama kali belajar bermain seruling, kondisi tangannya sudah tidak sempurna.
Putra Dana sendiri kehilangan setengah tangan kirinya, karena terpotong mesin penggiling akibat musibahpada 1977 ketika usianya baru menginjak 9 tahun. Ketika itu, Putra Dana yang masih Kelas III SD baru pulang sekolah. Nah, di tengah perjalanan pulang, dia bertemu ibunya, Nyoman Sari, yang akan membawa gabah ke penggilingan. “Saya putuskan ikut ibu ke tempat penggilingan gabah. Entah bagaimana awalnya, mungkin saya waktu itu nakal, tangan saya terpotong mesin,” kenang pria kelahiran tahun 1968 ini.
Putra Dana yang kemudian tumbuh dalam kondisi tanpa tangan kiri, bukan lantas minder. Dia tetap melanjutkan sekolah hingga jenjang SMP. Anak sulung dari tujuh bersaudara pasangan almarhum Ketut Mider dan Nyoman Sari yang lahir di tengah keluarga miskin ini, mendapat kesempatan sekolah SMP secara gratis. Pihak sekolah membebaskan dirinya bayar SPP.
“Karena kondisi ekonomi keluarga saya serba kekurangan dan saya mengalami cacat fisik, saya diberikan kesempatan sekolah tidak membayar SPP. Wali kelas dan guru-guru saat itu mengupayakan SPP saya,” cerita lulusan SMPN 1 Sawan, Buleleng ini.
Setelah tamat SMP tahun 1986, Putra Dana tidak bisa melanjutkan ke jenjang SMA. Dengan keterbatasan fisiknya, dia mulai belajar bermain seruling. Tanpa guru dan ikut dalam sanggar seni, Putra Dana belajar secara otodidak. Pada 1987, Putra Dana diajak bergabung jadi Sekaa Gong Desa Sawan, ketika usianya baru 19 tahun.
Sejak itu, keterampilannya bermain seruling semakin terasah. Dana Putra pun terpilih sebagai pemain seruling Sekaa Drama Gong Duta Budaya Buleleng tahun 1990. Saat itu, dia diajak manggung ke berbagai tempat di Bali. “Saya bermain seruling secara tunggal di Sekaa Drama Gong Duta Budaya Buleleng,” papar Putra Dana.
Setahun kemudian, tepatnya 1991, pihak adat memilih Putra Dana sebagai anggota definitif Sekaa Gong Desa Sawan. Hal itu semakin melecut semangat Putra Dana untuk berkesenian dalam kondisi keterbatasan fisik.
Kepiawaian Putra Dana memainkan seruling sempat membawa nama baik Kabupaten Buleleng pada 1992. Saat itu, Putra Dana bersama Sekaa Gong Kebyar Desa Sawan terpilih mewakili Buleleng dalam Lomba Gong Kebyar Pesta Kesenian Bali (PKB) 1992 di Taman Budaya Art Centre Denpasar. Hebatnya, Sekaa Gong Kebyar Desa Sawan keluar sebagai runner-up se-Bali.
Berselang 26 tahun kemudian, pada 2018, Putra Dana bersama Sekaa Gong Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan juga sempat menghibur wisatawan kapal pesiar di Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan. Selian itu, Putra Dana banyak punya pengalaman pentas di luar Buleleng. Dia biasa dibon (diajak bergabung pentas dengan dibayar) oleh beberapa sekaa gong lintas desa, untuk menjadi pemain seruling.
Hingga saat ini, Putra Dana tetap bertahan dan berkesenian sebagai bagian untuk ngayah. Hanya saja, Putra Dana mengakui undangan untuk sekaa gong atau sekaa angklung yang diikutinya saat ini tidak seramai dulu. “Kalau dulu, dalam seminggu saya bisa dibon tiga kali. Tapi sekarang sepi, dalam sebulan belum tentu ada undangan,” jelas ayah tiga anak ini.
Selain memainkan seruling, Putra Dana juga bisa membuat seruling dengan kualitas prima. Seruling buatannya bukan hanya untuk dipakai sendiri, tapi juga banyak pesanan dari pande gong (pembuat gong, Red) atau sekaa gong yang ada di Buleleng. “Namun, penghasilan membuat seruling sama seperti musim rambutan, ibaratnya datang setahun sekali. Makanya, saya harus memutar otak agar dapat penghasilan dan keluarga bertahan hidup,” tutur Putra Dana.
Menurut Putra Dana, dirinya tak bisa hanya mengandalkan upah menjadi pemain seruling yang datang 6 bulan sekali, dengan bayaran kisaran hanya Rp 200.000 hingga Rp 250.000. Putra Dana dan istrinya, Luh Karmini, harus membanting tulang untuk menyekolahkan anak dan memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Selain menjadi seniman seruling, Putra Dana juga bekerja sebagai petani peng-garap. Dia mengolah lahan seluas 20 are milik majikannya yang ditanami padi. Selain itu, dia juga memelihara sapi. Sedangkan istrinya, bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Desa Sawan.
Meski order sepi, Putra Dana tidak lantas meninggalkan kesenian bermain seruling. “Saya tetap berkesenian, karena memang suka dari kesil. Dengan seruling, saya juga bisa ngayah di desa atau di pura. Kalau tidak mau ikut sekaa gong, saya takut dibilang sombong,” katanya. *k23
Komentar