Ekseskusi Tanah Negara, Samsi Ancam Gugat Pemkab Jembrana
Satpol PP Jembrana melaksanakan eksekusi Tanah Negara seluas 35,4 are di Banjar Munduk Ranti, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Jembrana, Jumat (3/6).
NEGARA, NusaBali
Tanah Negara itu diklaim milik Samsi, 56, sehingga menimbulkan polemik dengan Desa Pakraman Tukadaya. Eksekusi berjalan lancar, namun Samsi mengancam menggugat Pemkab Jembrana secara hukum.
Ancaman itu disampaikan kuasa hukum Samsi, Bambang Suharso, saat eksekusi berlangsung. Eksekusi kemarin ditandai membersihkan bekas bangunan di lahan yang telah ditetapkan sebagai Tanah Negara sesuai dengan hasil pengukuran BPN KP Jembrana pada bulan Mei 2015. Samsi tak menghadiri eksekusi yang dikawal TNI dan kepolisian.
“Kami akan layangkan gugatan. Klien kami masih berusaha mengumpulkan dana untuk mendaftarkan perkaranya,” ungkap Bambang Suharso. Dikatakan, Samsi ajukan gugatan karena ada kejanggalan klaim Tanah Negara itu. Meski telah dinyatakan sebagai Tanah Negara sejak tahun 2010, kliennya masih tetap mendapat tagihan pajak atau Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang akan dilampirkan sebagai bukti gugatan. “Tahun ini SPPT juga masih diterima. Bahkan yang mengantar aparat desa,” tambahnya.
Selain dasar SPPT, Bambang juga menunjukkan sertifikat milik Samsuri, yang tidak lain merupakan saudara Samsi, sekaligus penyanding tanah sengketa itu. Dalam sertifikatnya, tertera tanah yang dinyatakan sebagai Tanah Negara adalah tanah hak milik. Berdasarkan pipil, tanah yang berada di pinggir sungai tersebut diklaim merupakan bagian tanah milik Samsi. “Jangan kami dibodoh-bodohi menyatakan ini Tanah Negara dengan alasan lokasinya di pinggir sungai. Ini tanah warisan kakek suami saya,” ujar istri Samsi, Khotimah, yang menyaksikan eksekusi kemarin.
Sekkab Jembrana Gede Gunadnya menerangkan, langkah eksekusi merupakan jalan terakhir. Tim Yustisi Jembrana yang melakukan kajian sudah melakukan upaya pendekatan kepada Samsi, agar mau membongkar sendiri bangunannya. Hingga tiga kali diperingatkan, tetap tidak diindahkan, sehingga dilakukan eksekusi. Setelah dibersihkan, lahan yang telah disterilkan itu nantinya bisa dimanfaatkan Pemkab Jembrana. Entah untuk membangun jalan atau membangun Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Mengenai ancaman gugatan, Gunadnya mempersilahkan sebagai hak ketika merasa dirugikan. Ditegaskan, tindakan eksekusi memiliki dasar kuat, bukan tindakan semena-mena. “Ya silahkan saja (digugat). Malah lebih baik, sehingga nanti ada kepastian hukum. Apakah memang Tanah Negara atau hak milik,” ujar Gunadnya saat ditemui di lokasi eksekusi.
Eksekusi kemarin melibatkan dua peleton atau sekitar 75 personel Sat Pol Jembrana. Selain tiga bangunan yang memang sudah hancur, juga ada pembongkaran satu rumah bambu serta separuh bangunan terbuka milik keluarga Samsi. Setelah seluruh bangunan dibersihkan dengan cara manual, Satpol PP pasang plang bertuliskan Tanah Negara.
Puncak ketegangan klaim Tanah Negara oleh Samsi ini terjadi pada tahun 2015. Krama Desa Pakraman Tukadaya membongkar paksa tiga bangunan di atas tanah yang diklaim milik Samsi. Akibat terjadi pergolakan, Pemkab Jembrana melalui Tim Yustisi memastikan status tanah dengan pengukuran dari BPN KP Jembrana pada bulan Mei 2015.
Hasilnya, ditemukan fakta mengenai silsilah tanah yang sempat diambil untuk diukur seluas 78,6 are. Dari total tanah tersebut, yang di bagian utara dengan luas 43,2 are adalah tanah bersertifikat. Kemudian dari tanah bersertifikat itu, 34 are di antaranya tercatat merupakan tanah warisan dari almarhum ayah keluarga Samsi, Talaah. Talaah memiliki 7 orang anak sebagai pewaris. Namun tanah 34 are yang berbentuk persegi empat itu sepakat diberikan kepada tiga anaknya, mulai dari paling utara, Arbei (10 are), Samsi (10 are), dan Samsuri (14 are). Sementara sisa tanah seluas 35,4 are yang beberapa bagian diklaim masuk sebagai tanah warisan dari almahum kakek Samsi itu, dinyatakan Tanah Negara. 7 ode
Komentar