Kejati Tagih Berkas Perkara Sudikerta ke Polisi
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Hasan Kurnia, membantah adanya pelimpahan perkara dugaan penipuan dan penggelapan dengan tersangka mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta, ke Kejati Bali pada, Selasa (21/5).
DENPASAR, NusaBali
Malah Aspidum menagih balik berkas yang kini tak kunjung dikirimkan penyidik Polda Bali ke kejaksaan. Pernyataan Aspidum, Hasan Kurnia, ini menampik pernyataan Kasubdit V Siber Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP I Gusti Ayu Suinaci, yang mengatakan berkas perkara dengan tersangka Sudikerta sudah lengkap alias P-21 dan akan dilimpahkan, Selasa kemarin. “Tidak ada pelimpahan Sudikerta hari ini,” tegas Aspidum, Hasan Kurnia yang dikonfirmasi via telepon, Selasa siang.
Mantan Kajari Bima, NTB ini malah menagih balik berkas perkara penipuan dan penggelapan Rp 150 miliar dengan tersangka Sudikerta. Pasalnya, sejak mengirimkan SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) sebulan lalu, penyidik kepolisian belum juga mengirimkan berkas perkara kepada kejaksaan. “Sampai hari ini kami belum pernah terima berkas perkaranya,” tegas Hasan Kurnia.
Kejati juga sudah sempat memberikan perpanjangan penahanan selama 40 hari untuk Sudikerta sesuai permintaan penyidik Polda Bali pada, Kamis (25/4) lalu. Namun sampai saat ini jaksa yang ditunjuk menangani perkara ini sama sekali belum mendapatkan berkas perkara.
Seperti diketahui, sebelumnya Kejati Bali sudah menunjuk tiga jaksa senior untuk menangani perkara penipuan dan penggelapan tanah yang dilaporkan bos PT Maspion, Alim Markus. Tiga jaksa senior tersebut, yaitu I Ketut Sujaya, Eddy Artha Wijaya dan Martinus.
Kasus ini berawal pada 2013 lalu saat Maspion Grup melalui anak perusahaannya PT Marindo Investama ditawarkan tanah seluas 38.650 m2 (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 m2 (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Desa Balangan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung oleh Sudikerta.
Tanah ini disebut berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, di mana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan pada akhir 2013. Nah, beberapa bulan setelah transaksi barulah diketahui jika SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 m2 merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 m2 sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez
Mantan Kajari Bima, NTB ini malah menagih balik berkas perkara penipuan dan penggelapan Rp 150 miliar dengan tersangka Sudikerta. Pasalnya, sejak mengirimkan SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) sebulan lalu, penyidik kepolisian belum juga mengirimkan berkas perkara kepada kejaksaan. “Sampai hari ini kami belum pernah terima berkas perkaranya,” tegas Hasan Kurnia.
Kejati juga sudah sempat memberikan perpanjangan penahanan selama 40 hari untuk Sudikerta sesuai permintaan penyidik Polda Bali pada, Kamis (25/4) lalu. Namun sampai saat ini jaksa yang ditunjuk menangani perkara ini sama sekali belum mendapatkan berkas perkara.
Seperti diketahui, sebelumnya Kejati Bali sudah menunjuk tiga jaksa senior untuk menangani perkara penipuan dan penggelapan tanah yang dilaporkan bos PT Maspion, Alim Markus. Tiga jaksa senior tersebut, yaitu I Ketut Sujaya, Eddy Artha Wijaya dan Martinus.
Kasus ini berawal pada 2013 lalu saat Maspion Grup melalui anak perusahaannya PT Marindo Investama ditawarkan tanah seluas 38.650 m2 (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 m2 (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Desa Balangan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung oleh Sudikerta.
Tanah ini disebut berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, di mana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan pada akhir 2013. Nah, beberapa bulan setelah transaksi barulah diketahui jika SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 m2 merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 m2 sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez
Komentar