Bupati Eka Dorong Pemerintah Pusat Fasilitasi Pembentukan Badan Pengelola WBD
Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti menghadiri rapat koordinasi (rakor) dalam rangka pemaparan komitmen Pemkab Tabanan, krama subak, desa adat, dan lembaga lainnya dalam melestarikan warisan budaya dunia (WBD), di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pada Selasa (21/5).
TABANAN, NusaBali
Bupati menjelaskan terkait salah kaprah dan meluruskan wacana yang berkembang liar selama ini tentang WBD di Tabanan.
Di acara yang dihadiri Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud Najamuddin Ramly, Deputi Bidang Koordinasi dan Kebudayaan Nyoman Shuida, dan Asisten Deputi Warisan Budaya Pamuji Lestari, Bupati Eka mendorong pemerintah pusat memfasilitasi pembentukan Badan Pengelola Warisan Budaya Dunia (WBD) di Tabanan terkait Cultural Lanscape of Bali Province : The Subak System as a Manifestation of The Tri Hita Karana (subak sebagai manisfestasi Tri Hita Karana).
“Saat ini belum ada payung hukum untuk Badan Pengelola WBD Jatiluwih. Untuk saat ini status Jatiluwih adalah situs cagar budaya yang berlandaskan Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Kami akan segera berkoordinasi dengan Provinsi Bali, Kemenko PMK, Kemendikbud, Bappenas, Kementan, KemenPUPR, dan intansi terkait lainnya untuk segera membentuk Badan Pengelola WBD tersebut. Nantinya Badan Pengelola WBD akan dikomandoi oleh Gubernur Bali atas dasar SK dari Kemenko PMK,” kata Bupati Eka.
Dijelaskannya, pemerintah telah melakukan berbagai program untuk mensejahterakan petani Jatiluwih. Bukan karena predikat WBD tetapi jauh sebelum adanya WBD, Pemkab Tabanan, krama subak, desa adat, dan lembaga lainnya berkomitmen melestarikan bukan hanya subak di Jajar Kemiri Batukau sebagai WBD namun seluruh subak yang ada di Tabanan. Dan tidak dipungkiri juga bahwa status WBD tersebut menambah semangat Pemkab Tabanan serta unsur terkait dalam melestarikan sistem subak.
“Kami saat ini tidak menerima dana apapun dari UNESCO sebagai pemberi status WBD, namun kami terus berusaha untuk mensejahterakan petani kami. Program yang kami lakukan adalah pembebasan pajak bumi bangunan kepada para petani di sekitar WBD, memberikan subsidi bibit dan pupuk, asuransi jika terjadi gagal panen, memberikan pelatihan untuk mengolah hasil pertanian, membeli hasil pertanian dengan harga yang tinggi, pemberian asuransi kesehatan dan santunan kematian serta program pro petani lainnya,” paparnya.
“Lahan pertanian di Jatiluwih dilindungi oleh Perda Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kawasan Jalur Hijau, Perbup Nomor 27 Tahun 2011 tentang Penetapan Sawah Berkelanjutan sebagai Sawah Abadi, Perbup Nomor 34 Tahun 2011 tentang Penetapan Kawasan Pelestarian Warisan Budaya,” katanya.
Bupati Eka berharap kontribusi dari pemerintah pusat dan semua elemen masyarakat sehingga apa yang diinginkan benar-benar bisa tercapai demi kebaikan bersama. “Pemerintah Kabupaten Tabanan tidak dapat berjalan sendiri, kami memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Saya di sini mewakili masyarakat Tabanan mengharapkan dukungan dari semua masyarakat Indonesia, karena Jatiluwih adalah wajah Indonesia di mata dunia,” tandasnya. *des
Di acara yang dihadiri Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kemendikbud Najamuddin Ramly, Deputi Bidang Koordinasi dan Kebudayaan Nyoman Shuida, dan Asisten Deputi Warisan Budaya Pamuji Lestari, Bupati Eka mendorong pemerintah pusat memfasilitasi pembentukan Badan Pengelola Warisan Budaya Dunia (WBD) di Tabanan terkait Cultural Lanscape of Bali Province : The Subak System as a Manifestation of The Tri Hita Karana (subak sebagai manisfestasi Tri Hita Karana).
“Saat ini belum ada payung hukum untuk Badan Pengelola WBD Jatiluwih. Untuk saat ini status Jatiluwih adalah situs cagar budaya yang berlandaskan Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Kami akan segera berkoordinasi dengan Provinsi Bali, Kemenko PMK, Kemendikbud, Bappenas, Kementan, KemenPUPR, dan intansi terkait lainnya untuk segera membentuk Badan Pengelola WBD tersebut. Nantinya Badan Pengelola WBD akan dikomandoi oleh Gubernur Bali atas dasar SK dari Kemenko PMK,” kata Bupati Eka.
Dijelaskannya, pemerintah telah melakukan berbagai program untuk mensejahterakan petani Jatiluwih. Bukan karena predikat WBD tetapi jauh sebelum adanya WBD, Pemkab Tabanan, krama subak, desa adat, dan lembaga lainnya berkomitmen melestarikan bukan hanya subak di Jajar Kemiri Batukau sebagai WBD namun seluruh subak yang ada di Tabanan. Dan tidak dipungkiri juga bahwa status WBD tersebut menambah semangat Pemkab Tabanan serta unsur terkait dalam melestarikan sistem subak.
“Kami saat ini tidak menerima dana apapun dari UNESCO sebagai pemberi status WBD, namun kami terus berusaha untuk mensejahterakan petani kami. Program yang kami lakukan adalah pembebasan pajak bumi bangunan kepada para petani di sekitar WBD, memberikan subsidi bibit dan pupuk, asuransi jika terjadi gagal panen, memberikan pelatihan untuk mengolah hasil pertanian, membeli hasil pertanian dengan harga yang tinggi, pemberian asuransi kesehatan dan santunan kematian serta program pro petani lainnya,” paparnya.
“Lahan pertanian di Jatiluwih dilindungi oleh Perda Nomor 6 Tahun 2014 tentang Kawasan Jalur Hijau, Perbup Nomor 27 Tahun 2011 tentang Penetapan Sawah Berkelanjutan sebagai Sawah Abadi, Perbup Nomor 34 Tahun 2011 tentang Penetapan Kawasan Pelestarian Warisan Budaya,” katanya.
Bupati Eka berharap kontribusi dari pemerintah pusat dan semua elemen masyarakat sehingga apa yang diinginkan benar-benar bisa tercapai demi kebaikan bersama. “Pemerintah Kabupaten Tabanan tidak dapat berjalan sendiri, kami memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Saya di sini mewakili masyarakat Tabanan mengharapkan dukungan dari semua masyarakat Indonesia, karena Jatiluwih adalah wajah Indonesia di mata dunia,” tandasnya. *des
1
Komentar