Sekolah Gratis, Setiap Siswa Disiapkan Bosda Rp 900.000 Per Tahun
Gubernur Koster memastikan semua sekolah negeri dan swasta akan diberikan dana Bosda, sehingga pendidikan di Bali nantinya bisa gratis dan berkualitas
Pemprov Bali Wacanakan Anggaran Rp 22 Miliar dalam Setahun untuk SMA/SMK Swasta
DENPASAR, NusaBali
Para orangtua siswa di Bali tidak perlu khawatir lagi harus keluar biaya sekolah banyak jika anak mereka tidak diterima masuk di SMA/SMK Negeri. Pasalnya, Pemprov Bali akan siapkan anggaran Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) sekitar Rp 22 miliar untuk SMA/SMK swasta se-Bali, sehingga siswa bisa sekolah tanpa dikenai pungutan alias gratis.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali, Ketut Ngurah Boy Jayawibawa, mengatakan kebijakan Bosda untuk SMA/SMK swasta di Bali ini rencananya akan diberlakukan tahun depan. Menurut Ngurah Boy, kebijakan ini merupakan usulan Gubernur Bali Waan Koster.
“Menurut Bapak Gubernur, tidak ada yang namanya sekolah negeri dan swasta. Yang ada adalah sekolah pemerintah dan masyarakat. Keduanya harus diayomi," ujar Ngurah Boy di sela-sela acara sosialisasi aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk SMA/SMK Negeri Tahun Ajaran 2019/2020 di Aula Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Kamis (23/5).
Ngurah Boy menyebutkan, untuk SMA swasta, setiap siswa dianggarkan Pemprov Bali dapat Bosda sebesar Rp 900.000 per tahun. Sedangkan setiap siswa SMK swasta, dianggarkan Bosda lebih besar dari Rp 900.000 per tahun, karena kebutuhan mereka memang lebih besar untuk biaya kegiatan praktek.
Total anggaran Bosda untuk siswa SMA/SMK swasta dan bantuan bagi siswa miskin yang disiapkan Pemprov Bali dalam setahun, dirancang mencapai sekitar Rp 22 miliar. “Kita sedang rancang ini. Tapi, karena sekarang tahun anggaran sudah berjalan, tentunya Bosda baru bisa direalisasikan melalui APBD Pereubahan 2019,” tegas Ngurah Boy.
Kenapa dikeluarkan kebijakan Bosda? Menurut Ngurah Boy, persoalan yang sering muncul saat PPDB adalah orangtua menginginkan anaknya masuk sekolah negeri, dengan alasan biaya sekolah di swasta mahal. Sedangkan PPDB sendiri bermaksud untuk pemerataan, agar tidak numplek di satu sekolah dan menekan paradigma lama tentang sekolah unggulan. Saat ini, sekolah SMA/SMK di Bali jumlahnya 360 unit, terdiri dari 140 sekolah negeri dan 220 sekolah swasta.
Meski Bosda diperuntukkan bagi SMA/SMK swasta, kata Ngurah Boy, bukan berarti kebijakan ini akan diberikan ke semua sekolah swasta. Pihaknya juga akan melihat sekolah tersebut dari sisi finansial. Sebab, ada juga sekolah swasta yang bertaraf internasional dan cukup mapan. “Kita lihat juga itu, tidak asal-asalan. Kita lihat dulu kemampuan sekolah tersebut,” katanya.
Di sisi lain, persoalan tenaga pengajar di sekolah swasta kadang juga menjadi pertimbangan para orangtua untuk menyekolahkan anak mereka di sana. Terkait hal tersebut, menurut Ngurah Boy, guru-guru negeri yang berprestasi bisa diperbantukan di swasta.
“Istilahnya, ada pemerataan. Guru-guru negeri yang memang berprestasi bisa diperbantukan. Jangankan guru negeri ke swasta, antar sekolah negeri saja guru yang memiliki kemampuan lebih agar diputar (di-rolling) ke sekolah-sekolah yang masih perlu dikembangkan prestasinya,” terang Ngurah Boy.
Dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Kamis kemarin, Gubernur Wayan Koster memastikan semua sekolah negeri dan swasta akan diberikan dana Bosda. Dengan begitu, pendidikan di Bali nantinya bisa gratis dan berkualitas. Berapa besaran anggarannya, akan dibahas bersama legislatif. “Kita akan kasi Bosda semuanya, supaya adil. Nanti dibahas dulu,” tegas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Sementara itu, Asisten Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Bali, Ni Nyoman Sri Widiyanti, yang diundang dalam acara sosialisasi kemarin, mengingatkan agar pelaksanaan PPDB dilakukan dengan konsisten. Jangan sampai di tengah jalan nanti malah terjadi kisruh, seperti pelaksanaaan tahun lalu hingga harus membuka PPDB gelombang kedua.
“Kami ingin standar operasional prosedur dilaksanakan lebih konsisten untuk diterapkan, agar jangan seperti tahun lalu. Sudah membuat reguasi dan teknis, tapi di tengah perjalanan ada persoalan teknis pelaksanaan, lalu terjadi kisruh lagi sampai buka gelombang kedua,” pinta Sri Widiyanti.
Pihak sekolah juga diminta jujur dalam menyampaikan kuota di sekolahnya. Jangan sampai terkesan pemaksaan menerima siswa melebihi daya tampung, sehingga berdampak mengurangi mutu pendidikan. “Sekolah harus benar-benar menyampaikan daya tampungnya. Kalau daya tampung 400, ya sampaikan 400, jangan bilang 300, sehingga ada sisa untuk gelombang berikutnya.”
Selain itu, Sri Widiyanti juga menyoroti masalah penerimaan lewat jalur prestasi yang kerap menuaui keluhan masyarakat, hingga kemudian dilaporkan ke Ombudsman. Tsri Widiyanti pun meminta ada verifikasi peserta lewat jalur kurang mampu, meskipun sudah terverifikasi sebagai penerima Kartu Indonesia Pintar.
“Kalau sekarang sudah jelas melalui verifikasi sertifikat. Kalau tahun sebelumnya, sempat ada yang menggunakan piagam Pesta Kesenian Bali (PKB), yang kemudian menimbulkan keributan. Belum lagi mengenai dinas yang mengesahkan atau mengetahui piagam tersebut,” tegas Sri Widiyanti. *ind,nat
1
Komentar