Lindungi Satwa Agar Tidak Punah, Warga Batungsel Tangkarkan Kijang
Kepedulian terhadap satwa dan lingkungan membuat I Putu Eka Antara dari Banjar Batungsel Kelod, Desa Batungsel, Kecamatan Pupuan, Tabanan membuat penangkaran Kijang.
TABANAN, NusaBali
Penangkaran yang sudah dilakukan sejak 1989 bertujuan untuk melindungi satwa agar tidak punah. Antara menceritakan, awal mula dia buat penangkaran dari almarhum sang ayah. Di daerah Batungsel saat itu banyak Kijang yang dimangsa ular. Sementara setiap 6 bulan sekali di Desa Pakraman Batungsel memerlukan Kijang yang digunakan sebagai upakara di Pura Tri Kahyangan Desa Pakraman Batungsel. “Supaya tidak punah maka kami putuskan untuk melakukan penangkaran, agar saat dipakai upakara tidak sulit mencari,” ujarnya, Kamis (23/5).
Dengan kondisi itupun dia memohon izin ke Polisi Hutan agar diizinkan menangkap Kijang untuk dijadikan induk penangkaran. Saat diizinkan itu dia menangkap 3 ekor Kijang terdiri dari dua kijang betina dan satu ekor Kijang jantan. “Saya buatkan penangkaran di lahan pribadi seluas 10 are,” imbuhnya.
Diakui Antara saat itu juga agar tidak menyalahi aturan, dia memohon izin kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. “Saat ini saya sudah memiliki izin penangkaran untuk Kijang, Rusa/Menjangan, Petu/Irengan,” tegasnya. Kini di tempat penangkaran milik Antara ada 6 ekor Kijang, terdiri dari 2 ekor jantan, 1 anak Kijang, dan 3 ekor betina. Selama melakukan penangkaran sudah berhasil mengembangbiakkan 25 ekor Kijang.
Kata dia, sejauh ini tidak ada kendala berarti dalam penangkaran Kijang yang dilakukan. Terkecuali ada satwa yang yang berkelahi terutama Kijang jantan ketika sedang birahi. Termasuk juga dari segi memberikan pakan diakui Antara tidak ada kesulitan. Karena pakan yang dicari seperti daun pucuk, daun kediwang, ketela rambat, dan sisa sayur gampang dicari di sekitaran tempat tinggal.
Bahkan diakui Antara saat ini dari penangkaran itu masyarakat Bali yang sedang melaksanakan upacara merasa terbantu atas penangkaran yang dilakukan. Karena mereka yang mencari Kijang untuk upakara tidak sulit.
Dan sesuai petunjuk dari BKSDA diperkenankan meminta upah pakan kepada yang memerlukan Kijang dengan harga Rp 7 juta – Rp 8 juta per ekor khusus masyarakat di luar Desa Batungsel. “Krama sedang melaksanakan upacara banyak yang menghubungi. Tetapi kadang saya tidak bisa memenuhi karena keseringan tidak ada stok, lantaran indukan itu melahirkan hanya setahun sekali,” tandasnya. *des
Dengan kondisi itupun dia memohon izin ke Polisi Hutan agar diizinkan menangkap Kijang untuk dijadikan induk penangkaran. Saat diizinkan itu dia menangkap 3 ekor Kijang terdiri dari dua kijang betina dan satu ekor Kijang jantan. “Saya buatkan penangkaran di lahan pribadi seluas 10 are,” imbuhnya.
Diakui Antara saat itu juga agar tidak menyalahi aturan, dia memohon izin kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali. “Saat ini saya sudah memiliki izin penangkaran untuk Kijang, Rusa/Menjangan, Petu/Irengan,” tegasnya. Kini di tempat penangkaran milik Antara ada 6 ekor Kijang, terdiri dari 2 ekor jantan, 1 anak Kijang, dan 3 ekor betina. Selama melakukan penangkaran sudah berhasil mengembangbiakkan 25 ekor Kijang.
Kata dia, sejauh ini tidak ada kendala berarti dalam penangkaran Kijang yang dilakukan. Terkecuali ada satwa yang yang berkelahi terutama Kijang jantan ketika sedang birahi. Termasuk juga dari segi memberikan pakan diakui Antara tidak ada kesulitan. Karena pakan yang dicari seperti daun pucuk, daun kediwang, ketela rambat, dan sisa sayur gampang dicari di sekitaran tempat tinggal.
Bahkan diakui Antara saat ini dari penangkaran itu masyarakat Bali yang sedang melaksanakan upacara merasa terbantu atas penangkaran yang dilakukan. Karena mereka yang mencari Kijang untuk upakara tidak sulit.
Dan sesuai petunjuk dari BKSDA diperkenankan meminta upah pakan kepada yang memerlukan Kijang dengan harga Rp 7 juta – Rp 8 juta per ekor khusus masyarakat di luar Desa Batungsel. “Krama sedang melaksanakan upacara banyak yang menghubungi. Tetapi kadang saya tidak bisa memenuhi karena keseringan tidak ada stok, lantaran indukan itu melahirkan hanya setahun sekali,” tandasnya. *des
1
Komentar