Gagal Tanam, Lahan 5 Hektare Dikembalikan
Sanggalangit Tidak Cocok Kembangkan Perkebunan
SINGARAJA, NusaBali
Lahan seluas 5 hektare di Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, gagal menghasilkan kontribusi pendapatan, menyusul pihak ketiga sebuah asosisasi pertanian membatalkan kerjasama pengelolaan dengan PD Swatantra. Pembatalan itu akibat sebagian besar komuditi tanaman buah unggul yang ditanam mati perlahan. PD Swatantra pun angkat tangan mengelola lahan tersebut.
Data yang dihimpun, lahan seluas 5 hektare di Desa Sanggalangit, sejak Februari 2017 dikerjasamakan oleh PD Swatantra dengan pihak ketiga untuk 10 tahun pertama. Tadinya lahan itu tidak produktif hanya berisi tanaman pohon kelapa yang sudah berumur tua. Setelah dikerjasamakan, pihak ketiga mengembangkan komoditi tanaman unggul seperti jambu kristal dan kelapa ginjah.
Tercatat di awal musim tanam, jumlah bibit jambu kristal yang ditanam sebanyak 12.000 pohon, kemudian kelapa ginjah sebanyak 1.000 pohon. Harapannya dengan komoditi itu, lahan seluas 5 hektare dalam tiga tahun sudah menemukan hasil yang berkesinambungan.
Dalam kerjasama itu, seluruh biaya produksi ditanggung oleh pihak ketiga. Sedangkan PD Swatantra hanya menyediakan lahan seluas 5 hektare tersebut. Ketika musim panen, PD Swatantra akan mendapat hasil sekitar 1 berbanding 2.
Namun belakangan, sejak lahan itu dikelola pada tahun 2017 lalu, sebagian besar bibit tanaman komuniditi unggulan yang ditanam mati perlahan. Upaya pergantian bibit telah dilakukan pihak ketiga namun selalu gagal.
Pihak ketiga kemudian mengadakan penelitian terhadap kesuburan lahan, ternyata terungkap air yang ada di lahan itu mengandung zat garam. Ini terjadi karena lokasi lahan berada di dekat pantai. Sehingga pihak ketiga membatalkan kerjasama tersebut setelah dua tahun berjalan.
Direktur Utama (Dirut) PD Swatantra, Ketut Siwa dikonfirmasi Jumat (24/5) mengakui pembatalan kerjasama tersebut. Alasan pembatalan itu karena pihak ketiga tidak ingin menanggung kerugian terlalu banyak akibat kondisi lahan yang tidak mendukung. “Sebenarnya sudah terus dilakukan upaya penanganan dengan mengganti tanaman yang mati dengan bibit yang baru. Tetapi karena airnya payau, sehingga tidak memungkinkan lahan itu dikelola menjadi perkebunan,” katanya.
Lebih lanjut, Dirut Siwa mengatakan, pembatalan kerjasama itu sudah diproses pada tahun 2018 lalu. Pembatalan itu pun sudah disampaikan kepada Bupati Buleleng selaku owner perusahaan daerah (PD) Swatantra. Sedangkan terhadap status lahan itu, Dirut Siwa mengaku sudah mengembalikan ke Badan Keuangan Daerah (BKD) Bidang Aset.
Menurut Siwa, pengembalian aset tersebut karena lahan tersebut tidak cocok dikembangkan untuk lahan perkebunan. Lahan itu disebutkan lebih tepat dijadikan tambak udang atau ikan. Sehingga, PD Swantantra tidak mempunyai hak mengelola lahan itu bila dijadikan tambak. “Kami sudah serahkan lahan itu ke Aset, biar nanti Aset yang memanfaatkan. Kalau dijadikan lahan perkebunan sudah tidak cocok, kalau dijadikan tambak, kami tidak punya hak, karena tufoksi PD Swatantra bergerak di perkebunan,” tandasnya. *k19
Data yang dihimpun, lahan seluas 5 hektare di Desa Sanggalangit, sejak Februari 2017 dikerjasamakan oleh PD Swatantra dengan pihak ketiga untuk 10 tahun pertama. Tadinya lahan itu tidak produktif hanya berisi tanaman pohon kelapa yang sudah berumur tua. Setelah dikerjasamakan, pihak ketiga mengembangkan komoditi tanaman unggul seperti jambu kristal dan kelapa ginjah.
Tercatat di awal musim tanam, jumlah bibit jambu kristal yang ditanam sebanyak 12.000 pohon, kemudian kelapa ginjah sebanyak 1.000 pohon. Harapannya dengan komoditi itu, lahan seluas 5 hektare dalam tiga tahun sudah menemukan hasil yang berkesinambungan.
Dalam kerjasama itu, seluruh biaya produksi ditanggung oleh pihak ketiga. Sedangkan PD Swatantra hanya menyediakan lahan seluas 5 hektare tersebut. Ketika musim panen, PD Swatantra akan mendapat hasil sekitar 1 berbanding 2.
Namun belakangan, sejak lahan itu dikelola pada tahun 2017 lalu, sebagian besar bibit tanaman komuniditi unggulan yang ditanam mati perlahan. Upaya pergantian bibit telah dilakukan pihak ketiga namun selalu gagal.
Pihak ketiga kemudian mengadakan penelitian terhadap kesuburan lahan, ternyata terungkap air yang ada di lahan itu mengandung zat garam. Ini terjadi karena lokasi lahan berada di dekat pantai. Sehingga pihak ketiga membatalkan kerjasama tersebut setelah dua tahun berjalan.
Direktur Utama (Dirut) PD Swatantra, Ketut Siwa dikonfirmasi Jumat (24/5) mengakui pembatalan kerjasama tersebut. Alasan pembatalan itu karena pihak ketiga tidak ingin menanggung kerugian terlalu banyak akibat kondisi lahan yang tidak mendukung. “Sebenarnya sudah terus dilakukan upaya penanganan dengan mengganti tanaman yang mati dengan bibit yang baru. Tetapi karena airnya payau, sehingga tidak memungkinkan lahan itu dikelola menjadi perkebunan,” katanya.
Lebih lanjut, Dirut Siwa mengatakan, pembatalan kerjasama itu sudah diproses pada tahun 2018 lalu. Pembatalan itu pun sudah disampaikan kepada Bupati Buleleng selaku owner perusahaan daerah (PD) Swatantra. Sedangkan terhadap status lahan itu, Dirut Siwa mengaku sudah mengembalikan ke Badan Keuangan Daerah (BKD) Bidang Aset.
Menurut Siwa, pengembalian aset tersebut karena lahan tersebut tidak cocok dikembangkan untuk lahan perkebunan. Lahan itu disebutkan lebih tepat dijadikan tambak udang atau ikan. Sehingga, PD Swantantra tidak mempunyai hak mengelola lahan itu bila dijadikan tambak. “Kami sudah serahkan lahan itu ke Aset, biar nanti Aset yang memanfaatkan. Kalau dijadikan lahan perkebunan sudah tidak cocok, kalau dijadikan tambak, kami tidak punya hak, karena tufoksi PD Swatantra bergerak di perkebunan,” tandasnya. *k19
Komentar