Sebelum ke PKB, 80 Penari Baris Jangkang Pelilit Mantapkan Latihan
Tari Baris Jangkang, Desa Pakraman Pelilit, Desa Pejukutan, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, akan dipentaskan dalam parade pembukaan event Pesta Kesenian Bali (PKB) 2019.
SEMARAPURA, NusaBali
Pentas ini melibatkan 80 penari. Para penari tersebut sudah mematangkan persiapan dengan latihan rutin di GOR Sampalan, Nusa Penida.
Sekretaris Desa (Sekdes) Pejukutan, Made Arsana Atmaja, mengatakan Tari Baris Jangkang Pelilit ini tampil pada 15 Juni 2019 mengisi parade bersama duta Klungkung, saat pembukaan PKB. Seperti diketahui kegiatan PKB dilaksanakan 15 Juni - 13 Juli 2019. "Untuk gladi tanggal 1 Juni," ujar Arsana, Kamis (23/5).
Karena melibatkan banyak penari yakni 80 orang maka diperlukan latihan agar gerakannya seragam, untuk latihan dipusatkan di GOR Sampalan. Tari Jangkang Pelilit ini juga sudah dipentaskan saat penutupan Semarapura Festival Semarapura, beberapa waktu lalu. "Tari Jangkang merupakan tari sakral yang dipersembahkan saat upacara piodalan di Pura Kahyangan Tiga, Desa Pakraman Pelilit," katanya.
Selain Tari Jangkang Pelilit, Kecamatan Nusa Penida juga mempersembahkan Sekaa Gong Baleganjur anak-anak dari Desa Lembongan, Jegeg Bagus (Desa Jungutbatu) serta pecalang saat parade pembukaan. Pembawa kober ditunjuk 4 desa di Kecamatan Nusa Peniea, yakni Desa Bungamekar, Desa Sakti, Desa Suana dan Desa Tanglad.
Sebagaimana diketahui, tari Baris Jangkang, Desa Pakraman Pelilit, sebagai tari sakral yang diyakini krama setempat, memiliki nilai magis tinggi. Tari yang dilengkapi senjata tombak ini menggambarkan sosok prajurit tangguh yang gagah berani dalam menghadapi musuh. Sebagai tari sakral, gerakan tari Baris Jangkang terbilang unik dan sulit ditiru.
Tak hanya itu, menurut tokoh masyarakat setempat, Made Monjong, perangkat gamelan iringan tarian ini juga terbilang sakral. Salah satu perangkat gamelan yang terbilang sakral adalah kempul. Dahulu, jika benda ini dipukul-pukul dan mengeluarkan suara mampu membuat musuh lari. Begitu kempul dipukul, musuh yang mendengar akan lari karena melihat padang ilalang seperti ujung tombak dan keris.
Tari Baris Jangkang Desa Pakraman Pelilit, kata Made Monjong sejatinya dibawakan oleh Sembilan penari. Ini sesuai dengan arah mata angin, dimana masing-masing penjuru mata angin dijaga satu orang. Pementasan tari Baris Jangkang Pelilit pada pembukaan NPF (Nusa Penida Festival) 2016, selain untuk melestarikan kesenian tradisional, juga diharapkan mampu meningkatkan kunjungan wisatawan.
Dikisahkan, sejarah Tari Baris Jangkang di Desa Pelilit, Nusa Penida, bermula dari seorang anak bernama I Jero Kulit yang lahir di tanah tandus, Desa Pakraman Pelilit. Dengan segala ketulusan, I Jero Kulit memutuskan untuk mengabdi atau ngayah sebagai pemelihara babi milik Raja Agung di Klungkung. Kesehariannya diisi dengan mengurus babi. Suatu ketika Jero Kulit merasa kaget karena baru menyadari bahwa tempat makanan ternak babi tersebut berupa alat gamelan kempul. Karena merasa kasihan Jero Kulit meminta kempul tersebut untuk dibawa pulang kampung halamannya.
Setelah Jero Kulit pulang membawa kempul, ternyata terjadi perang di tanah kelahirannya dengan desa sebelah. Maka, dia langsung memutuskan untuk bergabung, namun dia tidak membawa senjata apapun kecuali kempul tersebut. Setelah kempul itu dibunyikan mengeluarkan bunyi menggelagar hingga membuat padang ilalang bergetar dan membuat musuh lari ketakutan. Entah berapa abad lamanya, kisah keagungan kempul dan Jero Kulit itu dimanifestasikan dalam bentuk Tari Jangkang. Kata Jangkang berasal dari bahasa desa setempat, yaitu jungkang jungking yang berarti jatuh bangunnya padang ilalang, akibat getaran suara kempul saat perang tersebut. *wan
Sekretaris Desa (Sekdes) Pejukutan, Made Arsana Atmaja, mengatakan Tari Baris Jangkang Pelilit ini tampil pada 15 Juni 2019 mengisi parade bersama duta Klungkung, saat pembukaan PKB. Seperti diketahui kegiatan PKB dilaksanakan 15 Juni - 13 Juli 2019. "Untuk gladi tanggal 1 Juni," ujar Arsana, Kamis (23/5).
Karena melibatkan banyak penari yakni 80 orang maka diperlukan latihan agar gerakannya seragam, untuk latihan dipusatkan di GOR Sampalan. Tari Jangkang Pelilit ini juga sudah dipentaskan saat penutupan Semarapura Festival Semarapura, beberapa waktu lalu. "Tari Jangkang merupakan tari sakral yang dipersembahkan saat upacara piodalan di Pura Kahyangan Tiga, Desa Pakraman Pelilit," katanya.
Selain Tari Jangkang Pelilit, Kecamatan Nusa Penida juga mempersembahkan Sekaa Gong Baleganjur anak-anak dari Desa Lembongan, Jegeg Bagus (Desa Jungutbatu) serta pecalang saat parade pembukaan. Pembawa kober ditunjuk 4 desa di Kecamatan Nusa Peniea, yakni Desa Bungamekar, Desa Sakti, Desa Suana dan Desa Tanglad.
Sebagaimana diketahui, tari Baris Jangkang, Desa Pakraman Pelilit, sebagai tari sakral yang diyakini krama setempat, memiliki nilai magis tinggi. Tari yang dilengkapi senjata tombak ini menggambarkan sosok prajurit tangguh yang gagah berani dalam menghadapi musuh. Sebagai tari sakral, gerakan tari Baris Jangkang terbilang unik dan sulit ditiru.
Tak hanya itu, menurut tokoh masyarakat setempat, Made Monjong, perangkat gamelan iringan tarian ini juga terbilang sakral. Salah satu perangkat gamelan yang terbilang sakral adalah kempul. Dahulu, jika benda ini dipukul-pukul dan mengeluarkan suara mampu membuat musuh lari. Begitu kempul dipukul, musuh yang mendengar akan lari karena melihat padang ilalang seperti ujung tombak dan keris.
Tari Baris Jangkang Desa Pakraman Pelilit, kata Made Monjong sejatinya dibawakan oleh Sembilan penari. Ini sesuai dengan arah mata angin, dimana masing-masing penjuru mata angin dijaga satu orang. Pementasan tari Baris Jangkang Pelilit pada pembukaan NPF (Nusa Penida Festival) 2016, selain untuk melestarikan kesenian tradisional, juga diharapkan mampu meningkatkan kunjungan wisatawan.
Dikisahkan, sejarah Tari Baris Jangkang di Desa Pelilit, Nusa Penida, bermula dari seorang anak bernama I Jero Kulit yang lahir di tanah tandus, Desa Pakraman Pelilit. Dengan segala ketulusan, I Jero Kulit memutuskan untuk mengabdi atau ngayah sebagai pemelihara babi milik Raja Agung di Klungkung. Kesehariannya diisi dengan mengurus babi. Suatu ketika Jero Kulit merasa kaget karena baru menyadari bahwa tempat makanan ternak babi tersebut berupa alat gamelan kempul. Karena merasa kasihan Jero Kulit meminta kempul tersebut untuk dibawa pulang kampung halamannya.
Setelah Jero Kulit pulang membawa kempul, ternyata terjadi perang di tanah kelahirannya dengan desa sebelah. Maka, dia langsung memutuskan untuk bergabung, namun dia tidak membawa senjata apapun kecuali kempul tersebut. Setelah kempul itu dibunyikan mengeluarkan bunyi menggelagar hingga membuat padang ilalang bergetar dan membuat musuh lari ketakutan. Entah berapa abad lamanya, kisah keagungan kempul dan Jero Kulit itu dimanifestasikan dalam bentuk Tari Jangkang. Kata Jangkang berasal dari bahasa desa setempat, yaitu jungkang jungking yang berarti jatuh bangunnya padang ilalang, akibat getaran suara kempul saat perang tersebut. *wan
1
Komentar