BI Antisipasi Privatisasi Data
Data dianggap sebagai komoditas baru. Siapa yang punya data dia berkuasa. Itulah sebabnya BI tak ingin data transaksi digital dikuasai pihak tertentu.
Dampak Makin Maraknya Transaksi Secara Digital
JAKARTA, NusaBali
Bank Indonesia (BI) sedang menyiapkan infrastruktur pusat koneksi data (data hub) untuk transaksi sistem pembayaran digital di dalam negeri, agar data tersebut bisa diakses oleh publik dan tidak hanya dikuasai segelintir perusahaan tertentu.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta di Jakarta, Senin (27/5), mengatakan, dengan adanya data hub tersebut nantinya tak ada lagi privatisasi data oleh suatu pihak tertentu, sehingga risiko terhadap penyalahgunaan data bisa diminimalisasi.
"BI akan mendorong penggunaan data hub. Nantinya tidak hanya dimiliki satu perusahaan saja. Kita akan reformasi pengaturan, pengawasan, sampai pelaporannya kalau kita punya data hub itu," ujar Fili.
Dia juga melanjutkan, saat ini data adalah aset yang paling berharga, sehingga diharapkan dengan adanya data hub, maka dapat mempercepat pengembangan ekonomi digital. "Data itu seperti komoditas baru. Siapa yang punya data dia berkuasa. Tapi data tidak akan jadi apa-apa sampai kami mengelola data," kata dia.
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Erwin Haryono mencontohkan perkembangan perusahaan asal China, Alibaba hingga menjadi perusahaan e-commerce raksasa di dunia. Pada awalnya, perusahaan yang didirikan oleh Jack Ma tersebut hanya bergerak di bidang perdagangan onlinedan kemudian melalui Alipay, perusahaan tersebut mulai merambah uang elektronik hingga instrumen investasi.
Menurut Erwin, jika data yang dimiliki perusahaan seperti Alibaba bisa dibagikan ke ranah publik, maka perusahaan atau individu lainnya bisa turut mengembangkan ekonomi digital. Dengan begitu, data hub ini akan menjadi bendahara data yang dapat semakin mengembangkan bisnis ekonomi digital.
"Alibaba berkembang sangat cepat, karena dia datanya dipegang sendiri. Super kapitalis di negara komunis, karena penggunaan data, tapi dia ciptakan monopoli. Orang mulai takut ini seperti adanya shadow banking (kegiatan perbankan yang tidak tercatat), dia berkembang cepat juga di China," katanya.
Erwin mengatakan data hub tersebut memerlukan peran otoritas. Namun, dia bilang, data tersebut belum tentu dikelola oleh BI, bisa saja oleh kementerian dan lembaga lainnya. "Diperlukan peran otoritas, sehingga data bisa digunakan banyak orang, sehingga nantinya ini akan menjadi data granular, ini kunci dalam ekonomi digital," katanya. *ant
Komentar