Balita Tercemplung Panci Isi Air Mendidih
Seorang balita asal Ponorogo tercemplung ke dalam panci berisi air mendidih.
PONOROGO, NusaBali
Kulit balita berusia 17 bulan itu pun melepuh dan segera dibawa ke rumah sakit. Balita itu bernama Arif Nur Hasan. Arif tinggal bersama kedua orang tuanya, Misdi (52) dan Sulatih (31) di Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon.
Peristiwa itu terjadi pada Selasa (28/5) di dapur rumah. Saat itu Arif hendak mengambil makanan di atas meja. Karena baru belajar berjalan, Arif pun secara tak sengaja menyenggol panci berisi air panas. Panci tersebut biasa digunakan untuk air minum keluarganya.
"Posisinya saya mau berbuka. Terus saya dengar suara anak saya nangis. Saya lihat sudah nyemplung ke panci, saya langsung angkat terus saya bawa ke bidan untuk berobat," tutur Misdi, ayah korban di RSUD dr. Harjono, Jalan Raya Ponorogo - Pacitan, Kamis (30/5).
Misdi mengatakan usai diperiksakan ke bidan, esok harinya bidan desanya meminta Arif untuk dirujuk ke rumah sakit. Melihat kondisi Arif yang semakin memprihatinkan. Sebab, kulit balita ini mengelupas di bagian yang terkena air panas mulai dada ke bawah.
"Langsung saya bawa ke rumah sakit, Rabu (29/5) kemarin. Andai kata bidan bilang Selasa itu langsung bawa ke RS, saya pasti bawa ke RS," terang dia.
Ibu Arif, Sulatih (31), hanya bisa pasrah. Tampak penyesalan di wajahnya, saat kejadian. Dirinya tengah berada di depan rumah. Sedangkan anak bungsunya berlari menuju dapur. Bersamaan dengan larinya Arif, Sulatih lupa baru menurunkan panci panas dari dapur dan meletakkannya di lantai.
"Saya hanya kasihan melihat kondisi anak saya, mohon bantuannya untuk kesembuhan anak saya," pungkas dia.
Arif sendiri sudah dibawa dan dirawat di RSUD dr Harjono. Namun masalah baru justru timbul setelah Arif dibawa ke RS. Orang tua Arif dihadapkan dengan biaya perawatan yang tinggi. Pun juga dianjurkan agar Arif segera melakukan tindakan operasi demi keselamatannya.
"Saya takut biayanya, operasi kan mahal. Makanya saya tidak berani tanda tangan," ujar Misdi. Bapak dua orang anak ini bekerja serabutan. Penghasilan yang tidak menentu membuatnya khawatir dengan biaya operasi anak keduanya. Apalagi dirinya tidak mengantongi kartu BPJS. "Saya nggak punya BPJS, dari desa juga nggak dapat BPJS," imbuh Misdi pasrah. *
Kulit balita berusia 17 bulan itu pun melepuh dan segera dibawa ke rumah sakit. Balita itu bernama Arif Nur Hasan. Arif tinggal bersama kedua orang tuanya, Misdi (52) dan Sulatih (31) di Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon.
Peristiwa itu terjadi pada Selasa (28/5) di dapur rumah. Saat itu Arif hendak mengambil makanan di atas meja. Karena baru belajar berjalan, Arif pun secara tak sengaja menyenggol panci berisi air panas. Panci tersebut biasa digunakan untuk air minum keluarganya.
"Posisinya saya mau berbuka. Terus saya dengar suara anak saya nangis. Saya lihat sudah nyemplung ke panci, saya langsung angkat terus saya bawa ke bidan untuk berobat," tutur Misdi, ayah korban di RSUD dr. Harjono, Jalan Raya Ponorogo - Pacitan, Kamis (30/5).
Misdi mengatakan usai diperiksakan ke bidan, esok harinya bidan desanya meminta Arif untuk dirujuk ke rumah sakit. Melihat kondisi Arif yang semakin memprihatinkan. Sebab, kulit balita ini mengelupas di bagian yang terkena air panas mulai dada ke bawah.
"Langsung saya bawa ke rumah sakit, Rabu (29/5) kemarin. Andai kata bidan bilang Selasa itu langsung bawa ke RS, saya pasti bawa ke RS," terang dia.
Ibu Arif, Sulatih (31), hanya bisa pasrah. Tampak penyesalan di wajahnya, saat kejadian. Dirinya tengah berada di depan rumah. Sedangkan anak bungsunya berlari menuju dapur. Bersamaan dengan larinya Arif, Sulatih lupa baru menurunkan panci panas dari dapur dan meletakkannya di lantai.
"Saya hanya kasihan melihat kondisi anak saya, mohon bantuannya untuk kesembuhan anak saya," pungkas dia.
Arif sendiri sudah dibawa dan dirawat di RSUD dr Harjono. Namun masalah baru justru timbul setelah Arif dibawa ke RS. Orang tua Arif dihadapkan dengan biaya perawatan yang tinggi. Pun juga dianjurkan agar Arif segera melakukan tindakan operasi demi keselamatannya.
"Saya takut biayanya, operasi kan mahal. Makanya saya tidak berani tanda tangan," ujar Misdi. Bapak dua orang anak ini bekerja serabutan. Penghasilan yang tidak menentu membuatnya khawatir dengan biaya operasi anak keduanya. Apalagi dirinya tidak mengantongi kartu BPJS. "Saya nggak punya BPJS, dari desa juga nggak dapat BPJS," imbuh Misdi pasrah. *
Komentar