Niat Warga Garap Perkebunan Ditolak
Pola pengelolaan bagi hasil menjadi daya tarik bagi warga untuk terlibat dalam penggarapan perkebunan yang dikelola PD Swatantra.
SINGARAJA, NusaBali
Sejumlah warga di dua desa bertetangga Desa Mengening dan Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, berkeinginan menggarap lahan perkebunan PD Swatantra yang berada di wilayahnya. Keinginan itu muncul setelah PD Swatantra mengubah pola pengelolaan yang tadinya sistem penggajian menjadi bagi hasil terhadap penggarap lahan. Namun keinginan itu ditolak oleh PD Swatantra karena lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU).
Informasi dihimpun, PD Swatantra mengelola lahan perkebunan yang berada di dua desa bertetangga Desa Mengening dan Desa Tajun, dengan luas sekitar 40 hektare lebih. Selama ini, lahan tersebut pengelolaannya dipercayakan kepada sekitar 13 kepala keluarga (KK) sebagai penggarap. Nah, sejak setahun terakhir, pola pengelolaan diubah dari sistem penggajian menjadi bagi hasil setiap kali panen, 1 berbanding 2.
Konon PD Swatantra mengubah pola pengelolaan karena selama ini merugi akibat dibebani gaji sebesar Rp 80.000.000 setahun. Sehingga dengan pola bagi hasil, PD Swatantra tidak lagi mengeluarkan biaya gaji, karena gaji kepada penggarap dihitung setiap kali panen dengan pembagian 1 untuk penggarap dan 2 untuk PD Swatantra.
Nah, sejak perubahan pola penggarapan itu, sejumlah warga berniat ikut mengelola lahan perkebunan tersebut. Hal itu diungkapkan oleh anggota DPRD Buleleng, Wayan Masdana belum lama ini.
Politisi PDIP asal Desa Tamblang, Kecamatan Kubutambahan ini mengatakan, alasan warga mengelola karena ingin mendapatkan hasil dari lahan perkebunan yang berada di dekat tempat tinggalnya. Disamping itu, ia juga melihat lahan seluas 40 hektare itu masih memungkinkan mendapatkan hasil lebih. “Kami sudah koordinasikan dan sampaikan kepada PD Swatantra, tetapi tidak bisa diakomudir. Keinginan itu, karena kami lihat, kenapa lahan milik warga di sampingnya bisa menghasilkan lebih, sedangkan lahan dikelola PD Swatantra kok tidak. Nah ini yang kami coba tawarkan dimana warga ingin mengelolanya,” kata Masdana yang akrab dipanggil Anok.
Sementara Direktur Umum (Dirut) PD Swatantra, Ketut Siwa, yang dikonfirmasi Minggu (2/6) membenarkan ada keinginan warga dari Desa Mengening dan Tajun ikut mengelola lahan perkebunan di dua desa tersebut. Namun, Siwa menyebut pihaknya tidak mempunya kapasitas menerima keinginan warga tersebut.
Dijelaskan, lahan perkebunan di Desa Mengening dan Tajun berstatus HGU, milik Pemprov Bali. Sesuai HGU, lahan itu hanya boleh ditanami kopi dan cengkeh sebagai tanaman pokok, karena lahan itu berfungsi sebagai daerah konservasi. Selain itu, sesuai HGU sudah ada 13 KK yang tinggal dan menggarap lahan itu.
“Berdasarkan HGU itu, kami tidak punya kewenangan menerima keinginan warga. Karena kami mengelola lahan itu sudah berdasarkan HGU. Jadi begitu kami terima, di sana itu sudah ada 13 KK yang tinggal dan menggarap lahan itu,” terangnya.
Masih kata Siwa, semestinya keinginan itu disampaikan secara kolektif kepada Pemprov Bali, karena pemilik lahan adalah Pemprov Bali. Sehingga penambahan jumlah penggarap di lahan itu bisa diketahui oleh Pemprov Bali. “Ini sudah kami sarankan, karena kalau kami mengizinkan menyalahi ketentuan di HGU. Jadi ini agar diusulkan secara kolektif, misalnya desa yang memohon kepada Pemprov Bali,” imbuhnya. *k19
Informasi dihimpun, PD Swatantra mengelola lahan perkebunan yang berada di dua desa bertetangga Desa Mengening dan Desa Tajun, dengan luas sekitar 40 hektare lebih. Selama ini, lahan tersebut pengelolaannya dipercayakan kepada sekitar 13 kepala keluarga (KK) sebagai penggarap. Nah, sejak setahun terakhir, pola pengelolaan diubah dari sistem penggajian menjadi bagi hasil setiap kali panen, 1 berbanding 2.
Konon PD Swatantra mengubah pola pengelolaan karena selama ini merugi akibat dibebani gaji sebesar Rp 80.000.000 setahun. Sehingga dengan pola bagi hasil, PD Swatantra tidak lagi mengeluarkan biaya gaji, karena gaji kepada penggarap dihitung setiap kali panen dengan pembagian 1 untuk penggarap dan 2 untuk PD Swatantra.
Nah, sejak perubahan pola penggarapan itu, sejumlah warga berniat ikut mengelola lahan perkebunan tersebut. Hal itu diungkapkan oleh anggota DPRD Buleleng, Wayan Masdana belum lama ini.
Politisi PDIP asal Desa Tamblang, Kecamatan Kubutambahan ini mengatakan, alasan warga mengelola karena ingin mendapatkan hasil dari lahan perkebunan yang berada di dekat tempat tinggalnya. Disamping itu, ia juga melihat lahan seluas 40 hektare itu masih memungkinkan mendapatkan hasil lebih. “Kami sudah koordinasikan dan sampaikan kepada PD Swatantra, tetapi tidak bisa diakomudir. Keinginan itu, karena kami lihat, kenapa lahan milik warga di sampingnya bisa menghasilkan lebih, sedangkan lahan dikelola PD Swatantra kok tidak. Nah ini yang kami coba tawarkan dimana warga ingin mengelolanya,” kata Masdana yang akrab dipanggil Anok.
Sementara Direktur Umum (Dirut) PD Swatantra, Ketut Siwa, yang dikonfirmasi Minggu (2/6) membenarkan ada keinginan warga dari Desa Mengening dan Tajun ikut mengelola lahan perkebunan di dua desa tersebut. Namun, Siwa menyebut pihaknya tidak mempunya kapasitas menerima keinginan warga tersebut.
Dijelaskan, lahan perkebunan di Desa Mengening dan Tajun berstatus HGU, milik Pemprov Bali. Sesuai HGU, lahan itu hanya boleh ditanami kopi dan cengkeh sebagai tanaman pokok, karena lahan itu berfungsi sebagai daerah konservasi. Selain itu, sesuai HGU sudah ada 13 KK yang tinggal dan menggarap lahan itu.
“Berdasarkan HGU itu, kami tidak punya kewenangan menerima keinginan warga. Karena kami mengelola lahan itu sudah berdasarkan HGU. Jadi begitu kami terima, di sana itu sudah ada 13 KK yang tinggal dan menggarap lahan itu,” terangnya.
Masih kata Siwa, semestinya keinginan itu disampaikan secara kolektif kepada Pemprov Bali, karena pemilik lahan adalah Pemprov Bali. Sehingga penambahan jumlah penggarap di lahan itu bisa diketahui oleh Pemprov Bali. “Ini sudah kami sarankan, karena kalau kami mengizinkan menyalahi ketentuan di HGU. Jadi ini agar diusulkan secara kolektif, misalnya desa yang memohon kepada Pemprov Bali,” imbuhnya. *k19
1
Komentar