Caption
Bijak bermedia sosial.
“Cinta tidak datang pada ia yang diam, cinta datang pada ia yang mengejar. Setuju semeton?”
Kemudian, jemarinya lincah mengetik banyak tagar agar semakin banyak yang membaca unggahannya. Sepasang matanya menyapu kata per kata agar bersih dari typo sebelum mengunggah gambar beserta caption itu di akun Instagram sebuah portal kabar tempatnya bekerja. Sejenak admin perempuan itu mendengus, memprediksi balasan apa yang akan diterimanya esok.
Semalaman admin perempuan itu tak bisa tidur nyenyak akibat memikirkan kejutan kecil apa yang akan dibacanya di salah satu gambar yang baru. Sedari pukul 6 dini hari, tangan kanannya secara otomatis meraih ponsel yang diletakkan di atas meja. Mengecek, ada ‘kabar’ apa kali ini. Tidak juga ada postingan baru. Ponsel diletakkan lagi. Sejam berikutnya, hal sama diulangi, hingga si perempuan terlelap tak sadar dengan ponsel di genggaman. Sebuah gambar dan caption baru akhirnya terunggah pada pukul 8 pagi.
Pukul 9 pagi admin perempuan terjaga. Spontan ia meraih ponsel yang tertimbun selimut. Membuka Instagram dan menemukan sebuah gambar layangan putus.
“Mengejar cinta seperti mengejar layangan putus. M e l e l a h k a n.”
Si admin perempuan tersenyum geli, sadar kodenya terbaca. Jempol kanannya membuka kolom komentar yang telah berjumlah ratusan itu. Dibacanya satu per satu, banyak yang sependapat, banyak pula yang menyanggah pernyataan si penulis caption. Ia cukup puas. Diletakkannya kembali ponsel itu di kasur, lalu ia bangkit dan melenggang ke kamar mandi.
Di kantor, admin perempuan bekerja dengan 2 admin pria lainnya. Mereka bertegur sapa seperti biasa tanpa saling bertanya hal janggal atau kode yang berarti. Makan bersama saat istirahat siang, bahkan bergosip bersama, semua dilalui bersama tanpa memasang raut curiga. Curiga barangkali hanya urusan diri sendiri dan hati masing-masing. Mereka bertiga adalah tipikal orang yang tidak banyak bicara soal kehidupan pribadi.
Di sisi lain, seorang admin pria – sebut saja admin pria pertama – rupanya beberapa minggu ini sedang gelisah. Belakangan ini, didapatinya portal kabar sudah seperti buku harian dengan gambar-gambar aneh dan caption yang seperti bersahutan. Tentu ia tahu siapa saja pelakunya, hanya ada 3 admin di portal kabar ini. Akan tetapi, ia memilih bungkam, bersikap seolah tidak menggubris keduanya sambil diam-diam menyalin caption-caption itu dalam note ponselnya.
“Akun portal berita saat ini sudah bergeser fungsinya. Tidak lagi mengabarkan kecelakaan, bencana, atau fenomena alam, tetapi hanya jadi pelampiasan curhat bagi para adminnya.” Tulis admin pria pertama untuk sebuah gambar yang diunggahnya kali ini.
Caption itu dibaca oleh admin perempuan. Alisnya mengernyit sambil mengira-ngira admin pria mana yang berceloteh sepedas itu. Dipikirannya terlintas wajah admin pria kedua. Rasa kesal tak terbendung lagi dari dadanya. Segala sumpah serapah terkulum di rongga mulut si admin perempuan pada admin pria kedua yang menurutnya iri pada kode-kode mereka. Sesegera mungkin ia membalasnya dengan tak kalah pedas.
“Dalam hidup, manusia akan selalu dihadapkan pada orang-orang dengan rasa iri di dadanya. Tag teman semeton yang suka iri!”
Admin pria kedua membacanya. Sadar ada yang tidak beres, ia lalu mencoba menetralisir suasana dengan tetap konsisten membalas kode di admin perempuan tanpa ikut campur dalam kegaduhan.
“Saat kau terlalu rapuh, pundak siapa yang tersandar? Tangan siapa yang tak melepas? Kuyakin aku…”
Sebuah video bertemakan sunset terunggah dengan beberapa potong lirik lagu milik Fiersa Besari.
Beberapa jam berlalu. Admin pria kedua kembali mengecek ponselnya, apakah ada balasan dari seberang. Ternyata ada. Potongan lirik lagu itu disambung, terunggah dengan sebuah potongan video matahari terbit di celah pegunungan.
“Bahkan saat kau memilih pergi meninggalkan aku. Tak pernah lelah menanti karena kuyakin kau akan kembali…”
Admin pria kedua tersenyum simpul.
Admin perempuan tersenyum puas di antara selimut tebal yang membalutnya. Tidak sabar menanti hari esok dan hari-hari selanjutnya untuk menebar kode yang lebih banyak. Sebuah permainan telah tercipta dalam pikiran mereka. Awalnya, semata hanya untuk berdamai dengan rasa bosan dari hiruk-pikuk pekerjaan, namun tampaknya mulai timbul rasa lain yang bernama nyaman. Hanya saja, rasa nyaman itu belum beralamat. Namun, si admin perempuan tahu alamat mana yang akan dituju.
Sementara, admin pria pertama bergidik sambil menahan perut mual membaca bualan demi bualan di layar ponselnya. Kesabarannya sudah tak tertahankan lagi. Ia berniat untuk membeberkan semuanya pada atasan saat rapat esok hari.
Sebelum ke kantor, admin pria pertama singgah dulu ke pom bensin karena tangki motornya kosong. Sambil menunggu petugas mengisi tangki bensinnya, pria itu refleks merogoh saku celana dan meraih ponselnya. Saking biasanya bekerja dengan ponsel, tangannya sudah terprogram tanpa aba-aba. Ponsel dinyalakan. Entah dari mana datangnya percikan api, ledakan pun tak terelakkan.
Di meja rapat, admin pria kedua dan admin wanita saling bertatapan. Admin pria kedua tersenyum, namun admin perempuan tidak membalasnya, malah menatapnya dingin. Admin pria kedua pun salah tingkah dan kebingungan. Padahal dalam permainan caption itu ia merasakan energi admin perempuan sangat dekat. Namun, kini sangat berbeda. Ia ingin memulai percakapan dan mengatakan yang sejujurnya soal si penulis caption yang saban hari diajaknya berduet, tapi tak ada sedikit pun nyali.
Dalam hati, admin perempuan sedang gelisah, mengapa admin pria pertama tidak kunjung tiba padahal sebentar lagi rapat dimulai. Ia melirik atasan yang sudah siap dengan laptop di hadapannya. Yang terpenting ternyata bukan rapat itu, melainkan sebuah kejujuran yang akan segera tersampaikan pada alamat yang tepat hari ini.
Alih-alih membunuh waktu, kedua admin itu sama-sama membuka ponsel. Pada layar masing-masing tersiar kabar dari portal tetangga tentang sebuah insiden ledakan di sebuah pom bensin yang menelan korban jiwa. Betapa terkejutnya si admin perempuan ketika tahu bahwa yang menjadi korban ledakan itu adalah admin pria pertama.
Pesan itu kehilangan alamatnya.
1
Komentar