Tari Cendrawasih Bakal Direkonstruksi
Disiapkan anggaran Rp 100 juta untuk membangkitkan kembali Tari Cendrawasih khas Buleleng karya maestro seni, Gde Manik.
SINGARAJA, NusaBali
Salah satu tari Bali khas Buleleng yakni Tari Cendrawasih yang saat ini tak lagi ditarikan oleh penari di Buleleng, akan direkonstruksi oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng. Tari Cendrawasih khas Buleleng ini sangat berbeda dengan Tari Cendrawasih terkenal saat ini, yang diciptakan oleh Swasthi Wijaya Bandem, dan ditampilkan pertama tahun 1988.
Sebaliknya Tari Cendrawasih khas Buleleng merupakan karya Gde Manik, maestro asal Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan Bueleng. Saat ini Disbud Buleleng tengah menggali data terkait tari Cendrawasih khas Buleleng lewat penari atau murid Gde Manik, Luh Menek.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Gede Komang, Minggu (9/6) kemarin menjelaskan proses rekonstruksi itu akan dilakukan di tahun 2020 mendatang, namun penggalian data sudah dimulai tahun ini.
“Ini kami putuskan untuk direkonstruksi, karena sudah tidak ditarikan lagi oleh generasi muda. Tari Cendrawasih yang dikenal malah yang versi Swasthi Bandem, padahal kita di Buleleng punya juga tari Cendrawasih. Agar tidak punah kami coba rekonstruksi, kebetulan penari pertamanya masih ada saat ini,” kata dia.
Dalam proses rekonstruksi itu rencananya akan melibatkan pihak akademisi, yakni Institute Seni Inonesia (ISI) Denpasar. Proses rekonstruksi baru bisa dilakukan sepenuhnya di tahun depan karena anggaran yang diperlukan cukup besar, paling tidak habis seratus juta rupiah.
Buleleng menurut Gede Komang pun sangat potensial dengan karya seni dan tari Bali klasik. Ia tak menampik jika banyak tarian khas seniman Buleleng yang hilang dan terlupakan saat persaingan bebas karya seni. Seperti misalnya tarian klasik Dauh Enjung seperti tari Badminton, Tari Pancasila, Tari Becak yang pernah diciptakan oleh seniman Gede Merdana asal Desa Kedis, Kecamatan Busungbiu, Buleleng. Pihaknya pun secara bertahap berencana akan merekonstruksi kesenian-kesinian yang hampir punah itu.
Sementara itu, Tari Cendrawasih khas Buleleng yang sempat ditarikan baru-baru ini di PKB Buleleng, memiliki tabuh karawitan, pakaian, gerakan dan durasi yang berbeda jauh dari Tari Cendrawasih yang dikenal pada umumnya. Intonasi tabuhnya lebih cepat dengan ciri khas kekebyaran Buleleng yang dibuka dengan pangawit, pakaian tarinya pun masih sangat sederhana, nampak tak sedikitpun merepresentasikan burung Cendrawasih yang bercirikan sayap dan bulu indahnya. *k23
Sebaliknya Tari Cendrawasih khas Buleleng merupakan karya Gde Manik, maestro asal Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan Bueleng. Saat ini Disbud Buleleng tengah menggali data terkait tari Cendrawasih khas Buleleng lewat penari atau murid Gde Manik, Luh Menek.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Gede Komang, Minggu (9/6) kemarin menjelaskan proses rekonstruksi itu akan dilakukan di tahun 2020 mendatang, namun penggalian data sudah dimulai tahun ini.
“Ini kami putuskan untuk direkonstruksi, karena sudah tidak ditarikan lagi oleh generasi muda. Tari Cendrawasih yang dikenal malah yang versi Swasthi Bandem, padahal kita di Buleleng punya juga tari Cendrawasih. Agar tidak punah kami coba rekonstruksi, kebetulan penari pertamanya masih ada saat ini,” kata dia.
Dalam proses rekonstruksi itu rencananya akan melibatkan pihak akademisi, yakni Institute Seni Inonesia (ISI) Denpasar. Proses rekonstruksi baru bisa dilakukan sepenuhnya di tahun depan karena anggaran yang diperlukan cukup besar, paling tidak habis seratus juta rupiah.
Buleleng menurut Gede Komang pun sangat potensial dengan karya seni dan tari Bali klasik. Ia tak menampik jika banyak tarian khas seniman Buleleng yang hilang dan terlupakan saat persaingan bebas karya seni. Seperti misalnya tarian klasik Dauh Enjung seperti tari Badminton, Tari Pancasila, Tari Becak yang pernah diciptakan oleh seniman Gede Merdana asal Desa Kedis, Kecamatan Busungbiu, Buleleng. Pihaknya pun secara bertahap berencana akan merekonstruksi kesenian-kesinian yang hampir punah itu.
Sementara itu, Tari Cendrawasih khas Buleleng yang sempat ditarikan baru-baru ini di PKB Buleleng, memiliki tabuh karawitan, pakaian, gerakan dan durasi yang berbeda jauh dari Tari Cendrawasih yang dikenal pada umumnya. Intonasi tabuhnya lebih cepat dengan ciri khas kekebyaran Buleleng yang dibuka dengan pangawit, pakaian tarinya pun masih sangat sederhana, nampak tak sedikitpun merepresentasikan burung Cendrawasih yang bercirikan sayap dan bulu indahnya. *k23
Komentar