Yusril: Pengadilan Bicara Bukti Bukan Asumsi
Tudingan Kecurangan TSM di Sidang MK
JAKARTA, NusaBali
Tim hukum Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin menilai gugatan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK) hanya sekadar asumsi. Tim hukum Jokowi pun mengingatkan bahwa pengadilan memerlukan bukti yang jelas.
"Iya asumsi yang nggak bisa dibuktikan, di pengadilan ini kan kita nggak bisa berteori, seperti Pak Denny Indrayana banyak menggunakan indikasi, patut diduga, ada 41 kali itu-itu. Pengadilan bicara bukti," ujar Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra di sela-sela skorsing sidang MK, di Jl Medan Merdeka Barat, Selasa (18/6).
Yusril mengatakan, dirinya yakin tim hukum Prabowo tidak dapat membuktikan atas gugatan terkait pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM). Selain itu, menurut Yusril persoalan TSM juga tidak menjadi ranah MK. "Saya optimis, kalau nggak mereka tidak bisa membuktikan secara kuantatif terjadi apa yang merek dalilkan sebagai pelanggaran TSM," kata Yusril.
"Selain TSM itu bukan kewangan MK, tetapi ada mahkamah yang memeriksa itu. Saya menilai bahwa mereka tidak bisa membuktikan hanya batas asumsi saja," sambungnya.
Sedangkan terkait masalah adanya kenaikan gaji yang dilakukan Jokowi, Yusril mempertanyakan pengaruh hal tersebut terhadap perolehan suara. Menurutnya, hal itu akan sulit untuk dibuktikan. "Kedua kalau memang itu dianggap satu pelanggaran, apakah ada pengaruhnya terhadap suara. Misalnya orang yang dinaikan gajinya itu mendukung Jokowi? Kan enggak juga. Jumlah pegawai negeri kita 4,1 juta di seluruh tanah air dan 4,1 juta itu apa betul milih pak Jokowi? Kan nggak bisa dibuktikan, untuk membuktikan dipanggil satu-satu," kata Yusril dilansir detik.com.
Yusril juga menganggap gugatan hasil Pilpres yang dilayangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak tepat. Kubu Prabowo dinilai membangun konstruksi soal dugaan terjadinya kecurangan. "Pemohon membangun konstruksi hukum seolah-olah telah terjadi dugaan adanya pelanggaran dan kecurangan agar Mahkamah dapat memeriksa, mengadili, dan memutus Permohonan Pemohon, yang hal ini justru menjadikan Permohonan Pemohon menjadi tidak jelas (obscuur)," kata Yusril saat membacakan jawaban (eksepsi) atas permohonan gugatan hasil Pilpres kubu Prabowo-Sandiaga, di gedung MK, kemarin.
Yusril menambahkan, gugatan tersebut tak memiliki bukti dan kebanyakan asumsi. Tim hukum Jokowi meminta majelis hakim tak menganggap gugatan ini.
"Jika dibaca lebih saksama dan teliti, pada pokoknya merupakan keinginan Pemohon sendiri untuk menambahkan kewenangan Mahkamah. Frasa 'Sehingga Perlu Mengadili' secara eksplisit dan verbatim menunjukkan kehendak subjektif Pemohon agar Mahkamah mempertimbangkan untuk menerima Permohonan Pemohon untuk diproses 'beyond the law' atau di luar ketentuan hukum yang berlaku," papar Yusril.
Selain itu, gugatan kubu Prabowo disebut tim Jokowi hanya berdasarkan asumsi tanpa dalil dan bukti-bukti yang kuat. Kecurangan yang dituduhkan kubu Prabowo terhadap pelaksanaan Pilpres 2019 dinilai tidak berdasar. "Dengan demikian permohonan Pemohon (Prabowo-Sandiaga) menjadi kabur atau tidak jelas secara hukum," kata Yusril. *
"Iya asumsi yang nggak bisa dibuktikan, di pengadilan ini kan kita nggak bisa berteori, seperti Pak Denny Indrayana banyak menggunakan indikasi, patut diduga, ada 41 kali itu-itu. Pengadilan bicara bukti," ujar Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra di sela-sela skorsing sidang MK, di Jl Medan Merdeka Barat, Selasa (18/6).
Yusril mengatakan, dirinya yakin tim hukum Prabowo tidak dapat membuktikan atas gugatan terkait pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM). Selain itu, menurut Yusril persoalan TSM juga tidak menjadi ranah MK. "Saya optimis, kalau nggak mereka tidak bisa membuktikan secara kuantatif terjadi apa yang merek dalilkan sebagai pelanggaran TSM," kata Yusril.
"Selain TSM itu bukan kewangan MK, tetapi ada mahkamah yang memeriksa itu. Saya menilai bahwa mereka tidak bisa membuktikan hanya batas asumsi saja," sambungnya.
Sedangkan terkait masalah adanya kenaikan gaji yang dilakukan Jokowi, Yusril mempertanyakan pengaruh hal tersebut terhadap perolehan suara. Menurutnya, hal itu akan sulit untuk dibuktikan. "Kedua kalau memang itu dianggap satu pelanggaran, apakah ada pengaruhnya terhadap suara. Misalnya orang yang dinaikan gajinya itu mendukung Jokowi? Kan enggak juga. Jumlah pegawai negeri kita 4,1 juta di seluruh tanah air dan 4,1 juta itu apa betul milih pak Jokowi? Kan nggak bisa dibuktikan, untuk membuktikan dipanggil satu-satu," kata Yusril dilansir detik.com.
Yusril juga menganggap gugatan hasil Pilpres yang dilayangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak tepat. Kubu Prabowo dinilai membangun konstruksi soal dugaan terjadinya kecurangan. "Pemohon membangun konstruksi hukum seolah-olah telah terjadi dugaan adanya pelanggaran dan kecurangan agar Mahkamah dapat memeriksa, mengadili, dan memutus Permohonan Pemohon, yang hal ini justru menjadikan Permohonan Pemohon menjadi tidak jelas (obscuur)," kata Yusril saat membacakan jawaban (eksepsi) atas permohonan gugatan hasil Pilpres kubu Prabowo-Sandiaga, di gedung MK, kemarin.
Yusril menambahkan, gugatan tersebut tak memiliki bukti dan kebanyakan asumsi. Tim hukum Jokowi meminta majelis hakim tak menganggap gugatan ini.
"Jika dibaca lebih saksama dan teliti, pada pokoknya merupakan keinginan Pemohon sendiri untuk menambahkan kewenangan Mahkamah. Frasa 'Sehingga Perlu Mengadili' secara eksplisit dan verbatim menunjukkan kehendak subjektif Pemohon agar Mahkamah mempertimbangkan untuk menerima Permohonan Pemohon untuk diproses 'beyond the law' atau di luar ketentuan hukum yang berlaku," papar Yusril.
Selain itu, gugatan kubu Prabowo disebut tim Jokowi hanya berdasarkan asumsi tanpa dalil dan bukti-bukti yang kuat. Kecurangan yang dituduhkan kubu Prabowo terhadap pelaksanaan Pilpres 2019 dinilai tidak berdasar. "Dengan demikian permohonan Pemohon (Prabowo-Sandiaga) menjadi kabur atau tidak jelas secara hukum," kata Yusril. *
1
Komentar