Prof Dibia Kritik Menari Barong di Gedung Ksiarnawa
Lomba Bapang Barong dan Makendang tunggal saat ini sedang menjadi tren utamanya di kalangan penabuh dan penari muda.
DENPASAR, NusaBali
Ini juga yang menjadi salah satu daya tarik Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tahun 2019. Sayangnya lomba yang dilaksanakan di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya (Art Center) Denpasar tersebut justru mendapatkan kritikan dari budayawan-akademisi ISI Denpasar, Prof I Wayan Dibia. Bukan pada keseniannya, namun yang dikritik adalah tempat penyelenggarannya yang dirasa tidak cocok digelar di Gedung Ksirarnawa.
“Kritik saya untuk penyelenggaraannya. Kalau menari barong tidak pas di sini (Gedung Ksirarnawa). Niki (ini) bukan tempat barong,” ujar Prof Dibia yang mengamati jalannya perlombaan Bapang Barong dan Makendang Tunggal yang dilaksanakan di Gedung Ksiarnawa.
Budayawan-akademisi asal Desa Singapadu, Gianyar ini menambahkan, pengaturan panggung untuk menari barong adalah persoalan dasar. Menurutnya, akan lebih baik bila Lomba Bapang Barong dan Makendang Tunggal di laksanakan di kalangan terbuka yang memiliki panggung lebih rendah. Misalnya seperti di Panggung Terbuka Ardha Candra.
“Rata-rata barong kaluar itu pandangan matanya naik, sedangkan panggungnya justru tinggi. Lebih baik rendah (panggungnya, red). Selain itu, mesuang (mengeluarkan) barongnya juga sulit, pasti harus bengkok dulu barongnya,” imbuhya.
Meski demikian, Prof Dibia memuji seluruh peserta yang tampil dengan baik. Prof Dibia menilai, seluruh peserta berpotensi untuk menjadi penari barong di masa depan. Masing-masing memiliki ekspresi estetik dan gaya yang berbeda. “Potensinya besar, sekarang tinggal masing-masing daerah membina agar mereka dimatangkan lagi,” ungkapnya.
Perlombaan Bapang Barong dan Mekendang Tunggal Selasa malam lalu diikuti oleh empat kabupaten dan satu kota. Mereka di antaranya Sanggar Pucak Manik, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Duta Kabupaten Bangli, Sekaa dari Desa Jumpai, Kecamatan Klungkung, Duta Kabupaten Klungkung, Sekaa Barong Tirta Udhiyana Sari, Banjar Taman, Kelurahan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Duta Kota denpasar, Komunitas Singa Barong, Banjar Sengguan, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Duta Kabupaten Gianyar, dan Sanggar Tari dan Tabuh Semeton Barong Munggu, Kecamatan Mengwi, Duta Kabupaten Badung.
Salah satu peserta bapang barong dari Klungkung, I Kadek Nadi Utama, berpasangan dengan sang kakak, Gede Wendy Saputra dalam menari barong. Mereka membawakan barong dengan tari kipas atau kepet yang merupakan ciri khas Kabupaten Klungkung. Untuk ikut dalam lomba ini, mereka melakukan persiapan selama sebulan. “Kira-kira sebulan lebih persiapannya dan harus rutin latihan, Sebab kalau jarang latihan itu ketahuan, apalagi kalau posisi barongnya tidak sejajar,” ungkapnya.
Adapun juara Lomba Bapang Barong diraih oleh Kabupaten Gianyar sebagai juara 1, Kota Denpasar sebagai juara 2, Kabupaten Badung sebagai juara 3, dan Kabupaten Bangli sebagai Juara Harapan. Sedangkan untuk Lomba Makendang tunggal, Juara 1 diraih oleh Kota Denpasar, Juara 2 diraih oleh Kabupaten Badung, Juara 3 diraih oleh Kabupaten Gianyar, dan Juara Harapan diraih oleh Kabupaten Klungkung. *ind
“Kritik saya untuk penyelenggaraannya. Kalau menari barong tidak pas di sini (Gedung Ksirarnawa). Niki (ini) bukan tempat barong,” ujar Prof Dibia yang mengamati jalannya perlombaan Bapang Barong dan Makendang Tunggal yang dilaksanakan di Gedung Ksiarnawa.
Budayawan-akademisi asal Desa Singapadu, Gianyar ini menambahkan, pengaturan panggung untuk menari barong adalah persoalan dasar. Menurutnya, akan lebih baik bila Lomba Bapang Barong dan Makendang Tunggal di laksanakan di kalangan terbuka yang memiliki panggung lebih rendah. Misalnya seperti di Panggung Terbuka Ardha Candra.
“Rata-rata barong kaluar itu pandangan matanya naik, sedangkan panggungnya justru tinggi. Lebih baik rendah (panggungnya, red). Selain itu, mesuang (mengeluarkan) barongnya juga sulit, pasti harus bengkok dulu barongnya,” imbuhya.
Meski demikian, Prof Dibia memuji seluruh peserta yang tampil dengan baik. Prof Dibia menilai, seluruh peserta berpotensi untuk menjadi penari barong di masa depan. Masing-masing memiliki ekspresi estetik dan gaya yang berbeda. “Potensinya besar, sekarang tinggal masing-masing daerah membina agar mereka dimatangkan lagi,” ungkapnya.
Perlombaan Bapang Barong dan Mekendang Tunggal Selasa malam lalu diikuti oleh empat kabupaten dan satu kota. Mereka di antaranya Sanggar Pucak Manik, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Duta Kabupaten Bangli, Sekaa dari Desa Jumpai, Kecamatan Klungkung, Duta Kabupaten Klungkung, Sekaa Barong Tirta Udhiyana Sari, Banjar Taman, Kelurahan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Duta Kota denpasar, Komunitas Singa Barong, Banjar Sengguan, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Duta Kabupaten Gianyar, dan Sanggar Tari dan Tabuh Semeton Barong Munggu, Kecamatan Mengwi, Duta Kabupaten Badung.
Salah satu peserta bapang barong dari Klungkung, I Kadek Nadi Utama, berpasangan dengan sang kakak, Gede Wendy Saputra dalam menari barong. Mereka membawakan barong dengan tari kipas atau kepet yang merupakan ciri khas Kabupaten Klungkung. Untuk ikut dalam lomba ini, mereka melakukan persiapan selama sebulan. “Kira-kira sebulan lebih persiapannya dan harus rutin latihan, Sebab kalau jarang latihan itu ketahuan, apalagi kalau posisi barongnya tidak sejajar,” ungkapnya.
Adapun juara Lomba Bapang Barong diraih oleh Kabupaten Gianyar sebagai juara 1, Kota Denpasar sebagai juara 2, Kabupaten Badung sebagai juara 3, dan Kabupaten Bangli sebagai Juara Harapan. Sedangkan untuk Lomba Makendang tunggal, Juara 1 diraih oleh Kota Denpasar, Juara 2 diraih oleh Kabupaten Badung, Juara 3 diraih oleh Kabupaten Gianyar, dan Juara Harapan diraih oleh Kabupaten Klungkung. *ind
Komentar