Dipertanyakan, APBDes Digunakan Membeton Pekarangan Warga
6 KK Pemilik Lahan Relakan Tanahnya Jadi Aset Desa
NEGARA, NusaBali
Warga Banjar/Desa Budeng, Kecamatan/Kabupaten Jembrana mempertanyakan kegiatan pembangunan jalan rabat beton di areal pekarangan salah satu kelompok warga di banjar setempat. Proyek rabat beton sepanjang 90 meter dengan anggaran APBDes 2019 senilai Rp 36.690.000, itu dinilai terlalu aneh karena yang disasar bukan gang maupun jalan umum yang merupakan aset pemerintah.
Seorang warga setempat, Rabu (19/6), menyatakan proyek rabat beton yang rampung sekitar beberapa pekan lalu itu, merupakan kebijakan dari mantan Perbekel Budeng I Putu Libra Setiawan, yang baru saja habis masa jabatannya pada Mei lalu. Diduga, proyek rabat beton di pekarangan yang ditinggali oleh 6 kepala keluarga (KK) dalam satu lingkungan keluarga, itu digulirkan bertalian pemilihan perbekel (pilkel), karena Libra kembali maju sebagai calon Perbekel Budeng.
“Saya yakin kaitan mau pilkel. Kalau memang mau rabat beton, harusnya kan pribadi yang rabat. Bukan dana dari desa,” ujar warga setempat yang minta namanya tidak dikorankan.
Padahal, kata sumber ini, masih banyak gang maupun jalan umum yang perlu diperbaiki maupun dibangun. Salah satunya, jalan di areal persawahan Subak Budeng yang hanya merupakan jalan tanah. Bukan ujug-ujug merabat jalan di pekarangan rumah warga, yang akhirnya mengundang kecemburuan.
“Kalau memang benar-benar gang atau jalan, tidak masalah. Tetapi ini pekarangan rumah warga. Sekarang juga banyak warga yang bertanya-tanya, apa bisa jalan pekarangan di rumah mereka juga dirabat pakai dana desa,” ucapnya. Dia menuding kegiatan rabat beton di pekarangan warga itu sebelumnya tidak masuk dalam Rencana Menengah Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes).
Sekretaris Camat Jembrana yang juga Penjabat (Pj) Perbekel Budeng Wayan Putra Mahardika, Rabu kemarin, mengatakan sempat mendengar selentingan terkait proyek rabat beton di pekarangan warga tersebut. Pihaknya telah mengecek ke mantan perbekel, dan dipastikan proyek rabat beton itu sudah melalui mekanisme. “Sudah ada pernyataan dari keluarga yang di sana, kalau tanahnya yang dijadikan jalan itu siap dihibahkan menjadi aset desa. Yang pasti, memang sudah ada pernyataan dari keluarga pemilik tanah di sana,” kata Mahardika.
Sementara mantan Perbekel Budeng I Putu Libra Setiawan, saat dikonfirmasi secara terpisah Rabu kemarin, mengatakan turunnya kegiatan pembangunan jalan rabat beton di tengah-tengah areal pekarangan milik 6 KK, itu sudah melalui mekanisme. Enam KK yang bersangkutan sebelumnya membuat pengajuan pada 2017 lalu. Saat ada pengajuan tersebut, pihaknya tidak berani langsung memberikan. Tetapi melalui proses berupa rapat banjar. Setelah muncul kesepakatan dalam rapat banjar, barulah dibuatkan usulan resmi ke desa pada 2018 lalu, termasuk surat pernyataan kesanggupan merelakan tanah yang dirabat beton sepanjang 90 meter dengan lebar 2,5 meter, itu sebagai aset desa. “Memang itu tanah pekarangan. Tetapi sudah ada surat pernyataan bermaterai. Kalau tidak ada, tidak mungkin kami berani,” ujarnya.
Libra menegaskan, kegiatan pembangunan rabat beton itu sudah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) maupun RPJMDes yang menjadi acuan dalam menggunakan dana desa. Sebenarnya, juga ada salah satu kelompok warga yang juga mengusulkan kegiatan serupa. Namun, pihaknya belum berani merealisasikannya, karena belum melalui proses rapat banjar maupun proses administrasi lainnya.
“Yang kami rabat itu sudah melalui prosedur. Tidak benar kalau tidak masuk RPJMDes. Itu juga kami realisasikan karena memang sudah waktunya, bukan karena mau pilkel. Saat pilkel nanti, belum tentu juga warga kami yang di sana itu akan mendukung saya,” ujar Libra. *ode
Seorang warga setempat, Rabu (19/6), menyatakan proyek rabat beton yang rampung sekitar beberapa pekan lalu itu, merupakan kebijakan dari mantan Perbekel Budeng I Putu Libra Setiawan, yang baru saja habis masa jabatannya pada Mei lalu. Diduga, proyek rabat beton di pekarangan yang ditinggali oleh 6 kepala keluarga (KK) dalam satu lingkungan keluarga, itu digulirkan bertalian pemilihan perbekel (pilkel), karena Libra kembali maju sebagai calon Perbekel Budeng.
“Saya yakin kaitan mau pilkel. Kalau memang mau rabat beton, harusnya kan pribadi yang rabat. Bukan dana dari desa,” ujar warga setempat yang minta namanya tidak dikorankan.
Padahal, kata sumber ini, masih banyak gang maupun jalan umum yang perlu diperbaiki maupun dibangun. Salah satunya, jalan di areal persawahan Subak Budeng yang hanya merupakan jalan tanah. Bukan ujug-ujug merabat jalan di pekarangan rumah warga, yang akhirnya mengundang kecemburuan.
“Kalau memang benar-benar gang atau jalan, tidak masalah. Tetapi ini pekarangan rumah warga. Sekarang juga banyak warga yang bertanya-tanya, apa bisa jalan pekarangan di rumah mereka juga dirabat pakai dana desa,” ucapnya. Dia menuding kegiatan rabat beton di pekarangan warga itu sebelumnya tidak masuk dalam Rencana Menengah Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes).
Sekretaris Camat Jembrana yang juga Penjabat (Pj) Perbekel Budeng Wayan Putra Mahardika, Rabu kemarin, mengatakan sempat mendengar selentingan terkait proyek rabat beton di pekarangan warga tersebut. Pihaknya telah mengecek ke mantan perbekel, dan dipastikan proyek rabat beton itu sudah melalui mekanisme. “Sudah ada pernyataan dari keluarga yang di sana, kalau tanahnya yang dijadikan jalan itu siap dihibahkan menjadi aset desa. Yang pasti, memang sudah ada pernyataan dari keluarga pemilik tanah di sana,” kata Mahardika.
Sementara mantan Perbekel Budeng I Putu Libra Setiawan, saat dikonfirmasi secara terpisah Rabu kemarin, mengatakan turunnya kegiatan pembangunan jalan rabat beton di tengah-tengah areal pekarangan milik 6 KK, itu sudah melalui mekanisme. Enam KK yang bersangkutan sebelumnya membuat pengajuan pada 2017 lalu. Saat ada pengajuan tersebut, pihaknya tidak berani langsung memberikan. Tetapi melalui proses berupa rapat banjar. Setelah muncul kesepakatan dalam rapat banjar, barulah dibuatkan usulan resmi ke desa pada 2018 lalu, termasuk surat pernyataan kesanggupan merelakan tanah yang dirabat beton sepanjang 90 meter dengan lebar 2,5 meter, itu sebagai aset desa. “Memang itu tanah pekarangan. Tetapi sudah ada surat pernyataan bermaterai. Kalau tidak ada, tidak mungkin kami berani,” ujarnya.
Libra menegaskan, kegiatan pembangunan rabat beton itu sudah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) maupun RPJMDes yang menjadi acuan dalam menggunakan dana desa. Sebenarnya, juga ada salah satu kelompok warga yang juga mengusulkan kegiatan serupa. Namun, pihaknya belum berani merealisasikannya, karena belum melalui proses rapat banjar maupun proses administrasi lainnya.
“Yang kami rabat itu sudah melalui prosedur. Tidak benar kalau tidak masuk RPJMDes. Itu juga kami realisasikan karena memang sudah waktunya, bukan karena mau pilkel. Saat pilkel nanti, belum tentu juga warga kami yang di sana itu akan mendukung saya,” ujar Libra. *ode
1
Komentar