Calon Independen Diprediksi Tak Laku
Awal Juli KPU Pencermatan PKPU Pilkada 2020
DENPASAR, NusaBali
Dominasi PDI Perjuangan di Pileg 17 April 2019 lalu berdampak juga dengan peluang kandidat calon independen (perseorangan) di Pilkada serentak tahun 2020 yang akan dilaksanakan di 6 kabupaten/kota. Kandidat independen diprediksi tak diminati di Pilkada.
Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional Denpasar, Dr Nyoman Subanda MSi di Denpasar, Kamis (20/6) kemarin mengatakan, selama ini calon independen gagal dalam proses persyaratan yang super sulit, seperti menembus lubang jarum. “Selama ini pelung calon independen selalu kecil. Kalaupun ada yang lolos memenuhi persyaratan, mereka hanya jadi penggembira dan itu masih parpol membackup. Di Pilkada 2020 ini saya melihat kandidat independen ini bisa tidak muncul. Peluang itu tidak laku, tidak dimanfaatkan karena susahnya menghadapi dominasi parpol. Apalagi hasil Pileg 2019 kemarin PDI Perjuangan luar biasa dominasinya. Bisa semua partai merapat ke sana, dan koalisi dari pusat sampai ke daerah pada saat Pilpres bisa terjadi di Pilkada 2020,” ujar Subanda.
Susahnya calon independen bakal maju di Pilkada 2020, kata Subanda, mengacu dari dominasi capital, dimana uang yang menjadi raja, ongkos politik tinggi, plus check and balance di pemerintahan nanti. “Seumpannya calon independen jadi, mereka perlu nyali menghadapi parpol yang punya representasi di DPR. Maju di Pilkada melalui jalur independen nampaknya semakin kecil. Kecuali yang bersangkutan memiliki elektibilitas tinggi dan siap mental. Sudah jadi kepala daerah akan hadapi parpol, itu juga perlu nyali. Makanya mikir lagi ini para kandidatnya mau maju,” katanya.
Ditambahkan Subanda, kalau calon perseorangan sekedar lari dari partai politik, karena tidak dapat tiket rekomendasi, investasi sosial tidak memadai maka itu sudah kubur mimpi menjadi seorang pejabat eksekutif. “Nggak punya investasi, elektibilitas nggak bagus pastilah mereka pesimis. Apalagi persyaratan dengan kumpulkan KTP sudah berat itu. Kan banyak yang coba-coba, begitu kumpulkan KTP susah maka dia tetap akhirnya lari menggunakan kekuatan parpol,” beber akademisi asal Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini.
Subanda mengatakan, kalau kandidat independen mau maju persiapan harus lebih matang. Karena berbeda dengan calon partai politik, dimana mereka memiliki struktur partai sudah sampai ditingkat desa. “Independen itu harus lebih kerja keras. Mempunyai agen-agen politik di tingkat dusun, banjar, kalau tidak begitu, cuman penggembira. Kalau independen mau bertarung punya aksep elektibilitas tinggi baru ada peluang. Sebut saja sekelas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menjadi Gubernur DKI Jakarta. Untuk Bali mungkin sekelas Made Mangku Pastika, Gubernur Bali dua periode. Cuman tidak banyak tokoh-tokoh seperti itu di Bali,” ujar Subanda.
Sementara untuk tahapan Pilkada 2020 yang akan dimulai pada September 2019 mendatang, KPU RI rencananya akan melakukan pencermatan PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) untuk Pilkada serentak 2020 mendatang, termasuk membahas masalah pencalonan. Anggota KPU Bali Divisi Sosialisasi Gede Jhon Darmawan di Denpasar, Kamis kemarin mengatakan, pencermatan PKPU Pilkada itu akan dilaksanakan pertengahan Juli. “Juli 2019 baru akan dimulai pencermatan PKPU Pilkada 2020. Itu akan melibatkan KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota, itu sekelas rakor,” ujar mantan Ketua KPU Kota Denpasar ini.
Dalam pencermatan PKPU itu akan dibahas soal tahapan Pilkada 2020, urusan pencalonan, logisitik dan peraturan-peraturan yang akan digunakan. “Kalau calon perseorangan dan persyaratannya kan akan dibahas dalam pencalonan. Jadi nanti pasti ada perubahan lagi soal syarat pencalonan kandidat perseorangan,” ujar Jhon Darmawan.
Untuk diketahui, Pilkada 2020 akan digelar serentak di 6 daerah kabupaten/kota di Bali yakni Pilkada Kota Denpasar, Pilkada Kabupaten Badung, Pilkada Tabanan, Pilkada Jembrana, Pilkada Bangli dan Pilkada Karangasem. *nat
Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional Denpasar, Dr Nyoman Subanda MSi di Denpasar, Kamis (20/6) kemarin mengatakan, selama ini calon independen gagal dalam proses persyaratan yang super sulit, seperti menembus lubang jarum. “Selama ini pelung calon independen selalu kecil. Kalaupun ada yang lolos memenuhi persyaratan, mereka hanya jadi penggembira dan itu masih parpol membackup. Di Pilkada 2020 ini saya melihat kandidat independen ini bisa tidak muncul. Peluang itu tidak laku, tidak dimanfaatkan karena susahnya menghadapi dominasi parpol. Apalagi hasil Pileg 2019 kemarin PDI Perjuangan luar biasa dominasinya. Bisa semua partai merapat ke sana, dan koalisi dari pusat sampai ke daerah pada saat Pilpres bisa terjadi di Pilkada 2020,” ujar Subanda.
Susahnya calon independen bakal maju di Pilkada 2020, kata Subanda, mengacu dari dominasi capital, dimana uang yang menjadi raja, ongkos politik tinggi, plus check and balance di pemerintahan nanti. “Seumpannya calon independen jadi, mereka perlu nyali menghadapi parpol yang punya representasi di DPR. Maju di Pilkada melalui jalur independen nampaknya semakin kecil. Kecuali yang bersangkutan memiliki elektibilitas tinggi dan siap mental. Sudah jadi kepala daerah akan hadapi parpol, itu juga perlu nyali. Makanya mikir lagi ini para kandidatnya mau maju,” katanya.
Ditambahkan Subanda, kalau calon perseorangan sekedar lari dari partai politik, karena tidak dapat tiket rekomendasi, investasi sosial tidak memadai maka itu sudah kubur mimpi menjadi seorang pejabat eksekutif. “Nggak punya investasi, elektibilitas nggak bagus pastilah mereka pesimis. Apalagi persyaratan dengan kumpulkan KTP sudah berat itu. Kan banyak yang coba-coba, begitu kumpulkan KTP susah maka dia tetap akhirnya lari menggunakan kekuatan parpol,” beber akademisi asal Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng ini.
Subanda mengatakan, kalau kandidat independen mau maju persiapan harus lebih matang. Karena berbeda dengan calon partai politik, dimana mereka memiliki struktur partai sudah sampai ditingkat desa. “Independen itu harus lebih kerja keras. Mempunyai agen-agen politik di tingkat dusun, banjar, kalau tidak begitu, cuman penggembira. Kalau independen mau bertarung punya aksep elektibilitas tinggi baru ada peluang. Sebut saja sekelas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menjadi Gubernur DKI Jakarta. Untuk Bali mungkin sekelas Made Mangku Pastika, Gubernur Bali dua periode. Cuman tidak banyak tokoh-tokoh seperti itu di Bali,” ujar Subanda.
Sementara untuk tahapan Pilkada 2020 yang akan dimulai pada September 2019 mendatang, KPU RI rencananya akan melakukan pencermatan PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) untuk Pilkada serentak 2020 mendatang, termasuk membahas masalah pencalonan. Anggota KPU Bali Divisi Sosialisasi Gede Jhon Darmawan di Denpasar, Kamis kemarin mengatakan, pencermatan PKPU Pilkada itu akan dilaksanakan pertengahan Juli. “Juli 2019 baru akan dimulai pencermatan PKPU Pilkada 2020. Itu akan melibatkan KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota, itu sekelas rakor,” ujar mantan Ketua KPU Kota Denpasar ini.
Dalam pencermatan PKPU itu akan dibahas soal tahapan Pilkada 2020, urusan pencalonan, logisitik dan peraturan-peraturan yang akan digunakan. “Kalau calon perseorangan dan persyaratannya kan akan dibahas dalam pencalonan. Jadi nanti pasti ada perubahan lagi soal syarat pencalonan kandidat perseorangan,” ujar Jhon Darmawan.
Untuk diketahui, Pilkada 2020 akan digelar serentak di 6 daerah kabupaten/kota di Bali yakni Pilkada Kota Denpasar, Pilkada Kabupaten Badung, Pilkada Tabanan, Pilkada Jembrana, Pilkada Bangli dan Pilkada Karangasem. *nat
Komentar