Kartel Kuasai Pangan Dalam Negeri
Direktur Utama Perum Bulog (Persero) Budi Waseso menyatakan hingga saat ini keberadaan kartel masih menguasai pangan dalam negeri sehingga pemerintah tidak leluasa menentukan harga komoditas pokok.
SOLO, NusaBali
"Kalau masalah pangan masih dikuasai oleh kartel, maka negara akan dikuasai oleh mereka," katanya usai menandatangani nota kesepahaman dengan UNS terkait peningkatan produktivitas padi di Solo, Jumat (21/6).
Ia mencontohkan seperti masalah bawang putih beberapa waktu lalu yang harganya melonjak. Menyikapi hal itu, ujar dia, negara tidak dapat berbuat apapun. "Pemerintah mau buat harga murah saja tidak dikasih kesempatan. Dalam hal ini, kartel kuat melakukan intervensi kepada kelompok kekuasaan tertentu, yang rugi ya masyarakat konsumen dan masyarakat petani," katanya.
Budi Waseso mengatakan bahwa seharusnya sembilan bahan pokok dikuasai oleh negara. "Maka kerja sama dengan UNS ini salah satunya dalam rangka saya ingin menghilangkan kartel ini. Petani harus dibantu, dilindungi, beri semangat, dan dijamin. Dengan begitu hidup mereka akan sejahtera," katanya.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan, menurut dia, Bulog berharap bagaimana beras ini bisa diekspor atau dijadikan sebagai komoditas olahan untuk selanjutnya bisa diekspor. "Jangan malah dikembalikan ke petani. Di sini petani bertugas produksi, sedangkan selanjutnya pemerintah yang mengambil alih. Termasuk ekspor ini tugasnya Kementerian Perdagangan," katanya.
Budi mengatakan penyaluran beras termasuk di dalamnya ekspor penting dilakukan mengingat ancaman ke depan yang dihadapi Bulog adalah beras mengalami turun mutu. "Kita masih menyerap tetapi tidak bisa menyalurkan, ini yang harus dipahami. Jangan hanya berpikir untuk kepentingan pribadi dan kelompok, jangan sampai kita tergantung pada impor karena ini tidak berpihak pada petani," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, hingga saat ini ketersediaan beras secara nasional sebanyak 2,3 juta ton dan volume penyerapannya masih di kisaran 10.000 ton/hari. Sampai dengan akhir tahun, Dirut Bulog memperkirakan penyerapan beras bisa mencapai 3 juta ton. Menurut dia, jika tidak segera disalurkan maka beras tersebut terancam turun mutu sehingga terpaksa harus dijual murah.*ant
Ia mencontohkan seperti masalah bawang putih beberapa waktu lalu yang harganya melonjak. Menyikapi hal itu, ujar dia, negara tidak dapat berbuat apapun. "Pemerintah mau buat harga murah saja tidak dikasih kesempatan. Dalam hal ini, kartel kuat melakukan intervensi kepada kelompok kekuasaan tertentu, yang rugi ya masyarakat konsumen dan masyarakat petani," katanya.
Budi Waseso mengatakan bahwa seharusnya sembilan bahan pokok dikuasai oleh negara. "Maka kerja sama dengan UNS ini salah satunya dalam rangka saya ingin menghilangkan kartel ini. Petani harus dibantu, dilindungi, beri semangat, dan dijamin. Dengan begitu hidup mereka akan sejahtera," katanya.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan, menurut dia, Bulog berharap bagaimana beras ini bisa diekspor atau dijadikan sebagai komoditas olahan untuk selanjutnya bisa diekspor. "Jangan malah dikembalikan ke petani. Di sini petani bertugas produksi, sedangkan selanjutnya pemerintah yang mengambil alih. Termasuk ekspor ini tugasnya Kementerian Perdagangan," katanya.
Budi mengatakan penyaluran beras termasuk di dalamnya ekspor penting dilakukan mengingat ancaman ke depan yang dihadapi Bulog adalah beras mengalami turun mutu. "Kita masih menyerap tetapi tidak bisa menyalurkan, ini yang harus dipahami. Jangan hanya berpikir untuk kepentingan pribadi dan kelompok, jangan sampai kita tergantung pada impor karena ini tidak berpihak pada petani," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, hingga saat ini ketersediaan beras secara nasional sebanyak 2,3 juta ton dan volume penyerapannya masih di kisaran 10.000 ton/hari. Sampai dengan akhir tahun, Dirut Bulog memperkirakan penyerapan beras bisa mencapai 3 juta ton. Menurut dia, jika tidak segera disalurkan maka beras tersebut terancam turun mutu sehingga terpaksa harus dijual murah.*ant
1
Komentar