Kemarin Tampilkan Petarung Remaja, Hari Ini Giliran Kalangan Dewasa
Ritual mageret pandan bermakna sebagai upaya untuk melestarikan latihan perang. Pasalnya, Desa Adat Tenganan Pagringsingan merupakan menganut Sekta Indra, di mana Dewa Indra identik dengan dewa perang
Tradisi Ritual Mageret Pandan Awali Upacara Usaba Sambah di Desa Adat Tenganan Pagringsingan
AMLAPURA, NusaBali
Prosesi ritual mageret pandan kembali digelar Desa Adat Tenganan Pagringsingan, Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem pada Soma Kliwon Wariga, Senin (24/6) siang. Ritual mageret pandan yang dilaksanakan di halaman terbuka depan Bale Patemu Kaja Desa Adat Tenganan Pagringsingan kemarin, sebagi prosesi awal rangkaian upacara Usaba Sambah, di mana petarungnya menampilkan kalangan anak-anak dan remaja.
Ritual mageret pandan yang digelar Senin siang mulai pukul 13.30 Wita tersebut dikoordinasikan oleh 6 Bendesa Adat Tenganan Pagringingan, yakni I Nengah Muder, I Wayan Sudarsana, I Wayan Rustana, I Putu Madri Atmaja, I Ketut Pancawan, dan I Wayan Mudana. Pesertanya didominasi kaum lanang (laki-laki) usia remaja.
Mageret pandan rangkaian Usaba Sambah ini direncanakan berlangsung selama dua hari. Pada hari pertama, Senin kemarin, yang melibatkan petarung dominan kalangan remaja, dilaksanakan di halaman terbuka. Sedangkan mageret pandang hari kedua bertepatan puncak upacara Usaba Sambah pada Anggara Umanis Wariga, Selasa (25/6) ini, akan dilangsungkan di atas panggung depan Bale Petemu Tengah, di mana pesertanya melibatkan kalangan teruna dan orang tua.
Pantauan NusaBali, sebelum ritual mageret pandan kemarin siang, krama Desa Adat Tenganan Pagringsingan lebih dulu menggelar paruman di Bale Patemu Kaja. Kali ini, kehadiran krama yang didominasi kaum anak-anak dan remaja hanya mengenakan kain, (tapi bukan kain gringsing) dan udeng, tanpa memakai busana atasan atau baju.
Habis paruman, dilanjut dengan menggelar upacara tatabuhan (menaburkan minuman tuak khas Desa Adat Tenganan Pagrinsingan). Ada salah satu petugas yang menuangkan tuak kepada seluruh krama yang telah memegang tekor (tempat tuak dari daun pisang).
Setelah itu, lanjut digelar upacara tatabuhan di empat sudut aena mageret pandan. Selanjutnya, selonding sakral ditabuh oleh lima orang, masing-masing I Ketut Sudiastika, I Wayan Mudana, I Komang Rita, I Kadek Kepra, dan I Ketut Brengkes.
Dalam babak awal ritual mageret pandan kemarin, Bendesa Adat Tenganan Pagringsingan I Wayan Sudarsana dan I Nengah Muder terjun ke lokasi, menghadirkan kalangan remaja untuk diberikan kehormatan mengawali berpegang. Saat itu, dipilih sepasang remaja untuk diadu.
Setelah keduanya memegang senjata pandan berduri dan memegang tameng untuk alat menangkis, mereka langsung dipersilakan berperang hingga senjatanya habis digunakan memukul, selama mageret pandan yang diiringi tabuh selonding. Sesuai aturan, sasaran dalam perang pandan ini hanya dibolehkan menyerang bagian dada dan punggung.
Usai mageret pandan, krama yang mengalami luka-luka akibat tergeret duri, diobati menggunakan ramuan isen, kunyit, dan cuka. "Dalam tiga hari saja, lukanya bisa sembuh dan kembali normal," ungkap Bendesa Adat Tenganan Pagringsingan, I Nengah Muder.
Ritual mageret pandan ini dilaksanakan Desa Adat Tenganan Pagringsingan setahun sekali pada Sasih Kalima (bulan kelima) sistem penanggalan adat setempat. Ritual ini sebagai rangkaian upacara Usaba Sambah yang puncaknya jatuh tepat pada Purnamaning Kalima sistem penanggalan adat setempat.
Menurut Nengah Muder, ritual mageret pandan ini merupakan tradisi yang diwarisi krama Desa Adat Tenganan Pagringsingan secara turun temurun. Maklum, Desa Adat Tengah Pagringsingan menganut Sekta Indra, di mana Dewa Indra sendiri identik dengan dewa perang. “Maka, untuk melestarikan latihan perang, diganti dengan atraksi mageret pandan disinkronkan dengan upacara Usaba Sambah,” terang Nengah Muder.
Sementara itu, sejumlah remaja yang ikut terlibat ritual mageret pandan, Senin kemarin, mengaku merasakan perih usai tergores duri pandan. Namun, mereka tetap gembira dan mengaku tidak kapok melakoni perang pandan.
"Awalnya terasa perih, tetapi lukanya cepat sembuh kok," ungkap I Kadek Dedi Arta Yoga, siswa Kelas VII SMPN Dharma Kirthi, Desa Sengkidu, Kecamatan Manggis yang kemarin ikut ritual mageret pandan.
Paparan senada juga disampaikan Putu Sudirta, remaja asal Banjar Sekad, Desa Adat Tenganan Pagringsingan. "Saya telah beberapa kali ikut mageret pandan. Luka yang dialami biasanya cepat sembuh setelah dioleskan ramuan," tutur siswa Kelas IX SMPN Dharma Kirti, Desa Sengkidu ini. *k16
Komentar