Genggong Menggema Disertai Akulturasi Budaya
Sekaa Qak Danjur, Banjar Pegok, Kelurahan Sesetan, Denpasar benar-benar memukau penampilan genggong di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (24/6).
DENPASAR, NusaBali
Penampilannya sarat akan alkulturasi budaya di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tahun 2019. Made Agus Wardana selaku koordinator sekaa menjelaskan, sekaanya membawakan tiga materi utama, yakni Rekonstruksi, Rekoneksi, dan Re-inovasi. “Rekonstruksi itu jadi membangkitkan lagu-lagu yang kuno kita pelajari, namun juga kita mengrekoneksi sesuatu yang telah ada kemudian kita menginovasikannya supaya tidak dijejali yang begitu begitu saja yang monoton,” tuturnya.
Pada pentas Genggongnya kali ini, ia menggunakan 8 buah musik genggong. Alasan mengangkat kesenian musik Genggong, kata Agus Wardana, karena terinspirasi dari sang kakek, yakni I Ketut Regen (Pekak Danjur), seorang pemuda asli Pegok Sesetan dengan kreativitas kesenian genggongnya sejak tahun 1930-an. Pekak Danjur lah yang mengawali adanya komunitas genggong yang terdirikan dari 4-8 orang.
Namun seiring berjalannya waktu, Genggong Pegok perlahan meredup dan hilang selama puluhan tahun. Made Agus pun berusaha mengembalikan kesenian musik yang menurutnya hampir punah itu. “Karena Pekak Danjur adalah kakek saya, yang keseniannya menurun ke ayah saya dan juga diri saya, maka saya ingin angkat ini agar setidaknya orang tahu cara memainkan,” ujar Made Agus yang selama ini tinggal di Belgia.
Agus yang juga penata tari dan tabuh dari Sekaa Qak Danjur ini menambahkan, Sekaa Qak Danjur juga membawakan fragmentari Komedi ‘Ampuan Angin’ yang diiringi dengan genggong dan gamut (gamelan mulut). Fragmentari komedi ini mengisahkan sebuah cerita perjalanan budaya 4 orang bersaudara yang bernama Iciaaattt, Iciuuuttt, Icueeettt dan Nicuiiittt menuju negeri seberang (gumin anake) dalam menebarkan kesenian Bali di seluruh Eropa.
Selain itu, ada penampilan keren Duo Made (Gabriel Laufer dan Made Wardana) serta alunan karya terbaru yaitu gamut yang diciptakan oleh Bli Ciaaattt di Kota Brussel Belgia tahun 2009. Pementasannya kali ini yang melibatkan warga negara asal Belgia merupakan buah hasil dari perjalanan panjang Made Agus dalam berkiprah menyebarkan kesenian Bali di Belgia. “Jadi, Gabriel Laufer adalah orang Belgia pertama yang menjadi murid gamelan saya, ketika itu memang saya bekerja di kedutaan besar Indonesia di belgia sejak 1996,” ceritanya.
Keberadaannya di Belgia tidak lepas dari keterlibatan budayawan Prof Dr I Made Bandem, yang kala itu mengirimnya untuk menjadi guru seni di sekolah musik di Belgia. Bahkan, dia pun mengajak para orang-orang Belgia untuk ngayah berkesenian di pura yang berada di Belgia. Kini, sepulangnya dari Belgia, Made Agus langsung unjuk cara berkeseniannya yang sarat alkulturasi. *ind
Pada pentas Genggongnya kali ini, ia menggunakan 8 buah musik genggong. Alasan mengangkat kesenian musik Genggong, kata Agus Wardana, karena terinspirasi dari sang kakek, yakni I Ketut Regen (Pekak Danjur), seorang pemuda asli Pegok Sesetan dengan kreativitas kesenian genggongnya sejak tahun 1930-an. Pekak Danjur lah yang mengawali adanya komunitas genggong yang terdirikan dari 4-8 orang.
Namun seiring berjalannya waktu, Genggong Pegok perlahan meredup dan hilang selama puluhan tahun. Made Agus pun berusaha mengembalikan kesenian musik yang menurutnya hampir punah itu. “Karena Pekak Danjur adalah kakek saya, yang keseniannya menurun ke ayah saya dan juga diri saya, maka saya ingin angkat ini agar setidaknya orang tahu cara memainkan,” ujar Made Agus yang selama ini tinggal di Belgia.
Agus yang juga penata tari dan tabuh dari Sekaa Qak Danjur ini menambahkan, Sekaa Qak Danjur juga membawakan fragmentari Komedi ‘Ampuan Angin’ yang diiringi dengan genggong dan gamut (gamelan mulut). Fragmentari komedi ini mengisahkan sebuah cerita perjalanan budaya 4 orang bersaudara yang bernama Iciaaattt, Iciuuuttt, Icueeettt dan Nicuiiittt menuju negeri seberang (gumin anake) dalam menebarkan kesenian Bali di seluruh Eropa.
Selain itu, ada penampilan keren Duo Made (Gabriel Laufer dan Made Wardana) serta alunan karya terbaru yaitu gamut yang diciptakan oleh Bli Ciaaattt di Kota Brussel Belgia tahun 2009. Pementasannya kali ini yang melibatkan warga negara asal Belgia merupakan buah hasil dari perjalanan panjang Made Agus dalam berkiprah menyebarkan kesenian Bali di Belgia. “Jadi, Gabriel Laufer adalah orang Belgia pertama yang menjadi murid gamelan saya, ketika itu memang saya bekerja di kedutaan besar Indonesia di belgia sejak 1996,” ceritanya.
Keberadaannya di Belgia tidak lepas dari keterlibatan budayawan Prof Dr I Made Bandem, yang kala itu mengirimnya untuk menjadi guru seni di sekolah musik di Belgia. Bahkan, dia pun mengajak para orang-orang Belgia untuk ngayah berkesenian di pura yang berada di Belgia. Kini, sepulangnya dari Belgia, Made Agus langsung unjuk cara berkeseniannya yang sarat alkulturasi. *ind
1
Komentar