Lomba Macecimpedan, Saling Walek dan Lucu
Agenda Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tahun 2019 yang dipusatkan di Taman Budaya Provinsi Bali, Selasa (25/6), diramaikan dengan berbagai kegiata lomba yang bertema aksara, sastra, dan bahasa Bali.
DENPASAR, NusaBali
Salah satunya Lomba Macecimpedan Tingkat SD yang penuh dengan tingkah polos dan lucu anak-anak di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali.
Lomba Macecimpedan merupakan semacam lomba teka-teki berbahasa Bali dengan petunjuk yang sangat sulit dan ambigu. Lomba ini terbilang cukup menyedot perhatian pengunjung PKB. Sebab, lomba ini tidak saja membuat lawan berpikir keras, melainkan tingkah anak-anak SD yang saling walek (mengejek) juga menjadi kelucuan dari lomba tersebut.
“Meh ne aeng mekelone nyawab, aengan payasan kene be (Duh, lama sekali menjawab. Kebiasan riasan (penampilan fisik, red), begini dah),” ejek salah satu lawan. Begitu kira-kira perdebatan yang terjadi saat kubu lawan terlalu lama menjawab teka teki yang dilontarkan.
Sebagai pangenter (pemandu dan pengontrol jalannya lomba) Macecimpedan, Ketut Jirnaya, juga turut melontarkan candaan kepada para peserta. Inilah yang turut membuat suasana menjadi tetap terkontrol, meski ejekan dari masing-masing peserta namun tidak sampai membuat suasana menjadi ribut.
Sebagai pangenter, Jirnaya harus pandai mengenali teka-teki yang memiliki jawaban ambigu. Sebab pada prinsipnya, teka-teki yang baik adalah hanya terdiri dari satu jawaban pasti serta dapat diterima oleh masyarakat umum. Jirnaya mengaku senang memandu Lomba Macecimpedan, karena kelucuan dan keluguan anak-anak. “Anak-anak memang seperti itu. Ada yang emosi, tapi keluguan dan kelucuan itu yang menjadi daya tarik tersendiri,” tutur Jirnaya.
Setiap kabupaten/kota mengirimkan satu pasang wakilnya untuk lomba ini. Setiap wakil akan melawan dari kabupaten lainnya. Mulai dari babak penyisihan, akhirnya terpilih tiga pemenang. Juara pertama diraih oleh wakil dari Kabupaten Gianyar, kedua Kota Denpasar, dan ketiga Kabupaten Tabanan. *ind
Lomba Macecimpedan merupakan semacam lomba teka-teki berbahasa Bali dengan petunjuk yang sangat sulit dan ambigu. Lomba ini terbilang cukup menyedot perhatian pengunjung PKB. Sebab, lomba ini tidak saja membuat lawan berpikir keras, melainkan tingkah anak-anak SD yang saling walek (mengejek) juga menjadi kelucuan dari lomba tersebut.
“Meh ne aeng mekelone nyawab, aengan payasan kene be (Duh, lama sekali menjawab. Kebiasan riasan (penampilan fisik, red), begini dah),” ejek salah satu lawan. Begitu kira-kira perdebatan yang terjadi saat kubu lawan terlalu lama menjawab teka teki yang dilontarkan.
Sebagai pangenter (pemandu dan pengontrol jalannya lomba) Macecimpedan, Ketut Jirnaya, juga turut melontarkan candaan kepada para peserta. Inilah yang turut membuat suasana menjadi tetap terkontrol, meski ejekan dari masing-masing peserta namun tidak sampai membuat suasana menjadi ribut.
Sebagai pangenter, Jirnaya harus pandai mengenali teka-teki yang memiliki jawaban ambigu. Sebab pada prinsipnya, teka-teki yang baik adalah hanya terdiri dari satu jawaban pasti serta dapat diterima oleh masyarakat umum. Jirnaya mengaku senang memandu Lomba Macecimpedan, karena kelucuan dan keluguan anak-anak. “Anak-anak memang seperti itu. Ada yang emosi, tapi keluguan dan kelucuan itu yang menjadi daya tarik tersendiri,” tutur Jirnaya.
Setiap kabupaten/kota mengirimkan satu pasang wakilnya untuk lomba ini. Setiap wakil akan melawan dari kabupaten lainnya. Mulai dari babak penyisihan, akhirnya terpilih tiga pemenang. Juara pertama diraih oleh wakil dari Kabupaten Gianyar, kedua Kota Denpasar, dan ketiga Kabupaten Tabanan. *ind
1
Komentar