Partisipasi Jepang dan Qatar Dikritik
Tuan rumah Piala Dunia 2022 Qatar dipastikan tersingkir dari persaingan Copa America 2019.
PORTO ALEGRE, NusaBali
Kekalahan tipis 0-2 dari Argentina, Minggu (24/6), di Arena do Gremio membuat langkah mereka terhenti di fase grup.
Begitu juga Samurai Biru Jepang yang juga menjadi Negara Asia jalur undangan Copa America 2019. Jepang tersingkir setelah posisi ketiga terbaik gagal diraih pasca bermain imbang 1-1 melawan Ekuador pada Selasa (25/6). Jepang akhirnya finish di posisi 3 Grup C hanya dengan 2 poin, lebih baik di atas Ekuador yang hanya meraih satu poin sebagai juru kunci. Namun dibandingkan peringkat 3 grup lainnya, Jepang kalah selisih gol dari Paraguay yang menempati peringkat 3 Grup B juga dengan dua poin. Kekalahan besar 0-4 Jepang dari Chile menjadi penyebab selisih gol yang buruk.
Sementara Qatar walau menjadi juru kunci grup B, tetap mendapat perhatian karena bisa menahan imbang Paraguay 2-2, sebelum dikalahkan Kolombia (0-1) dan Argentina (0-2). “Ini pengalaman luar biasa, bermain melawan tim dengan pemain paling menentukan di dunia (Lionel Messi). Pengalaman untuk belajar dan meningkatkan (sepak bola) Qatar di masa depan,” tandas pelatih Qatar Felix Sanchez Bas.
Sayang, penampilan lumayan dari Jepang dan Qatar tidak sepenuhnya mendapat respek dari peserta lain. Setelah Paraguay yang mengungkap kan kekecewaannya terhadap kehadiran tim dari Asia, giliran Venezuela melayangkan protes terbuka.
Pelatih Venezuela Rafael Dudamel menilai Copa America harus dari CONMEBOL, tim Amerika Selatan. “Seperti kolega lain, saya menyatakan posisi saya. Copa America harus dari CONMEBOL dan tim Amerika Selatan,” kata Dudamel, kepada wartawan setelah menang atas Bolivia, dikutip Foxsports .
Padahal, keikutsertaan wakil Asia di Copa America bukan baru pertama terjadi. Jepang, misalnya. Mereka sudah ambil bagian pada 1999 dan tahun ini menjadi kedua kali mereka berpartisipasi. Australia juga sudah ambil bagian.
Alasan lain, Dudamel menganggap Jepang seperti meremehkan Copa America karena hanya mengandalkan pemain di bawah 23 tahun. Padahal, negara lain menggunakan kekuatan terbaik. “Saya tidak setuju dengan undangan kepada Jepang yang menggunakan pemain U-23 mereka. Saya menganggapnya kurang menghormati kompetisi kami,” tandasnya. *
Begitu juga Samurai Biru Jepang yang juga menjadi Negara Asia jalur undangan Copa America 2019. Jepang tersingkir setelah posisi ketiga terbaik gagal diraih pasca bermain imbang 1-1 melawan Ekuador pada Selasa (25/6). Jepang akhirnya finish di posisi 3 Grup C hanya dengan 2 poin, lebih baik di atas Ekuador yang hanya meraih satu poin sebagai juru kunci. Namun dibandingkan peringkat 3 grup lainnya, Jepang kalah selisih gol dari Paraguay yang menempati peringkat 3 Grup B juga dengan dua poin. Kekalahan besar 0-4 Jepang dari Chile menjadi penyebab selisih gol yang buruk.
Sementara Qatar walau menjadi juru kunci grup B, tetap mendapat perhatian karena bisa menahan imbang Paraguay 2-2, sebelum dikalahkan Kolombia (0-1) dan Argentina (0-2). “Ini pengalaman luar biasa, bermain melawan tim dengan pemain paling menentukan di dunia (Lionel Messi). Pengalaman untuk belajar dan meningkatkan (sepak bola) Qatar di masa depan,” tandas pelatih Qatar Felix Sanchez Bas.
Sayang, penampilan lumayan dari Jepang dan Qatar tidak sepenuhnya mendapat respek dari peserta lain. Setelah Paraguay yang mengungkap kan kekecewaannya terhadap kehadiran tim dari Asia, giliran Venezuela melayangkan protes terbuka.
Pelatih Venezuela Rafael Dudamel menilai Copa America harus dari CONMEBOL, tim Amerika Selatan. “Seperti kolega lain, saya menyatakan posisi saya. Copa America harus dari CONMEBOL dan tim Amerika Selatan,” kata Dudamel, kepada wartawan setelah menang atas Bolivia, dikutip Foxsports .
Padahal, keikutsertaan wakil Asia di Copa America bukan baru pertama terjadi. Jepang, misalnya. Mereka sudah ambil bagian pada 1999 dan tahun ini menjadi kedua kali mereka berpartisipasi. Australia juga sudah ambil bagian.
Alasan lain, Dudamel menganggap Jepang seperti meremehkan Copa America karena hanya mengandalkan pemain di bawah 23 tahun. Padahal, negara lain menggunakan kekuatan terbaik. “Saya tidak setuju dengan undangan kepada Jepang yang menggunakan pemain U-23 mereka. Saya menganggapnya kurang menghormati kompetisi kami,” tandasnya. *
Komentar