Ketua dan Sekretaris Yayasan Diserang Massa
Kericuhan terjadi pasca sidang perdana sengketa antara Yayasan Pendidikan Bakti Persada Nusantara dan pemilik lahan di PN Denpasar
Diduga Dipicu Sewa Menyewa Lahan Sekolah Harapan Bunda
MANGUPURA, NusaBali
Aksi penyerangan dan penganiayaan oleh ratusan orang terjadi di Sekolah Harapan Bunda, Lingkungan Simpangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Selasa (25/6) malam pukul 21.00 Wita. Korbannya adalah pemilik sekaligus Ketua Yayasan Pendidikan Bakti Persada Nusantara (yang menaungi Sekolah Harapan Bunda), Jeanne Selvya Damorita, 51, Sekrtaris Yayasan Mario Alcrido L Bhalu, 26, dan seorang Satpam bernama Benjamin, 30.
Mereka diserang dan dipukuli oleh massa yang jumlahnya mencapai 150 orang. Akibatnya, korban Jeanne Selvya Damorita mengalami bengkak di bagian kepala. Bahkan, perempuan berusia 51 tahun ini sempat jatuh pingsan. Hingga Rabu (26/6), pemilik Yayasan Pendidikan Bakti persada Nusantara ini masih dirawat di RS Udayana Jimbaran. Sedangkan sekretarisnya, Mario Alcrido L Bhalu, tidak mengalami luka berarti.
Sebaliknya, Satpam Yayasan Pendidikan Bakti Persada Nusantara, Benjamin, terluka di bagian pinggang karena dipukuli dengan balok kayu. Selain itu, tangannya juga luka robek akibat terkena sabetan pecahan botol, hingga harus mendapat tiga jaritan. Seperti halnya sang bos, Benjami juga harus dirawat di rumah sakit.
Dugaan sementara, aksi penyerangan dan penganiayaan terhadap pengurus Yayasan Pendidikan Bakti Persada Nusantara ini dipicu masalah sewa menyewa lahan Sekolah Harapan Bunda. Yayasan ini menaungi Sekolah Harapan Bunda mulai level TK, SD, SMP, hingga SMK.
Menurut keterangan seorang Satpam di Yayasan Bakti Persada Nusntara, Jemris Lukas, aksi penyerangan berawal Selasa sore ketika ada anak kecil mandi di kolam renang sekolah. Lalu, anak tersebut dilarang oleh Jemris Lukas dan Benjamin, dua Satpam yang bertugas sore itu. Karena dilarang, anak kecil tersebut langsung pulang. Tak lama berselang, datang 4 orang menanyakan perihal larangan mandi di kolam sekolah itu. Oleh Jemris Lukas, dijelaskan bahwa anak kecil yang mandi itu masuk tanpa izin.
Habis itu, semakin banyak massa yang datang ke Sekolah Harapan Bunda, hingga jumlahnya mencapai 150 orang. Mereka mengancam untuk membunuh Jemris Lukas. Karena merasa terancam, Jemris Lukas menelepon pemilik yayasan, Jeane Selvya Damorita. Kemudian, Jeane Selvya datang ke lokasi bersama sekretarisnya, Mario Alcrido L Bhalu.
Begitu bosnya tiba di lokasi, Jemris Lukas langsung pergi ke Polse Kuta Selatan hendak melaporkan peristiwa itu. Baru saja Lukas tiba di Polsek Kuta Selatan, dia sudah ditelepon oleh Jeanne Silvya yang meminta bantuan polisi untuk datang ke sekolah, karena jumlah massa semakin banyak dan bertindak anarkis.
Tak lama berselang, petugas Polsek Kuta Selatan terjun ke lokasi TKP di Sekolah Harapan Bunda. Bahkan, Kasat Reskrim Polresta Denpasar, Kompol Wayan Arta Ariawan, juga sempat terjun. Demikian pula sejumlah aparat TNI ikut ke lokasi, hingga kericuhan berhasil diredakan, pengurus yayasan dan Satpamnya juga selamat dari maut.
Muncul dugaan, massa yang menyerang pemilik yayasan itu adalah orang suruhan dari I Wayan Bagong Sukanta, pemilik lahan Sekolah Harapan Bunda. Dugaan itu karena sudah sering membuat keributan dengan menyuruh orang lain, yang tujuannya untuk mengusir paksa pemilik yayasan lantaran belum melunasi kontrak lahannya.
Kuasa hukum Yayasan Pendidikan Bakti Persada Nusantara, Yanuar Nahak, mengakui adanya tunggakan pembayaran sewa lahan. Namun, sudah dilakukan komunikasi yang baik, sehingga tunggakan masih bisa terus dicicil. Sampai saat ini, tunggakan sewa lahan yang belum dibayar mencapai Rp 40 juta.
“Klien saya (Jeanne Silvya) dengan Pak Sukanta melakukan sewa menyewa lahan sejak sejak 23 Juli 2012 sampai 23 Juli 2022. Dalam setahun, kontraknya Rp 60 juta. Batas akhir pelunasannya adalah 14 November 2014. Namun, sampai saat batas akhir pelunasan itu, Yayasan Pendidikan Bakti Persada Nusantara tidak bisa memenuhinya karena masalah keuangan. Saat itu dibuatlah kesepakatan untuk terus dicicl saja pembayarannya,” ujar Yanuar Nahak saat melapor ke Polsek Kuta Selatan, Rabu sore.
Karena kesepakatannya boleh dilakukan untuk terus cicil pembayaran sisa utang, kata Yanuar, maka pihak yayasan merasa perjanjian kontrak hingga tahun 2022 itu tetap berlaku. Pembangunan pun terus dilakukan. Akhir 2018 lalu, sisa utang Rp 40 juta itu hendak dilunasi oleh pihak yayasan. Namun, pemilik lahan menolak dan meminta uang ganti rugi Rp 800 juta. “Sejak saat itu, Pak Sukanta sering membuat masalah seperti merusak property sekolah dan meminta pemilik yayasan untuk keluar,” katanya.
Disebutkan, permasalahan semakin memanas sejak 6 bulan lalu. Ketika itu, pemilik lahan membuat Yayasan Widia Kerti dengan memanfaatkan gedung sekolah yang telah dibangun oleh yayasan milik Jeanne Silviya. Yayasan Widia Kerti menempat Gedung SMK Harapan Bunda yang dibangun yayasan milik Jeanne Silvya. Itu sebabnya, Yayasan Pendidikan Bakti Persada Nusantara milik Jeanne Silvya pilih melepas pendidikan jenjang SMK-nya. Sebab, para guru mengundurkan diri secara massal dan bergabung dengan Yayasan Widia Kerti.
Tak terima gedung yang dibangunnya digunakan pihak lain, maka Jeanne Silvya menyegel Gedung SMK tersebut, 18 Juni 2019 lalu, dengan menempelkan surat peringatan. Ternyata, pihak pemilik lahan sudah lebih dulu melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, 10 Juni 2019. “Sebagai orang sadar hukum, mestinya (pemilik lahan, Red) menunggu hasil putusan pengadilan. Tidak dengan cara main hakim sendiri. Baru kemarin (Selasa) sidang perdana di pengadilan, mereka sudah bikin rusuh,” sesal Yanuar.
Yanuar mengaku kecewa dengan respons kepolisian. Sebab, laporan atas aksi-aksi sebelumnya yang diduga dilakukan oleh pemilik lahan, tidak ditindaklanjuti kepolisian. “Sudah beberapa kali kami laporkan ke Polsek Kuta Selatan terkait ulah Pak Sukanta itu, tapi tak direspons polisi,” keluh Yanuar.
Sementara itu, pemilik lahan Wayan Bagong Sukanta mengaku tidak tahu siapa yang melakukan aksi penyerangan di Sekolah Harapan Bunda, Selasa malam. Saat peristiwa terjadi, Sukanta sedang berada di rumahnya. Dia juga tak kenal ratusan orang yang beraksi malam itu. "Untuk apa saya melakukan peruskan di sekolah saya sendiri? Saya tidak kenal satu pun yang ke sana. Karena memang saya tidak ada di lokasi saat kejadian," tutur Sukanta, Rabu kemarin.
Menurut Sukanta, dirinya memang pernah bermasalah dengan pihak yayasan milik Jeanne Silvya. Tapi, masalah itu kini sudah dilaporkan ke PN Denpasar. “Saya ada masalah soal sewa menyewa, tapi perkaranya melalui jalur hukum. Saya tidak tahu apa yang terjadi kemarin malam,” tegas Sukanta.
Sayangnya, hingga Rabu kemarin belum ada keterangan resmi dari kepolisian terkait penyerangan di Sekolah Harapan Bunda ini. Baik Kepolsek Kuta Selatan AKP Doddy Monza, Kanit Reskrim Polsek Kuta Selatan Iptu Arius Setianto, maupun Kasat Reskrim Polresta Denpasar Kompol Wayan Arta Ariawan tidak mengangkat ponselnya saat dihubungi NusaBali. *pol
Komentar