Bakamla Tangkap Dua Kapal Asing di Perairan Benoa
Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI menangkap dua unit kapal Asing di Perairan Benoa, Kecamatan Denpasar Selatan, Jumat (28/6) pukul 09.00 Wita.
DENPASAR, NusaBali
Dua kapal yang ditangkap oleh Bakamla itu, yakni KM Bahari Nusantara 689 karena terlibat dalam peredaran gelap narkoba dan dan KM Naga Mas Perkasa XI karena illegal fishing. Kedua kapal ini memasuki perairan Indonesia tanpa izin.
Dalam upaya penangkapan terhadap kedua kapal berukuran besar ini petugas Bakamla mendapat perlawanan dari para awak kapal. Namun demikian petugas Bakamla berhasil melumpuhkan semua para awak kapal yang merupakan orang luar negeri. Kedua kapal yang bermasalah itu pun berhasil diamankan petugas ke Dermaga Pelabuhan Benoa.
Ini merupakan skenario dari simulasi singkat penangkapan kapal ilegal oleh Bakamla bersama badan keamanan laut dari Malaysia, Kamboja, Vietnam, Thailand, Philipina, dan Amerika Serikat. Kegiatan yang diinisiasi oleh Coast Guard Amerika Serikat ini dihadiri oleh lebih dari 90 petugas teknis dan spesialis organisasi penegakan hukum maritim regional di Asia Tenggara.
Direktur Latihan Bakamla, Laksamana Pertama Yeheskiel Katiandagho mengungkapkan kegiatan yang baru pertama diselenggarakan ini dapat memberikan kontribusi kepada Indonesia maupun negara dalam kawasan Asia Tenggara. Diharapkan dengan adanya latihan bersama ini dapat mempererat kerja sama untuk mengatasi masalah illegal fishing maupun peredaran narkoba melalui laut.
Yeheskiel mengatakan sebenarnya pengetatan terhadap masalah ini pemerintah Indonesia sudah melakukannya. Hal ini terbukti dengan menurunnya kejahatan yang terjadi di laut. Bila dilihat dari data sejak tahun 2016 pelanggaran hukum oleh kapal Indonesia menurun drastis. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini menghasillkan satu misi yang sama sehingga kesadaran hukum meningkat.
“Illegal fishing pada tahun 2016 dari negara luar Indonesia ada 35 kapal. Kapal indonesia yang melanggar sebanyak 17 kapal. Tahun 2017 dari negara luar yang melakukan pencurian di Indonesia yang tertangkap sebanyak 23 kapal. Sementara kapal Indonesia sendiri sebanyak 11 kapal. Pada tahun 2018 pelanggaran pencurian ikan oleh kapal dari negara luar 10 kapal. Sementara kapal Indonesia yang ditangkap sebanyak 8 kapal,” beber Yeheskiel.
Sementara itu Direktur Kerjasama Keamanan, Brigadir Jenderal Rory Copinger-Symes mengungkapkan kejahatan transnasional tidak dibatasi oleh batas fisik dan antangan maritim regional tidak dirasakan oleh satu negara saja. Mengatasi tantangan ini membutuhkan kesadaran domain maritim yang lebih besar, transparansi, kerja sama, dan berbagi informasi antar negara.
“Target utamanya adalah terjalin hubungan yang baik antara negara-negara khususnya 6 negara ini. Sehingga tidak terjadi ego sektoral. Kegiatan ini berlangsung dari 23-28 Juni. Dibagi menjadi dua kegiatan. Yakni workshopnya dilaksanakan di Hotel Condrat, Nusa Dua dan prakteknya di Pelabuhan Benoa. Prakteknya untuk masalah illegal fishing dan peredaran narkoba,” tandasnya. *pol
Dalam upaya penangkapan terhadap kedua kapal berukuran besar ini petugas Bakamla mendapat perlawanan dari para awak kapal. Namun demikian petugas Bakamla berhasil melumpuhkan semua para awak kapal yang merupakan orang luar negeri. Kedua kapal yang bermasalah itu pun berhasil diamankan petugas ke Dermaga Pelabuhan Benoa.
Ini merupakan skenario dari simulasi singkat penangkapan kapal ilegal oleh Bakamla bersama badan keamanan laut dari Malaysia, Kamboja, Vietnam, Thailand, Philipina, dan Amerika Serikat. Kegiatan yang diinisiasi oleh Coast Guard Amerika Serikat ini dihadiri oleh lebih dari 90 petugas teknis dan spesialis organisasi penegakan hukum maritim regional di Asia Tenggara.
Direktur Latihan Bakamla, Laksamana Pertama Yeheskiel Katiandagho mengungkapkan kegiatan yang baru pertama diselenggarakan ini dapat memberikan kontribusi kepada Indonesia maupun negara dalam kawasan Asia Tenggara. Diharapkan dengan adanya latihan bersama ini dapat mempererat kerja sama untuk mengatasi masalah illegal fishing maupun peredaran narkoba melalui laut.
Yeheskiel mengatakan sebenarnya pengetatan terhadap masalah ini pemerintah Indonesia sudah melakukannya. Hal ini terbukti dengan menurunnya kejahatan yang terjadi di laut. Bila dilihat dari data sejak tahun 2016 pelanggaran hukum oleh kapal Indonesia menurun drastis. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini menghasillkan satu misi yang sama sehingga kesadaran hukum meningkat.
“Illegal fishing pada tahun 2016 dari negara luar Indonesia ada 35 kapal. Kapal indonesia yang melanggar sebanyak 17 kapal. Tahun 2017 dari negara luar yang melakukan pencurian di Indonesia yang tertangkap sebanyak 23 kapal. Sementara kapal Indonesia sendiri sebanyak 11 kapal. Pada tahun 2018 pelanggaran pencurian ikan oleh kapal dari negara luar 10 kapal. Sementara kapal Indonesia yang ditangkap sebanyak 8 kapal,” beber Yeheskiel.
Sementara itu Direktur Kerjasama Keamanan, Brigadir Jenderal Rory Copinger-Symes mengungkapkan kejahatan transnasional tidak dibatasi oleh batas fisik dan antangan maritim regional tidak dirasakan oleh satu negara saja. Mengatasi tantangan ini membutuhkan kesadaran domain maritim yang lebih besar, transparansi, kerja sama, dan berbagi informasi antar negara.
“Target utamanya adalah terjalin hubungan yang baik antara negara-negara khususnya 6 negara ini. Sehingga tidak terjadi ego sektoral. Kegiatan ini berlangsung dari 23-28 Juni. Dibagi menjadi dua kegiatan. Yakni workshopnya dilaksanakan di Hotel Condrat, Nusa Dua dan prakteknya di Pelabuhan Benoa. Prakteknya untuk masalah illegal fishing dan peredaran narkoba,” tandasnya. *pol
Komentar