Sulinggih Keempat dari Banten akan Didiksa di Bali
Semeton umat Hindu di Provinsi Banten sebentar lagi akan memiliki satu lagi sulinggih baru.
DENPASAR, NusaBali
Ini setelah Ida Bhawati Pasek Made Sudiada bersama sang istri Ida Bhawati Istri Ni Luh Putu Suponi menyelesaikan rangkaian Diksa Pariksa, semacam ujian lisan untuk menguji pemahaman agama, susila, upacara, permasalahan tantangan umat, sosiologis, maupun pemahaman kesulinggihan di Kantor Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Kamis (27/6). Pasangan suami istri (pasutri) ini akan didiksa pada Purnama Kasa, Anggara Paing Sungsang, Selasa (16/7) mendatang di griya sang nabe, Griya Mumbul Sari, Serongga, Gianyar.
Diksa Pariksa yang digelar di Bali ini sesungguhnya merupakan usulan calon sulinggih bersangkutan yang semua rangkaiannya ingin diselesaikan di Bali.
Mengingat upacara mediksa dan dwijatinya dilaksanakan di Griya sang nabe di Bali. Hal ini kemudian ditindaklanjuti oleh PHDI Provinsi Banten. Adapun ketiga nabenya, antara lain Nabe Napak Ida Pandita Mpu Jaya Acaryananda, Nabe Waktra Ida Pandita Sattwikananda, serta Nabe Saksi Ida Pandita Mpu Jaya Wijayananda.
“Kami dari provinsi Banten meminta agar antar provinsi. Karena calon sulinggihnya dari Banten, mediksanya di griya Serongga Gianyar. Kita memohon PHDI Gianyar yang melaksanakan, ternyata dikoordinasikan ke level provinsi. Sehingga PHDI Bali lah yang membantu prosesi diksa pariksa ini,” ujar Ketua PHDI Provinsi Banten, IB Alit Wiratmaja SH MH, usai diksa pariksa, Kamis lalu, yang juga dihadiri PHDI DKI Jakarta dan PHDI Kabupaten Gianyar.
Sosok Ida Bhawati Pasek Made Sudiada bersama sang istri Ida Bhawati Istri Ni Luh Putu Suponi awalnya menapaki jalan spiritual dengan menjadi pemangku di Pura Eka Wira Ananta, Serang, Banten sekitar tahun 2000. Lambat laun, umat Hindu di Banten mendorong pasutri ini melinggih jadi sulinggih. Selain itu, dari dorongan diri sendiri dan dukungan keluarga membuatnya mantap untuk malinggih menjadi sulinggih.
“Ini merupakan keinginan saya sendiri untuk menyucikan diri, alangkah sangat baik jika semasa masih hidup. Di samping itu, tiyang juga keturunan rohaniawan, kakek saya menjadi pamangku di Pura Kahyangan Tiga di kampung halaman,” ujar calon sulinggih asal Banjar Pande, Desa Jegu, Penebel, Tabanan ini.
Ida Bhawati Pasek Made Sudiada sendiri telah merantau ke Serang, Banten, setamat SMA. Terhitung sudah 40 tahun lebih dia tinggal di sana. Sebelum menempuh jalan spiritual, dia cukup lama berkarir sebagai auditor gas dan minyak di beberapa negara, seperti Texas, Mesir, Eropa, Prancis, dan beberapa negara lainnya. Usai melanglangbuana, tahun 2000 dia memutuskan untuk jadi pamangku.
Oleh banjar setempat, didorong menjadi pamangku gede. Setelah cukup lama menjadi pamangku gede, Ida Bhawati Pasek Made Sudiada pun disarankan untuk melinggih menjadi sulinggih. Rumahnya pun kini sudah diresmikan menjadi griya dengan nama Griya Kasewan Bumi Banten, yang beralamat di Griya Serdang Indah Blok J1 Nomor 5, Desa Margatani, Kecamatan Kramatwatu, Serang, Banten.
“Tiyang sehari-hari tinggal di Serang, Banten. Sehingga tiyang melinggih jadi sulinggih ini sifatnya nasional. Setelah didiksa, tiyang akan kembali melakukan pelayanan umat di Banten,” kata calon sulinggih kelahiran 5 Mei 1954 tersebut.
Sementara itu, Nabe Napak dari Ida Bhawati Pasek Made Sudiada, Ida Pandita Mpu Jaya Acaryananda mengatakan, secara umum sistem aguron-guron yang dilakukannya, melihat sisi SDM dan habitusnya sebagai dasar. Ida Pandita Acaryananda menjelaskan, Ida Bhawati Pasek Made Sudiada berada di lingkungan heterogen dan didominasi agama lain. “Sehingga tugasnya ke depan bukan hanya ngeleneng, namun bagaimana mampu menjaga ketahanan umat agar tetap bisa eksis,” ujarnya.
Dengan demikian, Provinsi Banten akan memiliki 4 sulinggih yang nantinya akan melayani dan mencerahkan umat. Menurut Ketua PHDI Banten, IB Alit Wiratmaja, kehadiran calon sulinggih baru di luar daerah Bali akan semakin menambah semangat umat yang notabene minoritas di luar daerah Bali. Meskipun dia mengakui, sulinggih yang akan berjumlah 4 orang masih dirasa kurang. Jika dilihat dari target PHDI Pusat yang menginginkan setiap 500 KK umat Hindu, dilayani oleh satu orang sulinggih. “Minimal kita bisa memiliki 6 sulinggih. Karena kita di Banten memiliki 6 pura, dan 17 ribu umat Hindu. Sekitar 4.000 KK,” imbuhnya.
PHDI Provinsi Bali yang membantu kelancaran proses diksa pariksa Ida Bhawati Pasek Made Sudiada turut mendukung penuh bertambahnya sulinggih yang mau ngayah di luar Bali. Menurut Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana MSi, kehadiran sulinggih baru di luar daerah Bali bisa menambah dan menjembatani umat Hindu agar lebih tercerahkan di bidang agama.
Senada dengan Prof Sudiana, Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari selaku Dharma Upapati Paruman Sulinggih PHDI Provinsi Bali yang turut hadir dalam diksa pariksa tersebut, merasa senang dan bangga melihat umat yang mau mengabdikan diri menjadi sulinggih. “Apalagi sulinggih kita ini versinya masih Bali. Sebagai sulinggih nanti, jangan arogansi Bali dibawa. Di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Di luar kan umat Hindu heterogen,” harapnya. *ind
Diksa Pariksa yang digelar di Bali ini sesungguhnya merupakan usulan calon sulinggih bersangkutan yang semua rangkaiannya ingin diselesaikan di Bali.
Mengingat upacara mediksa dan dwijatinya dilaksanakan di Griya sang nabe di Bali. Hal ini kemudian ditindaklanjuti oleh PHDI Provinsi Banten. Adapun ketiga nabenya, antara lain Nabe Napak Ida Pandita Mpu Jaya Acaryananda, Nabe Waktra Ida Pandita Sattwikananda, serta Nabe Saksi Ida Pandita Mpu Jaya Wijayananda.
“Kami dari provinsi Banten meminta agar antar provinsi. Karena calon sulinggihnya dari Banten, mediksanya di griya Serongga Gianyar. Kita memohon PHDI Gianyar yang melaksanakan, ternyata dikoordinasikan ke level provinsi. Sehingga PHDI Bali lah yang membantu prosesi diksa pariksa ini,” ujar Ketua PHDI Provinsi Banten, IB Alit Wiratmaja SH MH, usai diksa pariksa, Kamis lalu, yang juga dihadiri PHDI DKI Jakarta dan PHDI Kabupaten Gianyar.
Sosok Ida Bhawati Pasek Made Sudiada bersama sang istri Ida Bhawati Istri Ni Luh Putu Suponi awalnya menapaki jalan spiritual dengan menjadi pemangku di Pura Eka Wira Ananta, Serang, Banten sekitar tahun 2000. Lambat laun, umat Hindu di Banten mendorong pasutri ini melinggih jadi sulinggih. Selain itu, dari dorongan diri sendiri dan dukungan keluarga membuatnya mantap untuk malinggih menjadi sulinggih.
“Ini merupakan keinginan saya sendiri untuk menyucikan diri, alangkah sangat baik jika semasa masih hidup. Di samping itu, tiyang juga keturunan rohaniawan, kakek saya menjadi pamangku di Pura Kahyangan Tiga di kampung halaman,” ujar calon sulinggih asal Banjar Pande, Desa Jegu, Penebel, Tabanan ini.
Ida Bhawati Pasek Made Sudiada sendiri telah merantau ke Serang, Banten, setamat SMA. Terhitung sudah 40 tahun lebih dia tinggal di sana. Sebelum menempuh jalan spiritual, dia cukup lama berkarir sebagai auditor gas dan minyak di beberapa negara, seperti Texas, Mesir, Eropa, Prancis, dan beberapa negara lainnya. Usai melanglangbuana, tahun 2000 dia memutuskan untuk jadi pamangku.
Oleh banjar setempat, didorong menjadi pamangku gede. Setelah cukup lama menjadi pamangku gede, Ida Bhawati Pasek Made Sudiada pun disarankan untuk melinggih menjadi sulinggih. Rumahnya pun kini sudah diresmikan menjadi griya dengan nama Griya Kasewan Bumi Banten, yang beralamat di Griya Serdang Indah Blok J1 Nomor 5, Desa Margatani, Kecamatan Kramatwatu, Serang, Banten.
“Tiyang sehari-hari tinggal di Serang, Banten. Sehingga tiyang melinggih jadi sulinggih ini sifatnya nasional. Setelah didiksa, tiyang akan kembali melakukan pelayanan umat di Banten,” kata calon sulinggih kelahiran 5 Mei 1954 tersebut.
Sementara itu, Nabe Napak dari Ida Bhawati Pasek Made Sudiada, Ida Pandita Mpu Jaya Acaryananda mengatakan, secara umum sistem aguron-guron yang dilakukannya, melihat sisi SDM dan habitusnya sebagai dasar. Ida Pandita Acaryananda menjelaskan, Ida Bhawati Pasek Made Sudiada berada di lingkungan heterogen dan didominasi agama lain. “Sehingga tugasnya ke depan bukan hanya ngeleneng, namun bagaimana mampu menjaga ketahanan umat agar tetap bisa eksis,” ujarnya.
Dengan demikian, Provinsi Banten akan memiliki 4 sulinggih yang nantinya akan melayani dan mencerahkan umat. Menurut Ketua PHDI Banten, IB Alit Wiratmaja, kehadiran calon sulinggih baru di luar daerah Bali akan semakin menambah semangat umat yang notabene minoritas di luar daerah Bali. Meskipun dia mengakui, sulinggih yang akan berjumlah 4 orang masih dirasa kurang. Jika dilihat dari target PHDI Pusat yang menginginkan setiap 500 KK umat Hindu, dilayani oleh satu orang sulinggih. “Minimal kita bisa memiliki 6 sulinggih. Karena kita di Banten memiliki 6 pura, dan 17 ribu umat Hindu. Sekitar 4.000 KK,” imbuhnya.
PHDI Provinsi Bali yang membantu kelancaran proses diksa pariksa Ida Bhawati Pasek Made Sudiada turut mendukung penuh bertambahnya sulinggih yang mau ngayah di luar Bali. Menurut Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana MSi, kehadiran sulinggih baru di luar daerah Bali bisa menambah dan menjembatani umat Hindu agar lebih tercerahkan di bidang agama.
Senada dengan Prof Sudiana, Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari selaku Dharma Upapati Paruman Sulinggih PHDI Provinsi Bali yang turut hadir dalam diksa pariksa tersebut, merasa senang dan bangga melihat umat yang mau mengabdikan diri menjadi sulinggih. “Apalagi sulinggih kita ini versinya masih Bali. Sebagai sulinggih nanti, jangan arogansi Bali dibawa. Di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Di luar kan umat Hindu heterogen,” harapnya. *ind
1
Komentar