Janger Peliatan Tampil Memukau
Janger melampahan khas Peliatan ini mengalir dengan kisah bertajuk Arjuna Tapa yang mengisyaratkan sebuah pesan bahwa kesabaran adalah kunci dalam meraih keberhasilan.
DENPASAR, NusaBali
Gianyar tampil memukau dengan menampilkan hasil rekonstruksi Janger Peliatan, Minggu (30/6) malam di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali. Rupanya, Janger Peliatan masih digandrungi masyarakat. Sebagian penikmat Janger Peliatan bahkan terlihat tak mendapat tempat duduk. Mereka rela berlama-lama berdiri.
Lantunan gending dan tabuh khas Janger Peliatan tampak serasi dan apik. Nyatanya, untuk menghasilkan garapan yang serasi, Janger Peliatan harus melalui proses rekonstruksi sebelum ditampilkan dalam Parade Janger Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41. “Mulanya kami riset terlebih dahulu untuk merekonstruksi janger klasik yang pernah ada di Peliatan sekitar 40 sampai 50-an,” ujar AA Gde Oka Dalem selaku koordinator.
Untuk mengembalikan keaslian gending janger Peliatan, Gung Oka dan tim menelusuri sumber-sumber dari Balai Desa Peliatan. Dia pun mengungkapkan tiga bulan sebelum tampil di PKB, pencarian keaslian gending janger terus diupayakan. Setelah dirasa rampung, waktu latihan yang bersamaan dengan proses rekonstruksi membuat para penari turut mempelajari kesenian janger klasik yang keberadaannya perlu dilestarikan.
Janger Klasik Peliatan yang ditampilkan oleh Sanggar Balerung Sari Nertya Wadirta, Desa Peliatan, Ubug, Gianyar ini pun sukses mendulang apresiasi penuh dari penonton yang ingin menyusuri klasiknya Janger Peliatan era 40-an. Janger melampahan khas Peliatan ini mengalir dengan kisah bertajuk Arjuna Tapa yang mengisyaratkan sebuah pesan bahwa kesabaran adalah kunci dalam meraih keberhasilan.
Gending-gendingnya jauh dari kata modern, pola geraknya masih kental dengan tradisi gaya Peliatan. Tapi tua muda tetap terduduk dan berdiri menyaksikan pementasan hingga usai. Para penari yang berjumlah 24 orang yang terdiri dari 12 orang putri (janger) dan 12 orang putra (kecak) tampak piawai menguasai pakem-pakem janger klasik.
“Mereka semua adalah anak-anak muda, untuk menanamkan pakem, keseragaman, dan penjiwaan janger klasik itu perlu proses yang lama,” ujar Gung Oka. Setelah merkonstruksi Janger Klasik Peliatan, Gung Oka dan rekan-rekan Peliatan berharap bahwa masyarakat lebih mencintai Janger Klasik Peliatan, dan Janger-Janger Klasik lainnya yang ada di Bali. *ind
Lantunan gending dan tabuh khas Janger Peliatan tampak serasi dan apik. Nyatanya, untuk menghasilkan garapan yang serasi, Janger Peliatan harus melalui proses rekonstruksi sebelum ditampilkan dalam Parade Janger Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41. “Mulanya kami riset terlebih dahulu untuk merekonstruksi janger klasik yang pernah ada di Peliatan sekitar 40 sampai 50-an,” ujar AA Gde Oka Dalem selaku koordinator.
Untuk mengembalikan keaslian gending janger Peliatan, Gung Oka dan tim menelusuri sumber-sumber dari Balai Desa Peliatan. Dia pun mengungkapkan tiga bulan sebelum tampil di PKB, pencarian keaslian gending janger terus diupayakan. Setelah dirasa rampung, waktu latihan yang bersamaan dengan proses rekonstruksi membuat para penari turut mempelajari kesenian janger klasik yang keberadaannya perlu dilestarikan.
Janger Klasik Peliatan yang ditampilkan oleh Sanggar Balerung Sari Nertya Wadirta, Desa Peliatan, Ubug, Gianyar ini pun sukses mendulang apresiasi penuh dari penonton yang ingin menyusuri klasiknya Janger Peliatan era 40-an. Janger melampahan khas Peliatan ini mengalir dengan kisah bertajuk Arjuna Tapa yang mengisyaratkan sebuah pesan bahwa kesabaran adalah kunci dalam meraih keberhasilan.
Gending-gendingnya jauh dari kata modern, pola geraknya masih kental dengan tradisi gaya Peliatan. Tapi tua muda tetap terduduk dan berdiri menyaksikan pementasan hingga usai. Para penari yang berjumlah 24 orang yang terdiri dari 12 orang putri (janger) dan 12 orang putra (kecak) tampak piawai menguasai pakem-pakem janger klasik.
“Mereka semua adalah anak-anak muda, untuk menanamkan pakem, keseragaman, dan penjiwaan janger klasik itu perlu proses yang lama,” ujar Gung Oka. Setelah merkonstruksi Janger Klasik Peliatan, Gung Oka dan rekan-rekan Peliatan berharap bahwa masyarakat lebih mencintai Janger Klasik Peliatan, dan Janger-Janger Klasik lainnya yang ada di Bali. *ind
Komentar