Densus 88 Bongkar Praktik JI
Lulusan sarjana teknik, ahli intelijen, dan terlibat bom Bali
JAKARTA, NusaBali
Densus 88 Antiteror mengungkap praktik organisasi terlarang Jamaah Islamiyah (JI). Dalam hal ini, Densus menangkap pimpinan atau amir JI bernama Para Wijayanto (54), istrinya Masitha Yasmin (47), dan tiga orang kepercayaannya.
Sejak dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dibubarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2007, aktivitas Jamaah Islamiyah (JI) memang tidak lagi terlihat. Namun kelompok itu masih aktif hingga sekarang di bawah pemimpin alias imam baru mereka.
Polisi mengumumkan pemimpin baru organisasi itu Para Wijayanto (PW) alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arif alias Ahmad Fauzi Utomo. Pria itu adalah anggota lama Jamaah Islamiyah dan menduduki posisi bidang intelijen dalam organisasi itu pada 2002.
"Keterlibatannya, rekam jejaknya, cukup panjang: yang bersangkutan alumni pelatihan militer di Moro (Filipina) angkatan 2000, yang bersangkutan aktif dalam struktur organisasi JI," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta, Senin (1/7) seperti dilansir vivanews.
PW, katanya, sarjana Teknik Sipil pada sebuah universitas ternama di Jawa. Dari sisi intelektual, bisa dikatakan dia memiliki kompetensi mumpuni, termasuk ahli dalam merakit bom, kemampuan intelijen, hingga militer.
Dia juga aktif dalam berbagai macam kegiatan terorisme di Indonesia, mulai Bom Bali tahun 2002, bom di Kedutaan Besar Australia di Jakarta tahun 2004, bom malam Natal di Jakarta, dan dalam kerusuhan di Poso tahun 2005-2007.
Menurut Dedi, berbagai pengalaman yang dimiliki PW membuatnya dibaiat menjadi amir baru Jemaah Islamiyah. Terlebih lagi kemampuan intelijennya digunakan sebagai pemberi masukan kegiatan kelompoknya di Poso sekaligus memetakan suplai senjata ke Mujahidin Indonesia Timur.
Kemudian, Para Wijayanto juga diduga mengetahui adanya penyimpanan 1 ton bahan peledak di Sukoharjo yang dimiliki kelompok teroris pimpinan Badri Solo. Kasus tersebut berhasil diungkap Densus 88 pada 2012 silam.
"Yang bersangkutan juga saat rusuh di Poso menjadi pendukung, baik operasional maupun logistik, kepada kelompok teroris di sana," tutur Dedi dilansir detik.
"Selain itu yang bersangkutan juga sepanjang tahun 2013 sampai 2018 sudah mengirim orang-orang yang berhasil direkrut untuk mengikuti program pelatihan maupun langsung praktik kegiatan perang di Suriah. Sudah ada 6 gelombang yang diberangkatkan," sambung dia. *
Sejak dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dibubarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2007, aktivitas Jamaah Islamiyah (JI) memang tidak lagi terlihat. Namun kelompok itu masih aktif hingga sekarang di bawah pemimpin alias imam baru mereka.
Polisi mengumumkan pemimpin baru organisasi itu Para Wijayanto (PW) alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arif alias Ahmad Fauzi Utomo. Pria itu adalah anggota lama Jamaah Islamiyah dan menduduki posisi bidang intelijen dalam organisasi itu pada 2002.
"Keterlibatannya, rekam jejaknya, cukup panjang: yang bersangkutan alumni pelatihan militer di Moro (Filipina) angkatan 2000, yang bersangkutan aktif dalam struktur organisasi JI," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta, Senin (1/7) seperti dilansir vivanews.
PW, katanya, sarjana Teknik Sipil pada sebuah universitas ternama di Jawa. Dari sisi intelektual, bisa dikatakan dia memiliki kompetensi mumpuni, termasuk ahli dalam merakit bom, kemampuan intelijen, hingga militer.
Dia juga aktif dalam berbagai macam kegiatan terorisme di Indonesia, mulai Bom Bali tahun 2002, bom di Kedutaan Besar Australia di Jakarta tahun 2004, bom malam Natal di Jakarta, dan dalam kerusuhan di Poso tahun 2005-2007.
Menurut Dedi, berbagai pengalaman yang dimiliki PW membuatnya dibaiat menjadi amir baru Jemaah Islamiyah. Terlebih lagi kemampuan intelijennya digunakan sebagai pemberi masukan kegiatan kelompoknya di Poso sekaligus memetakan suplai senjata ke Mujahidin Indonesia Timur.
Kemudian, Para Wijayanto juga diduga mengetahui adanya penyimpanan 1 ton bahan peledak di Sukoharjo yang dimiliki kelompok teroris pimpinan Badri Solo. Kasus tersebut berhasil diungkap Densus 88 pada 2012 silam.
"Yang bersangkutan juga saat rusuh di Poso menjadi pendukung, baik operasional maupun logistik, kepada kelompok teroris di sana," tutur Dedi dilansir detik.
"Selain itu yang bersangkutan juga sepanjang tahun 2013 sampai 2018 sudah mengirim orang-orang yang berhasil direkrut untuk mengikuti program pelatihan maupun langsung praktik kegiatan perang di Suriah. Sudah ada 6 gelombang yang diberangkatkan," sambung dia. *
1
Komentar