Sudikerta Tempuh Upaya Damai
Polda Bali target limpahkan kasus Sudikerta ke kejaksaan sebelum masa penahanan tersangka berakhir, 30 hari ke depan
Setelah 3 Bulan Ditahan Terkait Dugaan Penipuan Rp 150 Miliar
DENPASAR, NusaBali
Setelah 3 bulan menjalani penahanan di Rutan Polda Bali sebagai tersangka kasus dugaan penipuan jual beli tanah senilai Rp 150 miliar, mantan Wakil Gubernur Bali (2013-2018) I Ketut Sudikerta berupaya menempuh jalur lain. Politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini genjot upaya perdamaian dengan pihak korban yaitu bos PT Maspion Group, Alim Markus.
Adanya upaya damai tersangka Ketut Sudikerta ini diungkapkan kuasa hukumnya, Wayan Sumardika, saat dihubungi NusaBali di Denpasar, Rabu (3/7) malam. Menurut Sumardika, sejak awal pihaknya menawarkan kepada penyidik Polda Bali untuk menyelesaikan perkara ini melalui ultimum remidium.
“Artinya, kami tawarkan mendahulukan penyelesaian keperdataan, dengan mengesampingkan pidana. Ini kami tawarkan berdasar asas kemanfaatan hukum yakni bermanfaat bagi korban dan tersangka,” jelas Sumardika.
Dengan menggunakan pola ini, kata Sumardika, kerugian yang diderita korban Alim Markus bisa dikembalikan. Sedangkan tersangka Ketut Sudikerta tidak perlu menjalani proses hukum lanjutan. Dalam upaya perdamaian ini, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada tersangka untuk bisa melakukan perdamaian dengan korban, tanpa campur tangan penasihat hukum.
Dalam proses tersebut, kata Mardika, pihaknya selaku kuasa hukum hanya membuatkan konsep untuk digunakan tersangka Sudikerta dan dua tersangka lainnya, I Wayan Wakil, 51, dan Anak Agung Ngurah Agung, 68, melakukan perdamaian dengan korban.
Konsep yang ditawarkan adalah objek yang menjadi sengketa, yakni dua bidang tanah masing-masing seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, digunakan sebagai modal penyertaan dalam PT (Perseroan Terbatas). Dalam penyertaan tersebut, terdapat uang peng-ganti Rp 277 miliar.
Dari Rp 277 miliar tersebut, sebanyak Rp 150 miliar di antaranya akan digunakan sebagai pengganti kerugian korban, sementara Rp 122 miliar lagi bakal diberikan kepada pemilik objek tanah, yaitu Puri Celagi Gendong. Terhadap kewajiban lain yang muncul, menurut Sumardika, akan diselesaikan pihak puri.
“Itu konsep yang saya tawarkan kepada para tersangka. Nanti para tersangka yang akan melakukan perdamaian langsung kepada korban, dengan konsep tersebut. Nanti jika ada koreksi atau perubahan, itu adalah kewenangan mereka,” tegas Sumardika.
Menurut Sumardika, teraangka Ketut Sudikerta genap 90 haru sudah menjalani penahanan sejak ditangkap jajaran Polda Bali, 4 April 2019 lalu. Masih ada siswa waktu 30 hari penahanan tersasngka Sudikerta. Nah, dalam sisa 30 hari penahanannya, tersangka Sudikerta berharap bisa melakukan perdamaian dengan korban Alim Markus, sehingga tidak perlu lagi menjalani proses hukum lanjutan hingga persidangan.
“Kesimpulannya, kami menginginkan penyelesaian di luar pengadilan. Dalam upaya perdamaian ini, kami menyerahkan sepenuhnya kepada tersangka Ketut Suidikerta cs untuk menyelesaikannya secara langsung dengan korban,” tandas Sumardika.
Sementara itu, kuasa hukum PT Maspion, Eksha Kanasut, yang sempat dihubungi NusaBali sebelumnya, membenarkan adanya proses perdamaian yang diupayakan tersangka Sudikerta. Namun, Eksha enggan berkomentar lebih jauh soal upaya perdamaian tersebut. “Ya, sedang dalam proses,” ujar Eksha via pesn WhatsApp.
Di sisi lain, Dir Rskrimsus Polda Bali, Kombes Yuliar Kus Nugroho, menyatakan penyidik kepolisian sedang proses melengkapi berkas perkara, terkait kasus Sudikerta. Menurut Kombes Yuliar, pihaknya segera akan melimpahkan perkara ini ke kejaksaan.
Disinggung mengenai masa penahanan tersangka Sudikerta yang tinggal 30 hari lagi, Kombes Yuliar mengatakan tidak masalah. “Sebelum habis masa tahanannya, akan kami limpahkan. Kami juga sudah berkoordinasi dengan kejaksaan,” tegas Kombes Yuliar saat dihubungi NusaBali, tadi malam.
Tersangka Ketut Sudikerta sendiri, sebagaiman diberitakan, ditangkap jajaran Polda Bali di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, Kamis, 4 April 2019 siang pukul 14.19 Wita, saat hendak terbang ke Jakarta. Penangkapan dilakukan jajaran Polda Bali, setelah Sudikerta tiga kali mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka. Terakhir, Sudikerta mangkir dari pamanggilan penyidik Polda Bali, 1 April 2019. Kemudian, Sudikerta berjanji akan datang menjalani pemeruksaan di Polda Bali, 4 April 2019 pagi, namun tidak datang. Polisi pun menangkapnya di Bandara Internasional Ngurah Rai.
Sejak itu pula, mantan Wakil Bupati Badung 2005-2013 dan Wagub Bali 2013-2018 ini ditahan di Rutan Polda Bali. Gara-gara dijebloskan ke sel tahanan, Sudikerta dicopot dari jabatan Ketua DPD I Golkar Bali, digantikan oleh Gede Sumarjaya Linggih alias Demer sebagai Plt. Meski ditahan, Sudikerta tetap maju tarung ke Pileg 2019 sebagai caleg nomor urut 4 DPR RI dari Golkar Dapil Bali.
Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang dikeluarkan Subdit II Dit Reskrimsus Polda Bali, 30 November 2018. Dalam surat yang ditandatangani Kasubdit II Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP Agung Kanigoro Nusantoro, itu juga berisi pasal sangkaan untuk tersangka. Di antaranya, Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KHUP tentang Pidana Penipuan dan Penggelapan, Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang Penggunaan Surat Palsu, serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kasus ini bermula tahun 2013, ketika itu bos PT Maspion Group, Alim Markus, bertemu Sudikerta yang saat itu masih menjabat Wakil Bupati Badung 2010-2013. Alim Markus mengutarakan keinginannya untuk membeli tanah di Bali. Kemudian, tersangka Sudikerta menawarkan dua bidang tanah, masing-masing seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran), yang berlokasi di Pantai Balangan.
Karena Alim Markus tertarik membeli, tersangka Sudikerta lalu membuat PT Pecatu Bangun Gemilang untuk melakukan transaksi jual beli tanah dengan PT Marindo Invastama, yang berada di bawah Maspion Group. Perusahaan yang didirikan Sudikerta ini ternyata tidak memiliki modal sama sekali. Sudikerta lalu membuka rekening PT Pecatu Gemilang di Bank BCA. Secara kewajiban, dalam proses ker-jasama itu, perusahaan Maspion Group melalui PT Marindo Investama sudah memberikan Rp 149 miliar kepada PT Pecatu Bangun Gemilang. Uang yang diterima PT Pecatu Bangun Gemilang itu lalu dibagi-bagikan oleh Sudikerta.
Setelah transaksi, barulah diketahui jika kedua bidang tanah di Pantai Balangan yang dibeli Alim Markus tersebut ternyata bermasalah. Untuk sertifikat SHM 5048/Jimbaran seluas 38.650 meter pesregi, diketahui palsu. Sementara SHM16249/Jimbaran seluas 3.300 meter persegi, diketahui sudah dijual ke PT Dua Kelinci seharga Rp 16 miliar.
Mengetahui masalah ini, Alim Markus melalui kuasa hukumnya langsung melakukan upaya kekeluargaan untuk menyelesaikan persoalan tersebut dengan Sudikerta. Namun, hingga 5 tahun berlalu, tidak kunjung ada penyelesaian dari Sudikerta, hingga akhirnya Alim Markus pilih melaporkan kasus ini ke kepolisian, Maret 2018 lalu---ketika Sudikerta menjelang habis masa jabatannya sebagai Wakil Gubernur Bali 2013-2018.
Awalnya, Alim Markus melalui kuasa hukumnya, Sugiharto cs, melapor ke SPKT Polda Bali dengan nomor LP/99/III/Ren 4.2/2018 SPKT Polda Bali tertanggal 15 Maret 2018. Dalam laporan ini, pihak terlapor adalah Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, istri Sudikerta yang menjabat sebagai Komisaris PT Pecatu Bangun Gemilang, serta Gunawan Priambodo selaku Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang.
Dari pengembangan laporan ini, korban Alim Markus kembali membuat laporan dengan LP/ 367/Ren 4.2/X/2018/Bali/SPKT tertanggal 4 Oktober 2018, dengan terlapor Ketut Sudikerta. Sebulan kemudian, Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka utama kasus ini, 30 November 2018. *rez
Komentar