Diklarifikasi Bawaslu, Dr Somvir 'Berkelit'
Caleg terpilih DPRD Bali dari NasDem Dapil Buleleng, Dr Somvir, diklarifikasi Bawaslu Bali terkait dugaan manipulasi data Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) yang nilainya nol, Kamis (4/7).
DENPASAR, NusaBali
Dr Somvir pun berkelit bahwa dirinya memang tidak mengeluarkan biaya dalam kampanye Pileg 2019.Dr Somvir selaku terlapor dalam dugaan manipulasi data LPPDK, kemarin diklarifikasi selama 1 jam di Ruang Sidang Kantor Bawaslu Bali, Jalan Moh Yamin Niti Mandala Denpasar, sejak pukul 10.00 hingga 11.00 Wita. Klarifikasi dilakukan oleh Kordiv Sengketa Pemilu Bawaslu Bali, I Ketut Rudia.
Selama klarifikasi, Dr Somvir membantah laporan yang dari pelapor Ketua Dewan Pembina Forum Peduli Masyarakat Kecil Kabupaten Buleleng, Gede Suardana, yang menuduh dirinya memanipulasi data LPPDK. Guru Yoga asal India ini menyatakan dirinya memang tidak keluar biaya kampanye Pileg 2019. Dr Somvir bahkan siap keterangannya itu dicek Bawaslu Bali ke Buleleng.
Ditemui seusai klarifikasi, Kamis siang, Dr Somvir mengaku jelaskan apa adanya ke Bawaslu Bali. "Kalau hasilnya (LPPDK, Red) nol, kan tidak apa-apa. Kan sudah melapor. Kalau kita tidak melapor, baru salah. Nol ke satu, dua, seratus, nggak apa. Ini sudah dilaporkan. Hargailah laporan kita. Kan sudah jelas," tandas Dr Somvir.
Ketika ditanya soal adanya biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kampanye sebagai caleg DPRD Bali di Pileg 2019, Dr Somvir mempersilakan bagi siapa saja untuk melapor. "Silakan saja. Mau melaporkan, mau memilih siapa saja, silakan. Tidak ada larangan. Nanti ada Bawaslu, ada jaksa, ada polisi. Kita hormati keputusan Bawaslu," tegas guru yoga yang tinggal di kawasan wisata Lovina, Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng ini.
Disinggung soal sejumlah orang diduga menerima darinya, menurut Dr Somvir, pengakuan boleh saja. Semuanya sudah klir. Kasus dugaan money politics di Buleleng pun disebutnya sudah selesai. "Kasus money politics itu sudah selesai. Mereka melaporkan Bawaslu Buleleng, tapi laporannya tidak terbukti. Sekarang melaporkan soal LPPDK. Nanti mau melaporkan apa lagi? Saya siap kapan pun kalau ada laporan lagi," papar mantan caleg DPRD Bali dari PDIP Dapil Buleleng di Pileg 2014 ini.
Sementara itu, Kordiv Sengketa Pemilu Bawaslu Bali, I Ketut Rudia, mengatakan saat diklarifikasi kemarin, Dr Somvir mengaku sejak awal kampanye Pileg 2019 tidak menggunakan uang. Hal itu juga sudah disampaikan sejak awal kepada Ketua DPW NasDem Bali IB Oka Gunastawa.
"Somvir mengatakan tidak akan melakukan kegiatan kampanye, karena banyak punya murid (yoga). Somvir mengaku tidak mengeluarkan biaya. Mungkin karena bakti murid terhadap gurunya, sehingga pencetakan alat peraga kampanye itu dicetak sukarela," jelas Ketut Rudia.
“Menurut keterangan Somvir, APK yang tersebar di Buleleng itu semua dibuat oleh muridnya. Itu katanya sebagai bentuk bakti murid kepada guru, sehingga Somvir tidak melaporkannya. Dirinya juga mengaku tidak kampanye,” lanjut Rudia yang notabene mantan Ketua Panwaslu Buleleng di Pilkada 2012.
Menurut Rudia, pihaknya akan terjun ke Buleleng untuk mengecek apakah benar alat peraga kampanye itu bukan dicetak oleh Dr Somvir. "Artinya apakah benar baliho dan APK Somvir tidak berbayar? Apakah dicetak relawan? Kalau dicetak, dari mana biayanya? Kenapa bisa nol, itu semua akan kami telusuri," tegas mantan Ketua Bawaslu Bali 2013-2018 ini.
Di sisi lain, pelapor Gede Suardana mempertanyakan jurus berkelit Dr Somvir dalam klarifikasi di Bawaslu Bali, Kamis kemarin. Menurut Suardana, kalau semua perkara dan pelanggaran hukum yang dilakukan seseorang dibantah dan yang bersangkutan diloloskan dari jerat hukum, maka tidak akan ada keadilan.
"Somvir mengatakan kemungkinan APK dibuat oleh simpatisan dan muridnya tanpa sepengetahuannya, itu harus dilaporkan. Bukan malah dilaporkan nol," kritik Suardana secara terpisah, Kamis kemarin.
Suardana mengatakan, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 24 Tahun 2018, Pengeluaran Dana Kampanye tidak harus bersumber dari dana pribadi calon. Sumbangan dari perseorangan pun harus dilaporkan. "Semakin membuat alibi, maka semakin kelihatan pelanggaran Somvir," tegas aktivis anti korupsi asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini.
Kalaupun benar APK Dr Somvir berasal dari sumbangan murid, tapi tidak jelas identitas penyumbangnya, maka pelanggaran tersebut termasuk katagori pidana Pemilu. Sekarang Bawaslu dan Gakkumdu sudah melihat faktanya. “Kita berharap profesionalisme dan aturan ditegakkan," pinta Suardana. *nat
Selama klarifikasi, Dr Somvir membantah laporan yang dari pelapor Ketua Dewan Pembina Forum Peduli Masyarakat Kecil Kabupaten Buleleng, Gede Suardana, yang menuduh dirinya memanipulasi data LPPDK. Guru Yoga asal India ini menyatakan dirinya memang tidak keluar biaya kampanye Pileg 2019. Dr Somvir bahkan siap keterangannya itu dicek Bawaslu Bali ke Buleleng.
Ditemui seusai klarifikasi, Kamis siang, Dr Somvir mengaku jelaskan apa adanya ke Bawaslu Bali. "Kalau hasilnya (LPPDK, Red) nol, kan tidak apa-apa. Kan sudah melapor. Kalau kita tidak melapor, baru salah. Nol ke satu, dua, seratus, nggak apa. Ini sudah dilaporkan. Hargailah laporan kita. Kan sudah jelas," tandas Dr Somvir.
Ketika ditanya soal adanya biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kampanye sebagai caleg DPRD Bali di Pileg 2019, Dr Somvir mempersilakan bagi siapa saja untuk melapor. "Silakan saja. Mau melaporkan, mau memilih siapa saja, silakan. Tidak ada larangan. Nanti ada Bawaslu, ada jaksa, ada polisi. Kita hormati keputusan Bawaslu," tegas guru yoga yang tinggal di kawasan wisata Lovina, Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng ini.
Disinggung soal sejumlah orang diduga menerima darinya, menurut Dr Somvir, pengakuan boleh saja. Semuanya sudah klir. Kasus dugaan money politics di Buleleng pun disebutnya sudah selesai. "Kasus money politics itu sudah selesai. Mereka melaporkan Bawaslu Buleleng, tapi laporannya tidak terbukti. Sekarang melaporkan soal LPPDK. Nanti mau melaporkan apa lagi? Saya siap kapan pun kalau ada laporan lagi," papar mantan caleg DPRD Bali dari PDIP Dapil Buleleng di Pileg 2014 ini.
Sementara itu, Kordiv Sengketa Pemilu Bawaslu Bali, I Ketut Rudia, mengatakan saat diklarifikasi kemarin, Dr Somvir mengaku sejak awal kampanye Pileg 2019 tidak menggunakan uang. Hal itu juga sudah disampaikan sejak awal kepada Ketua DPW NasDem Bali IB Oka Gunastawa.
"Somvir mengatakan tidak akan melakukan kegiatan kampanye, karena banyak punya murid (yoga). Somvir mengaku tidak mengeluarkan biaya. Mungkin karena bakti murid terhadap gurunya, sehingga pencetakan alat peraga kampanye itu dicetak sukarela," jelas Ketut Rudia.
“Menurut keterangan Somvir, APK yang tersebar di Buleleng itu semua dibuat oleh muridnya. Itu katanya sebagai bentuk bakti murid kepada guru, sehingga Somvir tidak melaporkannya. Dirinya juga mengaku tidak kampanye,” lanjut Rudia yang notabene mantan Ketua Panwaslu Buleleng di Pilkada 2012.
Menurut Rudia, pihaknya akan terjun ke Buleleng untuk mengecek apakah benar alat peraga kampanye itu bukan dicetak oleh Dr Somvir. "Artinya apakah benar baliho dan APK Somvir tidak berbayar? Apakah dicetak relawan? Kalau dicetak, dari mana biayanya? Kenapa bisa nol, itu semua akan kami telusuri," tegas mantan Ketua Bawaslu Bali 2013-2018 ini.
Di sisi lain, pelapor Gede Suardana mempertanyakan jurus berkelit Dr Somvir dalam klarifikasi di Bawaslu Bali, Kamis kemarin. Menurut Suardana, kalau semua perkara dan pelanggaran hukum yang dilakukan seseorang dibantah dan yang bersangkutan diloloskan dari jerat hukum, maka tidak akan ada keadilan.
"Somvir mengatakan kemungkinan APK dibuat oleh simpatisan dan muridnya tanpa sepengetahuannya, itu harus dilaporkan. Bukan malah dilaporkan nol," kritik Suardana secara terpisah, Kamis kemarin.
Suardana mengatakan, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 24 Tahun 2018, Pengeluaran Dana Kampanye tidak harus bersumber dari dana pribadi calon. Sumbangan dari perseorangan pun harus dilaporkan. "Semakin membuat alibi, maka semakin kelihatan pelanggaran Somvir," tegas aktivis anti korupsi asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini.
Kalaupun benar APK Dr Somvir berasal dari sumbangan murid, tapi tidak jelas identitas penyumbangnya, maka pelanggaran tersebut termasuk katagori pidana Pemilu. Sekarang Bawaslu dan Gakkumdu sudah melihat faktanya. “Kita berharap profesionalisme dan aturan ditegakkan," pinta Suardana. *nat
Komentar