Biopori Salah Satu Alternatif Pengendalian Kekeringan
Kekeringan selalu menghantui kehidupan warga baik di perkotaan maupun di pedesaan.
DENPASAR, NusaBali
Keterbatasan air terjadi selain karena intensitas hujan yang sangat rendah, juga diakibatkan oleh menurunnya debit air di sumber-sumber air, seperti mata air, sumur dan sungai. Beberapa bentuk pengendalian yang bisa dilakukan adalah pembangunan biopori di beberapa kawasan.
Rektor Universitas Dwijendra yang merupakan alumnus Fakultas Pertanian Unud, Dr Ir I Gede Sedana MSc, 55, mengatakan, dampak yang ditimbulkan dari kekeringan tersebut sangat kompleks, yaitu produktivitas tanaman pertanian akan menurun karena pasokan irigasi yang menurun. Potensi konflik juga dapat terjadi di antara para pengguna air, seperti petani/subak, dan penguna lainnya.
Menurutnya, beberapa alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah menjaga kelestarian hutan (kawasan hulu) yang memiliki fungsi penyimpan air (air hujan). Kelestarian hutan bisa dilakukan melalui kegiatan penanaman hutan/reboisasi, mengendalikan alih fungsi hutan, menangkap air hujan melalui check dam, bendungan dan bangunan-bangunan fisik lainnya.
Dikatakan, reboisasi yang dilakukan agar berkelanjutan dimulai dari penentuan calon lahan dan calon pengelola lahan, pemilihan jenis tanaman kayu yang akan ditanam, transplanting, pemeliharaan. “Melalui kegiatan ini perlu dimonitor untuk menjamnin tanaman yang ditanam masih hidup secara subur. Sehingga jumlah tanaman yang ditanam dengan jumlah tanam yang hidup tidak jauh berbeda,” ujar Gede Sedana.
Selain itu, kata dia, peranan kelompok petani atau kelompok masyarakat hutan juga perlu diperkuat kapasitasnya terutama yang berkenaan dengan aspek organisasi, manajemen, teknologi bididaya pertanian, teknis pengendalian erosi, dan aspek lainnya. “Pengendalian alih fungsi hutan dapat dilakukan dengan penyuluhan kehutanan kepada warga masyarakat, sosialisasi peraturan perundang-undangan, dan law enforcement,” imbuh alumnus 1982 SMAN 1 Singaraja, ini.
Lebih jauh dijelaskan, bahwa penangkapan air hujan juga sangat perlu dilakukan untuk mencegah aliran air berlebih ke permukaan dan laut, dan untuk menyimpan atau menampung air yang akan berguna dalam penanggulangan kekeringan. “Beberapa bangunan yang dibuat adalah check dam atau bendungan, bendung, reservoar, cubang dan bentuk-bentuk lainnya,” ujarnya.
Menurutnya, pengendalian kekeringan tidak hanya dilakukan di kawasan hulu tetapi juga bisa di kawasan hilir. Beberapa bentuk pengendalian yang bisa dilakukan adalah pembangunan biopori di beberapa kawasan. Selain itu, pengendalian dan pembatasan eksplorasi air tanah harus dilakukan oleh pemerintah melalui regulasi. “Ini berarti bahwa pengendalian kekeringan yang terjadi karena faktor alam dapat ditangani dengan aktivitas vegetatif dan non-vegetatif (teknis),” kata akademisi kelahiran Singaraja, 1 Desember 1964 ini. *
Rektor Universitas Dwijendra yang merupakan alumnus Fakultas Pertanian Unud, Dr Ir I Gede Sedana MSc, 55, mengatakan, dampak yang ditimbulkan dari kekeringan tersebut sangat kompleks, yaitu produktivitas tanaman pertanian akan menurun karena pasokan irigasi yang menurun. Potensi konflik juga dapat terjadi di antara para pengguna air, seperti petani/subak, dan penguna lainnya.
Menurutnya, beberapa alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah menjaga kelestarian hutan (kawasan hulu) yang memiliki fungsi penyimpan air (air hujan). Kelestarian hutan bisa dilakukan melalui kegiatan penanaman hutan/reboisasi, mengendalikan alih fungsi hutan, menangkap air hujan melalui check dam, bendungan dan bangunan-bangunan fisik lainnya.
Dikatakan, reboisasi yang dilakukan agar berkelanjutan dimulai dari penentuan calon lahan dan calon pengelola lahan, pemilihan jenis tanaman kayu yang akan ditanam, transplanting, pemeliharaan. “Melalui kegiatan ini perlu dimonitor untuk menjamnin tanaman yang ditanam masih hidup secara subur. Sehingga jumlah tanaman yang ditanam dengan jumlah tanam yang hidup tidak jauh berbeda,” ujar Gede Sedana.
Selain itu, kata dia, peranan kelompok petani atau kelompok masyarakat hutan juga perlu diperkuat kapasitasnya terutama yang berkenaan dengan aspek organisasi, manajemen, teknologi bididaya pertanian, teknis pengendalian erosi, dan aspek lainnya. “Pengendalian alih fungsi hutan dapat dilakukan dengan penyuluhan kehutanan kepada warga masyarakat, sosialisasi peraturan perundang-undangan, dan law enforcement,” imbuh alumnus 1982 SMAN 1 Singaraja, ini.
Lebih jauh dijelaskan, bahwa penangkapan air hujan juga sangat perlu dilakukan untuk mencegah aliran air berlebih ke permukaan dan laut, dan untuk menyimpan atau menampung air yang akan berguna dalam penanggulangan kekeringan. “Beberapa bangunan yang dibuat adalah check dam atau bendungan, bendung, reservoar, cubang dan bentuk-bentuk lainnya,” ujarnya.
Menurutnya, pengendalian kekeringan tidak hanya dilakukan di kawasan hulu tetapi juga bisa di kawasan hilir. Beberapa bentuk pengendalian yang bisa dilakukan adalah pembangunan biopori di beberapa kawasan. Selain itu, pengendalian dan pembatasan eksplorasi air tanah harus dilakukan oleh pemerintah melalui regulasi. “Ini berarti bahwa pengendalian kekeringan yang terjadi karena faktor alam dapat ditangani dengan aktivitas vegetatif dan non-vegetatif (teknis),” kata akademisi kelahiran Singaraja, 1 Desember 1964 ini. *
1
Komentar