Aktivis dan Pelaku Usaha Sambut Pergub 87/2018
Sampah Plastik Ancaman Nyata di Bali
DENPASAR, NusaBali
Bahaya timbulan sampah plastik sekali pakai bukan isapan jempol. Ancaman terhadap pariwisata ini dilontarkan oleh Swietenia Puspa Lestari, Pengagas Komunitas Divers Clean Action, yang terjun langsung melihat ancaman sampah plastik tersebut.
“Dari data yang kami kumpulkan, kami menemukan 1 partikel mikroplastik per 300 hingga 3.300 liter di seputar lautan Bali dan sampah plastik sekali pakai antara 30,5 persen hingga 74,89 persen. Hal ini menunjukkan tingginya jumlah sampah plastik di Bali, yang berpotensi merusak pariwisata alam Bali,” kata Swietenia Puspa Lestari, Jumat (5/7).
Temuan itu sudah diperolehnya pada tahun 2017 saat melakukan ekspedisi keliling Bali bersama tim #kelilingbali yang diinisiasi oleh Make a Change World dan Bye Bye Plastic Bag. “Lalu data Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkap jika Bali menghasilkan 3.039 ton sampah setiap harinya, dan sebesar 13,92 persen (423,141 ton) di antaranya adalah sampah plastik,” ujarnya.
Sayangnya, dari seluruh sampah yang dihasilkan setiap harinya, 52 persen tidak tertangani dengan baik (mismanaged waste), sehingga sejumlah 2.200 ton/hari sampah mencemari lingkungan termasuk pantai dan laut dengan mayoritas sampah yang tidak tertangani adalah sampah plastik sekali pakai. Oleh karena itu, masyarakat maupun pelaku usaha didorong lebih peduli terhadap ancaman sampah plastik tersebut.
Sejalan dengan bahaya sampah plastik, langkah Pemerintah Provinsi Bali, yang bertekad menjadikan Bali sebagai tujuan wisata ramah lingkungan, dalam program Bali tanpa kantong plastik, disambut antusias oleh pelaku usaha. Seperti KFC, misalnya. Restoran cepat saji ini mengaku mendukung Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
“Ini sejalan dengan komitmen kami terhadap lingkungan sejak tahun 2012 dalam Program KFC Green Action. Bahkan kegiatan ini adalah kelanjutan dari program penanaman lahan gersang di tahun 2007,” kata Hendra Yuniarto, General Manager Marketing PT Fast Food Indonesia Tbk, Jumat (5/7).
Tak berhenti di situ, sejak Mei 2017, KFC juga menggaungkan gerakan No Straw Movement. Diakui Hendra tidak mudah, dan cara ini awalnya dilakukan lewat sosial media. Tentangan dari konsumen, khususnya kaum wanita, cukup banyak yang merespons negatif langkah KFC. “Tapi karena kami konsisten dengan kampanye tersebut, lambat-laun bisa diterima masyarakat,” ungkapnya.
Gerakan lingkungan tak berhenti pada pelarangan sedotan ataupun kantong plastik, melainkan juga menyiapkan kantong kertas dan memperkenalkan sedotan berbahan stainless. Selain Bali, gerakan ini kemudian menjadi gerakan masif yang dilakukan di seluruh gerai KFC di Indonesia. Bahkan China dengan jumlah restoran KFC terbanyak di dunia juga terinspirasi dengan langkah yang dilakukan di Indonesia, khususnya Bali.*mao
“Dari data yang kami kumpulkan, kami menemukan 1 partikel mikroplastik per 300 hingga 3.300 liter di seputar lautan Bali dan sampah plastik sekali pakai antara 30,5 persen hingga 74,89 persen. Hal ini menunjukkan tingginya jumlah sampah plastik di Bali, yang berpotensi merusak pariwisata alam Bali,” kata Swietenia Puspa Lestari, Jumat (5/7).
Temuan itu sudah diperolehnya pada tahun 2017 saat melakukan ekspedisi keliling Bali bersama tim #kelilingbali yang diinisiasi oleh Make a Change World dan Bye Bye Plastic Bag. “Lalu data Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkap jika Bali menghasilkan 3.039 ton sampah setiap harinya, dan sebesar 13,92 persen (423,141 ton) di antaranya adalah sampah plastik,” ujarnya.
Sayangnya, dari seluruh sampah yang dihasilkan setiap harinya, 52 persen tidak tertangani dengan baik (mismanaged waste), sehingga sejumlah 2.200 ton/hari sampah mencemari lingkungan termasuk pantai dan laut dengan mayoritas sampah yang tidak tertangani adalah sampah plastik sekali pakai. Oleh karena itu, masyarakat maupun pelaku usaha didorong lebih peduli terhadap ancaman sampah plastik tersebut.
Sejalan dengan bahaya sampah plastik, langkah Pemerintah Provinsi Bali, yang bertekad menjadikan Bali sebagai tujuan wisata ramah lingkungan, dalam program Bali tanpa kantong plastik, disambut antusias oleh pelaku usaha. Seperti KFC, misalnya. Restoran cepat saji ini mengaku mendukung Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
“Ini sejalan dengan komitmen kami terhadap lingkungan sejak tahun 2012 dalam Program KFC Green Action. Bahkan kegiatan ini adalah kelanjutan dari program penanaman lahan gersang di tahun 2007,” kata Hendra Yuniarto, General Manager Marketing PT Fast Food Indonesia Tbk, Jumat (5/7).
Tak berhenti di situ, sejak Mei 2017, KFC juga menggaungkan gerakan No Straw Movement. Diakui Hendra tidak mudah, dan cara ini awalnya dilakukan lewat sosial media. Tentangan dari konsumen, khususnya kaum wanita, cukup banyak yang merespons negatif langkah KFC. “Tapi karena kami konsisten dengan kampanye tersebut, lambat-laun bisa diterima masyarakat,” ungkapnya.
Gerakan lingkungan tak berhenti pada pelarangan sedotan ataupun kantong plastik, melainkan juga menyiapkan kantong kertas dan memperkenalkan sedotan berbahan stainless. Selain Bali, gerakan ini kemudian menjadi gerakan masif yang dilakukan di seluruh gerai KFC di Indonesia. Bahkan China dengan jumlah restoran KFC terbanyak di dunia juga terinspirasi dengan langkah yang dilakukan di Indonesia, khususnya Bali.*mao
Komentar