Pansel Diminta Soroti Capim KPK Soal Korupsi SDA
Pendaftaran seleksi calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi telah ditutup.
JAKARTA, NusaBali
Harapan tinggi disematkan pada pundak panitia seleksi (pansel) capim KPK agar benar-benar menelurkan sosok pimpinan KPK yang cakap.
Salah satu cara penyampaian asa itu diwujudkan dalam aksi teatrikal. Sejumlah aktivis antikorupsi dan pecinta lingkungan menggelar aksi teatrikal di halaman lobi KPK, Jumat (5/7).
Terlihat 2 orang bertopeng tikus menggigit-gigit replika pohon dari gabus. Replika pohon itu bertuliskan SDA.
Kemudian dari kejauhan terlihat 2 orang lainnya yang mengenakan topeng cicak sembari membawa rompi tahanan KPK warna oranye. Tampaknya 2 orang bertopeng cicak yang diasosiasikan sebagai KPK itu berniat 'meringkus' tikus yang kerap disimbolkan sebagai koruptor. Namun saat 2 orang bertopeng cicak itu mendekat, terlihat seorang lainnya mencoba menghalangi.
Rupanya para aktivis itu ingin menyampaikan pesan agar pansel capim KPK tidak menjadi 'penghalang' KPK dalam memberantas korupsi terkait sumber daya alam atau SDA. Para aktivis dari ICW, YLBHI, Walhi, dan Auriga Nusantara itu menamakan diri 'Bersihkan Indonesia' sebagai gabungan LSM-LSM tersebut.
"Sumber daya alam dan energi adalah sektor strategis nasional yang rentan oleh praktik korupsi. Peran KPK dalam memerangi korupsi sektor tersebut telah dibuktikan dengan pengungkapan sejumlah kasus besar, serta upaya pembenahan tata kelola berbagai sektor SDA," ucap Edo Rakman sebagai perwakilan dari Walhi seperti dilansir detik.
Di tempat yang sama, Siti Rahma dari YLBHI mengaku kerap mengadvokasi persoalan SDA yang 'dilindungi' oknum aparat penegak hukum. Dia pun khawatir apabila pansel capim KPK tidak ketat menyeleksi maka akan lolos oknum-oknum aparat penegak hukum lain yang 'melemahkan' pemberantasan korupsi dari dalam.
"Nanti (ketika oknum itu) menjadi pimpinan KPK, nanti akan melanggengkan korupsi sumber daya alam itu," kata Siti.
Sementara Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta Pansel tidak memberikan alokasi khusus kursi pimpinan KPK bagi calon dari Polri atau Kejaksaan. Menurut ICW, Pansel tak perlu mengistimewakan capim dari manapun jika tak sesuai kriteria.
"Seleksi Capim KPK perlu bersikap tegas untuk tidak mengalokasi kursi pimpinan KPK bagi kepolisian dan kejaksaan apabila tidak sesuai dengan kriteria," kata Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto, di kantornya, Jl Kalibata Timur IV, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).
Agus mengatakan berdasarkan aturan yang ada, pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Sehingga, menurutnya, siapapun yang terpilih menjadi Pimpinan KPK sudah melekat status penyidik dan penuntut umum tanpa harus berasal dari Polri ataupun Kejaksaan.
"Oleh sebab itu, siapa pun yang menjadi pimpinan KPK akan secara langsung melekat status sebagai penyidik dan penuntut sehingga urgensi menempatkan unsur penegak hukum pada posisi Pimpinan KPK belum terlalu dibutuhkan," sebutnya. *
Salah satu cara penyampaian asa itu diwujudkan dalam aksi teatrikal. Sejumlah aktivis antikorupsi dan pecinta lingkungan menggelar aksi teatrikal di halaman lobi KPK, Jumat (5/7).
Terlihat 2 orang bertopeng tikus menggigit-gigit replika pohon dari gabus. Replika pohon itu bertuliskan SDA.
Kemudian dari kejauhan terlihat 2 orang lainnya yang mengenakan topeng cicak sembari membawa rompi tahanan KPK warna oranye. Tampaknya 2 orang bertopeng cicak yang diasosiasikan sebagai KPK itu berniat 'meringkus' tikus yang kerap disimbolkan sebagai koruptor. Namun saat 2 orang bertopeng cicak itu mendekat, terlihat seorang lainnya mencoba menghalangi.
Rupanya para aktivis itu ingin menyampaikan pesan agar pansel capim KPK tidak menjadi 'penghalang' KPK dalam memberantas korupsi terkait sumber daya alam atau SDA. Para aktivis dari ICW, YLBHI, Walhi, dan Auriga Nusantara itu menamakan diri 'Bersihkan Indonesia' sebagai gabungan LSM-LSM tersebut.
"Sumber daya alam dan energi adalah sektor strategis nasional yang rentan oleh praktik korupsi. Peran KPK dalam memerangi korupsi sektor tersebut telah dibuktikan dengan pengungkapan sejumlah kasus besar, serta upaya pembenahan tata kelola berbagai sektor SDA," ucap Edo Rakman sebagai perwakilan dari Walhi seperti dilansir detik.
Di tempat yang sama, Siti Rahma dari YLBHI mengaku kerap mengadvokasi persoalan SDA yang 'dilindungi' oknum aparat penegak hukum. Dia pun khawatir apabila pansel capim KPK tidak ketat menyeleksi maka akan lolos oknum-oknum aparat penegak hukum lain yang 'melemahkan' pemberantasan korupsi dari dalam.
"Nanti (ketika oknum itu) menjadi pimpinan KPK, nanti akan melanggengkan korupsi sumber daya alam itu," kata Siti.
Sementara Indonesian Corruption Watch (ICW) meminta Pansel tidak memberikan alokasi khusus kursi pimpinan KPK bagi calon dari Polri atau Kejaksaan. Menurut ICW, Pansel tak perlu mengistimewakan capim dari manapun jika tak sesuai kriteria.
"Seleksi Capim KPK perlu bersikap tegas untuk tidak mengalokasi kursi pimpinan KPK bagi kepolisian dan kejaksaan apabila tidak sesuai dengan kriteria," kata Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto, di kantornya, Jl Kalibata Timur IV, Jakarta Selatan, Jumat (5/7).
Agus mengatakan berdasarkan aturan yang ada, pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Sehingga, menurutnya, siapapun yang terpilih menjadi Pimpinan KPK sudah melekat status penyidik dan penuntut umum tanpa harus berasal dari Polri ataupun Kejaksaan.
"Oleh sebab itu, siapa pun yang menjadi pimpinan KPK akan secara langsung melekat status sebagai penyidik dan penuntut sehingga urgensi menempatkan unsur penegak hukum pada posisi Pimpinan KPK belum terlalu dibutuhkan," sebutnya. *
Komentar