Tak Pernah Sakit, Usai Ditetapkan Jadi De Mangku Seumur Hidup Layani Umat
Syarat jadi De Mangku adalah harus berstatus suami istri mabanjar desa, yang disebut Mas Mategen. De Mangku bertugas saat ada upacara, sehari-harinya tinggal di rumah dan tidak boleh bekerja.
Sisi Gaib De Mangku Istri di Desa Adat Bungaya, Bebandem, Karangasem
AMLAPURA, NusaBali
Saat Usaba Sumbu di Desa Adat Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem, yang digelar mulai Soma Kliwon Wariga, Senin (24/6), hingga Redite Umanis Warigadian, Minggu (30/6), ada empat pamangku istri yang melayani umat tanpa henti dari pagi hingga dini hari. Keempat pamangku istri tersebut adalah De Mangku Maspait, De Mangku Jawa, De Mangku Puseh, dan De Mangku Bukit. Ada beberapa sisi unik hingga seorang pamangku istri bergelar De Mangku.
Ketika Usaba Sumbu berlangsung, yang muput di jeroan Pura Puseh adalah De Mangku Maspait. Sedangkan tiga pamangku lainnya muput di linggih Ida Bhatara Kabeh. Ketiga pamangku yang muput di linggih Ida Bhatara Kabeh adalah De Mangku Jawa, De Mangku Puseh, dan De Mangku Bukit.
De Mangku Jawa dan Desa Mangku Maspait adalah istri dari De Manten. Sedangkan De Mangku Puseh dan De Mangku Bukit istri dari De Salah. De Manten dan De Salah merupakan gelar khusus untuk panglingsir di Desa Adat Bungaya.
Syarat jadi De Mangku adalah harus berstatus suami istri mabanjar desa, artinya keduanya berasal dari satu Banjar Adat Desa, yang mana krama setempat menyebut Mas Mategen, artinya perkawinan berasal dari internal banjar adat. Yakni hanya berasal dari Banjar Adat Desa, yang merupakan salah satu banjar adat dari 17 banjar adat di Desa Adat Bungaya. Desa Adat Bungaya terdiri dari dua desa dinas, yakni, Desa Bungaya dan Desa Bungaya Kangin, Kecamatan Bebandem, Karangasem.
Syarat lainnya, pendahulu dari De Mangku tersebut ada yang pernah jadi pamangku, tidak mesti mengikuti garis keturunan. Di samping itu, agar bisa dikukuhkan jadi De Mangku mesti lolos uji melalui teropong niskala atau nyanjan.
Ritual nyanjan itu dilakukan di Pura Desa di saat Hari Purnama, dipimpin Kubayan Wayan, yang merupakan pemimpin sekala-niskala tertinggi di Desa Adat Bungaya. Didampingi Kubayan Nyoman, De Tunda, De Baan, Tegak Dasa, dan De Kebayan, dalam suatu paruman di Pura Bale Agung.
Prosesi nyanjan diawali menggelar upacara di Pura Desa dan Pura Puseh. Setelah mendapatkan pawisik, maka Kubayan Wayan mengumumkan nama-nama De Mangku yang bertugas sebagai De Mangku Puseh, Desa Mangku Jawa, De Mangku Bukit, dan De Mangku Maspait.
Saat itu, keempat De Mangku tersebut tidak dihadirkan. Nantinya, saat Hari Purnama berikutnya, segenap panglingsir Desa Adat Bungaya kembali menggelar paruman dan ritual. Saat itulah empat De Mangku dihadirkan dan wajib mengikuti ritual ngelisin (upacara yang rutin digelar setiap Purnama, Red). Saat upacara ngelisin di Pura Puseh, keempat De Mangku diperciki tirta yang dilakukan oleh Kubayan Wayan. Sejak itu sah jadi De Mangku dan bertugas melayani umat.
Tercatat De Mangku Jawa dan De Mangku Maspait ngayah sejak tahun 1968, saat berusia 33 tahun. Kini keduanya berumur 84 tahun, keduanya dilahirkan tahun 1935. Sedangkan De Mangku Puseh dan De Mangku Bukit, ngayah sejak 2015.
De Mangku bisa diganti apabila telah meninggal. Selama masih kuat secara fisik, tetap ngayah. Sisi gaib yang lain keempat De Mangku itu tidak pernah sakit. Secara fisik, mampu ngayah selama setahun tanpa henti. Buktinya saat Usaba Dangsil yang digelar tahun 2016, selama setahun Ida Bhatara nyejer, selama itu pula ngayah siang dan malam selama 24 jam.
Mereka hanya bertugas saat ada upacara. Sehari-harinya tinggal di rumah, tidak boleh bekerja. Untuk biaya hidup keluarganya, berasal dari pelaba pura.
Kelian Pura Pajenengan Dadia Pasek Kaler Kangin, Desa Adat Bungaya I Gede Krisna Adi Widana, mengatakan empat pamangku istri yang selama ini muput di setiap rangkaian Usaba Dangsil dan Usaba Sumbu, memang dianugerahi kekuatan gaib, minimal secara fisik mampu ngayah selama setahun penuh tanpa henti.
“Saat Usaba Sumbu yang telah berlangsung seminggu, selama itu pula ngayah siang malam. Lebih banyak ngayah di malam hari, karena prosesinya lebih banyak malam,” kata I Gede Krisna Adi Widana yang mantan Kelian Kerta Desa Adat Bungaya, dan masih aktif sebagai Ketua KPU Karangasem.
Disebutkan, walau suaminya telah meninggal, De Mangku tetap ngayah. Dari empat pamangku istri itu, hanya De Mangku Puseh dan De Mangku Bukit masih bersuami, sedangkan De Mangku Jawa dan De Mangku Maspait suaminya telah meninggal.
Koordinator Pecalang Desa Adat Bungaya I Wayan Merta Rumpig, juga mengatakan, keempat De Mangku tersebut tugasnya muput upacara, baik siang maupun malam. “Sejak ditetapkan jadi De Mangku, dipilih berdasarkan teropong niskala, tidak boleh berhenti. Seumur hidupnya ngayah melayani umat,” kata I Wayan Merta Rumpig, tokoh dari Banjar Kecicang, Desa Adat Bungaya, Kecamatan Bebandem, Karangasem.
Sementara itu, Usaba Sumbu digelar setiap setahun sekali saat Sasih Sadha (bulan ke-12), atau rangkaiannya selama tujuh hari di pekan terakhir Sasih Sadha. Usaba Sumbu rutin digelar sebagai simbol anugerah kesuburan untuk umat sedharma, hal itu terlihat dari persembahannya berupa sumbu berbentuk penjor lengkap dengan aneka hasil bumi.
Seluruh isi semesta itulah dipersembahkan, dengan harapan di kemudian hari dianugerahi kesuburan lagi, yang merupakan siklus kehidupan. Misalnya sumbu berisi bunga sungege, hal itu menandakan simbol kesuburan berasal dari ibu pertiwi. Begitu juga simbol kesuburan yang lainnya.
Prosesinya lebih banyak berlangsung di malam hari. Diawali Soma Kliwon Wariga, Senin (24/6) pukul 13.00 Wita seluruh pralingga Ida Bhatara berjumlah 21 pralingga dipundut (diusung) menuju Pura Batu Sang Hyang, di sana katuran aci. Selanjutnya pukul 23.00 Wita Ida Bhatara Kabeh kairing masucian ke Pura Beji Saga. Prosesi berikutnya pada Anggara Umanis Wariga, Selasa (25/6) pukul 03.00 Wita hingga pukul 04.30 Wita Ida Bhatara Kabeh masolah di Pura Pasuikan.
Sedangkan Ida Bhatara Kabeh baru kairing ke Pura Desa pada Sukra Wage Wariga, Jumat (28/6), dan berlanjut Ida Bhatara Kabeh kalinggihang di Pura Desa.
Prosesi selanjutnya pada Saniscara Kliwon Wariga, Sabtu (29/6) ada rangkaian tari Rejang, dan di acara terakhir sebelum nyineb pada Redite Umanis Warigadian, Minggu (30/6) sore digelar tari Pendet Daa. Sedangkan rangkaian berikutnya pukul 20.00 Wita ada ritual pabelan ditandai menyuarakan gending-gending gambang, dan terakhir pukul 23.00 Wita nunas banten tegah di Pura Desa, dan pukul 24.00 Wita nyineb di Pura Puseh. *k16
Komentar