TGPF Dianggap Gagal Ungkap Kasus Novel
Sudah bekerja 6 bulan tak dapat mengungkap satupun aktor pelaku
JAKARTA, NusaBali
Koalisi Masyarakat Antikorupsi mengatakan Tim Gabungan Pencari Fakta bentukan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian gagal menyelesaikan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Menurut mereka, hingga batas waktu yang ditentukan, TGPF belum dapat mengungkap aktor yang bertanggung jawab atas penyerangan ini.
"Hingga batas waktu yang telah ditentukan, yakni enam bulan pasca resmi didirikan, tim tersebut tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas cacatnya mata kiri penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut,” kata Yati Andriyani mewakili Koalisi Masyarakat Antikorupsi dalam keterangan tertulis, Minggu (7/7) seperti dilansir tempo.
Koalisi beranggotakan ICW, KontraS, LBH Jakarta, YLBHI, Amnesty Internasional, dan Change.org ini mengatakan sejak awal tim ini pertama kali dibentuk pada 8 Januari 2019 sudah pesimistis atas kinerjanya.
Tim tersebut dibentuk berdasarkan Surat Keputusan nomor: Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019 yang beranggotakan 65 orang dan didominasi dari unsur Kepolisian yang tenggat waktu kerjanya yaitu pada tanggal 7 Juli 2019 atau sekitar enam bulan.
Pasalnya saat pertama kali kasus Novel mencuat, sudah diduga ada keterlibatan polisi. Maka ada kecurigaan akan muncul konflik kepentingan di dalam tim.
Selain itu proses pemeriksaan yang dilakukan TGPF dinilai lambat. Koalisi bahkan menuding TGPF terkesan hanya formalitas.
“Hal tersebut dapat terlihat ketika Tim tersebut mengajukan pertanyaan yang repetitif kepada Novel Baswedan pada 20 Juni 2019 lalu,” kata Yati yang juga menjadi kuasa hukum Novel Baswedan.
Kecurigaan juga berasal dari tertutupnya tim dengan hasil penyelidikan. Salah satunya adalah saat TGPF melakukan penyelidikan di Kota Malang. Karenanya Koalisi Masyarakat Antikorupsi mempertanyakan keseriusan tim ini.
Jika membandingkan dengan kasus pembunuhan Mirna (tahun 2016) yang menggunakan racun, Kepolisian menyampaikan prosesnya mulai dari tindakan autopsi hingga proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi.
“Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan kasus Novel," ucap Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana seperti dikutip dari republika.
Koalisi mendesak agar Presiden Joko Widodo untuk segera membentuk TGPF independen. Serta menuntut Tim Satuan Tugas untuk menyampaikan laporannya kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas. *
Menurut mereka, hingga batas waktu yang ditentukan, TGPF belum dapat mengungkap aktor yang bertanggung jawab atas penyerangan ini.
"Hingga batas waktu yang telah ditentukan, yakni enam bulan pasca resmi didirikan, tim tersebut tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas cacatnya mata kiri penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut,” kata Yati Andriyani mewakili Koalisi Masyarakat Antikorupsi dalam keterangan tertulis, Minggu (7/7) seperti dilansir tempo.
Koalisi beranggotakan ICW, KontraS, LBH Jakarta, YLBHI, Amnesty Internasional, dan Change.org ini mengatakan sejak awal tim ini pertama kali dibentuk pada 8 Januari 2019 sudah pesimistis atas kinerjanya.
Tim tersebut dibentuk berdasarkan Surat Keputusan nomor: Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019 yang beranggotakan 65 orang dan didominasi dari unsur Kepolisian yang tenggat waktu kerjanya yaitu pada tanggal 7 Juli 2019 atau sekitar enam bulan.
Pasalnya saat pertama kali kasus Novel mencuat, sudah diduga ada keterlibatan polisi. Maka ada kecurigaan akan muncul konflik kepentingan di dalam tim.
Selain itu proses pemeriksaan yang dilakukan TGPF dinilai lambat. Koalisi bahkan menuding TGPF terkesan hanya formalitas.
“Hal tersebut dapat terlihat ketika Tim tersebut mengajukan pertanyaan yang repetitif kepada Novel Baswedan pada 20 Juni 2019 lalu,” kata Yati yang juga menjadi kuasa hukum Novel Baswedan.
Kecurigaan juga berasal dari tertutupnya tim dengan hasil penyelidikan. Salah satunya adalah saat TGPF melakukan penyelidikan di Kota Malang. Karenanya Koalisi Masyarakat Antikorupsi mempertanyakan keseriusan tim ini.
Jika membandingkan dengan kasus pembunuhan Mirna (tahun 2016) yang menggunakan racun, Kepolisian menyampaikan prosesnya mulai dari tindakan autopsi hingga proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi.
“Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan kasus Novel," ucap Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana seperti dikutip dari republika.
Koalisi mendesak agar Presiden Joko Widodo untuk segera membentuk TGPF independen. Serta menuntut Tim Satuan Tugas untuk menyampaikan laporannya kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas. *
1
Komentar