Blue Bird Tawarkan Kerjasama Operasional dengan Taksi Lain
Terkait Maraknya Pemalsuan Merk Logo Blue Bird
DENPASAR, NusaBali
Blue Bird Group meminta agar pemalsuan merek logo Blue Bird yang belakangan ini marak terjadi di Bali agar dihentikan karena merugikan tak hanya bagi perusahaan transportasi terbesar di Indonesia ini tapi juga para konsumen atau pelanggannya. Selanjutnya, Blue Bird menawarkan kerjasama operasional (KSO) kepada perusahaan atau koperasi yang menaungi taksi lainnya di Pulau Dewata.
“Sebenarnya tawaran KSO (kerjasama operasional, red) ini sudah sejak lama kami komunikasikan dengan level pimpinan perusahaan taksi maupun koperasi yang mengelola taksi di Bali. Termasuk juga dengan teman-teman di Organda unit taksinya,” ujar General Manager Blue Bird area Bali dan Lombok, dr I Putu Gede Panca Wiadnyana saat jumpa pers di Jimbaran, Selasa (9/7).
Namun diakuinya, tawaran kerjasama operasional yang diberi nama ‘Kawan Blue Bird’ itu belum membuahkan hasil yang maksimal hingga belakangan ini marak muncul kasus pemalsuan merek logo Blue Bird. “Nah, dengan adanya kasus ini kami jadikan momentum lagi untuk mengingatkan lagi kepada teman-teman untuk bekerjasama, ya daripada sembunyi-sembunyi memakai merek logo kami,” kata dr Panca didampingi Kuasa Hukum Blue Bird Group, Ketut Mulya Arsana SH MHum dan Mahendra Ishartono SH.
Bagaimana bentuk kerjasama? dr Panca mengilustrasikan kerjasama tersebut seperti franchise bisnis penjual ayam goreng atau fried chicken, dimana perusahaan berbeda-beda tapi mereka bisa menggunakan merek terkenal yang menjual. “Nah, hal serupa juga kami tawarkan kepada pengelola taksi di Bali. Jadi teman-teman di perusahaan taksi lain nantinya bisa menggunakan brand logo kami secara legal,” katanya.
Tentunya, kata dr Panca, setelah menjalin kerjasama, perusahaan taksi tersebut standarnya harus menyesuaikan dengan Blue Bird. “Ya, mulai dari kendaraan yang minimal umurnya 5 tahun, pengemudinya yang harus terlatih hingga pelayanannya. Jadi semuanya standarnya seperti yang ada di Blue Bird,” tegasnya.
dr Panca menyebut, kerjasama operasional yang ditawarkan Blue Bird ini sudah dilakukannya di Jogjakarta dan Bandung. “Kalau di Jogja kita kerjasama dengan Koperasi Serba Usaha (KSU) Pataga sebagai pengelola Pataga Taksi. Kalau di Bandung dengan Rina Rini Taksi,” ucapnya.
Ketika ditanya keuntungan apa yang didapat perusahaan atau koperasi yang diajak kerjasama? dr Panca belum mau menjawab lebih detail, namun yang pasti kata dia, seperti di Jogja dan Bandung itu, perbankan akan lebih percaya terutama dalam pemberian kredit. “Ya, bisa kita bayangkan kalau bank sudah percaya berarti perusahaan itu adalah sehat,” imbuhnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Blue Bird Group, Ketut Mulya Arsana SH MHum menambahkan terkait maraknya kasus pemalsuan merek logo Blue Bird, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya mulai dari pencegahan seperti pemasangan pengumuman peringatan penyalahgunaan merek terdaftar di media massa, hingga upaya hukum lainnya bagi yang membandel seperti membawa pelaku ke pengadilan. “Bahkan kami juga mewarning kepada para usaha pembuat dan pemasangan stiker bahwa mereka ini juga kena tindak pidana jika memasang logo stiker Blue Bird tanpa izin,” ujarnya. *isu
“Sebenarnya tawaran KSO (kerjasama operasional, red) ini sudah sejak lama kami komunikasikan dengan level pimpinan perusahaan taksi maupun koperasi yang mengelola taksi di Bali. Termasuk juga dengan teman-teman di Organda unit taksinya,” ujar General Manager Blue Bird area Bali dan Lombok, dr I Putu Gede Panca Wiadnyana saat jumpa pers di Jimbaran, Selasa (9/7).
Namun diakuinya, tawaran kerjasama operasional yang diberi nama ‘Kawan Blue Bird’ itu belum membuahkan hasil yang maksimal hingga belakangan ini marak muncul kasus pemalsuan merek logo Blue Bird. “Nah, dengan adanya kasus ini kami jadikan momentum lagi untuk mengingatkan lagi kepada teman-teman untuk bekerjasama, ya daripada sembunyi-sembunyi memakai merek logo kami,” kata dr Panca didampingi Kuasa Hukum Blue Bird Group, Ketut Mulya Arsana SH MHum dan Mahendra Ishartono SH.
Bagaimana bentuk kerjasama? dr Panca mengilustrasikan kerjasama tersebut seperti franchise bisnis penjual ayam goreng atau fried chicken, dimana perusahaan berbeda-beda tapi mereka bisa menggunakan merek terkenal yang menjual. “Nah, hal serupa juga kami tawarkan kepada pengelola taksi di Bali. Jadi teman-teman di perusahaan taksi lain nantinya bisa menggunakan brand logo kami secara legal,” katanya.
Tentunya, kata dr Panca, setelah menjalin kerjasama, perusahaan taksi tersebut standarnya harus menyesuaikan dengan Blue Bird. “Ya, mulai dari kendaraan yang minimal umurnya 5 tahun, pengemudinya yang harus terlatih hingga pelayanannya. Jadi semuanya standarnya seperti yang ada di Blue Bird,” tegasnya.
dr Panca menyebut, kerjasama operasional yang ditawarkan Blue Bird ini sudah dilakukannya di Jogjakarta dan Bandung. “Kalau di Jogja kita kerjasama dengan Koperasi Serba Usaha (KSU) Pataga sebagai pengelola Pataga Taksi. Kalau di Bandung dengan Rina Rini Taksi,” ucapnya.
Ketika ditanya keuntungan apa yang didapat perusahaan atau koperasi yang diajak kerjasama? dr Panca belum mau menjawab lebih detail, namun yang pasti kata dia, seperti di Jogja dan Bandung itu, perbankan akan lebih percaya terutama dalam pemberian kredit. “Ya, bisa kita bayangkan kalau bank sudah percaya berarti perusahaan itu adalah sehat,” imbuhnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Blue Bird Group, Ketut Mulya Arsana SH MHum menambahkan terkait maraknya kasus pemalsuan merek logo Blue Bird, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya mulai dari pencegahan seperti pemasangan pengumuman peringatan penyalahgunaan merek terdaftar di media massa, hingga upaya hukum lainnya bagi yang membandel seperti membawa pelaku ke pengadilan. “Bahkan kami juga mewarning kepada para usaha pembuat dan pemasangan stiker bahwa mereka ini juga kena tindak pidana jika memasang logo stiker Blue Bird tanpa izin,” ujarnya. *isu
Komentar