'Parade Lagu Daerah Bali Jangan Hanya Jadi Rutinitas'
Parade Lagu Daerah Bali Anak-anak dan Remaja menjadi salah satu upaya menumbuhkan rasa cinta generasi muda terhadap lagu-lagu Bali.
DENPASAR, NusaBali
Pada hakikatnya, lewat parade ini harapannya mampu memperkenalkan sekaligus mengakarkan lagu pop Bali. Namun, jangan sampai malah akhirnya menjadi rutinitas di PKB, sedangkan tindaklanjutnya tidak ada.
Ketut Sumerjana, salah satu Tim Pengamat Parade Lagu Daerah Bali Anak-anak dan Remaja mengaku bahwa sampai saat ini belum ada upaya lebih lanjut untuk mengeksiskan lagu pop Bali baik secara nasional maupun internasional. “Padahal visi misinya supaya tahu lagu pop Bali itu kayak gimana. Sayang sekali ini baru sebatas rutinitas,” tuturnya.
Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini juga mengungkapkan pada parade terdahulu dirinya dan tim sempat mengajukan untuk memperjelas bentuk karya selepas parade ini. Ketidakberhasilan dalam rencana produksi lagu-lagu yang dinyanyikan dalam parade ini lantaran alasan klise yakni soal pendanaan. Sangat disayangkan perhelatan akbar ini hanya sebatas rutinitas tanpa sebuah keberlanjutan. “Sempat kita ajukan untuk memperjelas bentuk karya dalam parade ini agar dialbumkan dan dapat mendarah daging di masyarakat. Tapi ya belum berhasil,” imbuhnya.
Pada hari pertama, Selasa (9/7) malam, di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali, ada empat kabupaten/kota yang tampil yakni Gianyar, Badung, Buleleng, dan Denpasar. Mereka membawakan lagu anak-anak daerah Bali yang mulai jarang diperdengarkan. Penampil pertama datang dari Sanggar Giri Anyar, Banjar Celuk, Desa Buruan, Blahbatuh, Gianyar dengan membawakan lagu Ratu Anom, Guak Maling, Made Cenik sebagai lagu gabungan, disusul dengan lagu bertajuk Melayangan, Tresna Sehidup Semati (Lagu Komersil), Kebo Iwa (Lagu Ciptaan Sendiri), dan Sasih Kawulu (Lagu Wajib).
Sebagai penampil kedua, Sanggar Eka Mahardika, Abiansemal sebagai Duta Kabupaten Badung membawakan lagu bertajuk Meme sebagai lagu anak-anak, Made Cenik, Pulsinoge, Ketut Garing sebagai lagu gabungan, dan dilanjutkan dengan lagu bertajuk Bungan Jepun, Baleganjur, Sasih Kaulu. Selepas ke selatan, penonton pun diajak menuju Bali Utara yakni Demores Rumah Musik Singaraja, Desa Pemaron, Buleleng. Dengan lagu yang dibawakan diantaranya Lila Cita, lagu gabungan Janger, Don Dap dappe, Dija Bulane, lalu berlanjut dengan lagu Spirit Truna Jaya, Sasih Kaulu, dan Lagu Luu.
Terakhir, Denpasar yang diwakili oleh Sanggar Musik Catur Muka Swara membawakan lagu Jempiring Putih, Ratu Anom, Made Cenik, Kaki Jenggot Uban (Lagu Gabungan), Pindekan Pakubon, Sasih Kaulu, dan Toh Langkir. Kordinator Lagu Pop Daerah Duta Kota Denpasar, Komang Astita mengatakan, pada sajian tahun ini mereka memadukan olah vokal dengan instrumen musik modern dan tradisional sehingga mampu memberikan dinamika tersendiri yang menjadi sebuah identitas dari lagu pop daerah.
“Anggotanya semua anak muda, yang pria maupun wanita sudah memberikan penampilan maksimal dan sangat menjiwai dalam pembawaan lagu, besar harapan kami ini menjadi momentum regenerasi seniman musik di Kota Denpasar,” ujarnya.*ind
Ketut Sumerjana, salah satu Tim Pengamat Parade Lagu Daerah Bali Anak-anak dan Remaja mengaku bahwa sampai saat ini belum ada upaya lebih lanjut untuk mengeksiskan lagu pop Bali baik secara nasional maupun internasional. “Padahal visi misinya supaya tahu lagu pop Bali itu kayak gimana. Sayang sekali ini baru sebatas rutinitas,” tuturnya.
Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini juga mengungkapkan pada parade terdahulu dirinya dan tim sempat mengajukan untuk memperjelas bentuk karya selepas parade ini. Ketidakberhasilan dalam rencana produksi lagu-lagu yang dinyanyikan dalam parade ini lantaran alasan klise yakni soal pendanaan. Sangat disayangkan perhelatan akbar ini hanya sebatas rutinitas tanpa sebuah keberlanjutan. “Sempat kita ajukan untuk memperjelas bentuk karya dalam parade ini agar dialbumkan dan dapat mendarah daging di masyarakat. Tapi ya belum berhasil,” imbuhnya.
Pada hari pertama, Selasa (9/7) malam, di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Provinsi Bali, ada empat kabupaten/kota yang tampil yakni Gianyar, Badung, Buleleng, dan Denpasar. Mereka membawakan lagu anak-anak daerah Bali yang mulai jarang diperdengarkan. Penampil pertama datang dari Sanggar Giri Anyar, Banjar Celuk, Desa Buruan, Blahbatuh, Gianyar dengan membawakan lagu Ratu Anom, Guak Maling, Made Cenik sebagai lagu gabungan, disusul dengan lagu bertajuk Melayangan, Tresna Sehidup Semati (Lagu Komersil), Kebo Iwa (Lagu Ciptaan Sendiri), dan Sasih Kawulu (Lagu Wajib).
Sebagai penampil kedua, Sanggar Eka Mahardika, Abiansemal sebagai Duta Kabupaten Badung membawakan lagu bertajuk Meme sebagai lagu anak-anak, Made Cenik, Pulsinoge, Ketut Garing sebagai lagu gabungan, dan dilanjutkan dengan lagu bertajuk Bungan Jepun, Baleganjur, Sasih Kaulu. Selepas ke selatan, penonton pun diajak menuju Bali Utara yakni Demores Rumah Musik Singaraja, Desa Pemaron, Buleleng. Dengan lagu yang dibawakan diantaranya Lila Cita, lagu gabungan Janger, Don Dap dappe, Dija Bulane, lalu berlanjut dengan lagu Spirit Truna Jaya, Sasih Kaulu, dan Lagu Luu.
Terakhir, Denpasar yang diwakili oleh Sanggar Musik Catur Muka Swara membawakan lagu Jempiring Putih, Ratu Anom, Made Cenik, Kaki Jenggot Uban (Lagu Gabungan), Pindekan Pakubon, Sasih Kaulu, dan Toh Langkir. Kordinator Lagu Pop Daerah Duta Kota Denpasar, Komang Astita mengatakan, pada sajian tahun ini mereka memadukan olah vokal dengan instrumen musik modern dan tradisional sehingga mampu memberikan dinamika tersendiri yang menjadi sebuah identitas dari lagu pop daerah.
“Anggotanya semua anak muda, yang pria maupun wanita sudah memberikan penampilan maksimal dan sangat menjiwai dalam pembawaan lagu, besar harapan kami ini menjadi momentum regenerasi seniman musik di Kota Denpasar,” ujarnya.*ind
Komentar