Gubernur Kepri Disuap untuk Reklamasi Bangun Resort Seluas 10 Hektare
Sehari pasca ditangkap KPK melaui operasi tangkap tangan, Rabu (10/7) malam, Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap.
JAKARTA, NusBali
Gubernur yang juga Ketua DPW NasDem Kepri ini diduga terima suap untuk reklamasi pembangunan resort seluas 10 hektare. Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan, menyatakan Gubernur Nurdin Basirun diduga menerima suap terkait dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri perode 2018/2019. izin reklamasi itu diberikan kepada pengusaha bernama Abu Bakar. Padahal, lokasi reklamasi tersebut diketahui sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.
Menurut Basaria Pandjaitan, mulanya Pemprov Kepri mengajukan pengesahan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepri untuk dibahas di sidang paripurna DPRD Kepri. Keberadaan Perda ini akan menjadi acuan dan dasar hukum untuk pemanfaatan pengelolaan wilayah kelautan Kepri.
"Pada Mei 2019, ABK (Abu Bakar) mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam buat pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare. Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung," papar Basaria dalam konferensi pers di Kantor KPK, Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Kamis (11/7).
Gubernur Nurdin Basirun kemudian memerintahkan anak buahnya yaitu Kadis Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri, Edy Sofyan, untuk membantu pengusaha Abu Bakar. Dalam prosesnya, ada Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri, Budi Hartono, memberitahu Abu Bakar untuk mengakali persoalan lokasi reklamasi.
"Untuk mengakali hal tersebut, BUH (Budi Hartono) memberitahu ABK (Abu Bakar) supaya izinnya disetujui, maka harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya," beber Basaria.
Atas hal itu, Gubernur Nurdin Basirun diduga menerima sejumlah pemberian dari pengusaha Abu Bakar melalui Edy Sofyan. Setidaknya, ada 2 kali penerimaan yang dicatat KPK, masing-masing 5.000 dolar Singapura plus Rp 45 juta pada 30 Mei 2019 dan 6.000 doloar Singapura pada 10 Juli 2019---saat Gubernur ditangkap di kediamannya kawasan Pangkalpinang, Kepri. Selain itu, Gubernur Nurdin Basirun juga diduga menerima gratifikasi. Hal itu diketahui KPK dari temuan sejumlah uang di rumahnya dalam beberapa mata uang, yang totalnya mencapai sekitar Rp 600 juta.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 4 orang sebagai tersangka. Tiga (3) orang di antaranya tersangka penerima suap, yakni Gubernur Nrdin Basirun, Kepala DKP Kepri Edy Sofyan, dan Kabid Perikanan Tangkap DPK Kepri Budi Hartono. Sedangkan satu lagi sebagai tersangka pemberi suap, yakni penguasaha Abu Bakar.
Gubernur Nurdin Basirun disangkakan menerima suap dan gratifikasi dengan jerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan tersangka Edy Sofyan dan Budi Hartono dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebaliknya, tersangka Abu Bakar dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Gubernur Nurdin Basirun sendiri ditangkap KPK melalui OTT di kediamannya kawasan Tanjungpinang, Rabu malam sekitar pukul 19.00 WIB. Sebelum ditangkap, politisi NasDem ini sempat dikejar KPK ke Batam, karena sang Gubernur diketahui berada di salah satu hotel di pulau tersebut. Namun, saat Tim KPK yang didampingi petugas Polkda Kepri tiba di Pelabuhan Punggur, Batam, Rabu sore pukul 17.20 WIB, sang Gubernur sudah keburu pergi. Maka, pengejaran dilanjut ke kediamannya di Tanjungpinang, Rabu malam pukul 19.00 WIB.
Gubernur Nurdin Basirun menjadi kepala daerah ketiga yang ditangkap KPK melalui OTT di tahun 2019 ini. Sebelumnya, ada dua kepala daerah yang telah ditangkap KPK. Pertama, Bupati Mesuji (Lampung), Khamami, yang ditangkap KPK pada 24 Januari 2019, terkait dugaan fee proyek Dinas PUPR Kabupaten Mesuji sebesar Rp 1,28 miliar.
Kedua, Bupati Talaud (Sulawesi Utara), Sri Wahyumi Maria Manalip, yang dita-ngkap KPK pada 30 April 2019. Bupati Sri Wahyuni ditangkap di kantornya, terkait dugaan suap revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo senilai Rp 5 miliar
Pasca ditangkap KPK, Gubernur Nurdin Basirun langsung dinonaktifkan partainya dari jabatan Ketua DPW NasDem Kepri, Kamis kemarin. Pembebastugasan itu dilakukan melalui surat keputusan yang ditandatangani Ketua Umum DPP NasDem Surya Paloh dan Sekjen DPP NasDem, Johnny G Plate.
"Ya betul, Gubernur Kepulauan Riau Pak Nurdin Basirun itu adalah Ketua DPW NasDem, yang hari ini (kemarin) sudah dibebastugaskan melalui surat keputusan DPP. Tadi ketua umum dan saya sudah menandatangani pembebastugasan Ketua DPW NasDem Kepri dan menggantinya dengan Pelaksana Tugas (Plt)," ungkap Sekjen DPP NasDem, Johnny G Plate, dilansir detikcom terpisah di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis kemarin.
Menurut Johnny, yang ditunjuk menjadi Plt Ketua DPW NasDem Kepri adalah Willy Aditya, yang selama ini menjabat Wakil Ketua Bidang DPW NasDem Kepri. Menurut Johnny, pihaknya telah mengirim tim investigasi langsung ke Tanjungpinang untuk mencari informasi terkait OTT Gubernur Nurdin Basirun.
"Kami telah mengirim tim untuk melakukan pengumpulan informasi ya dan semacam investigasi buat memastikan apa sebenarnya yang terjadi di sana. Karena beritanya cukup simpang siur, ada yang menjadi tidak jelas bagi kami. Sebelum mengambil keputusan dengan tepat, kami harus mengumpulkan informasi yang cukup komplet dulu ya agar tidak salah. Oleh karena ini terkait dengan pemberantasan korupsi," katanya. *
Menurut Basaria Pandjaitan, mulanya Pemprov Kepri mengajukan pengesahan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepri untuk dibahas di sidang paripurna DPRD Kepri. Keberadaan Perda ini akan menjadi acuan dan dasar hukum untuk pemanfaatan pengelolaan wilayah kelautan Kepri.
"Pada Mei 2019, ABK (Abu Bakar) mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam buat pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare. Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung," papar Basaria dalam konferensi pers di Kantor KPK, Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Kamis (11/7).
Gubernur Nurdin Basirun kemudian memerintahkan anak buahnya yaitu Kadis Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri, Edy Sofyan, untuk membantu pengusaha Abu Bakar. Dalam prosesnya, ada Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri, Budi Hartono, memberitahu Abu Bakar untuk mengakali persoalan lokasi reklamasi.
"Untuk mengakali hal tersebut, BUH (Budi Hartono) memberitahu ABK (Abu Bakar) supaya izinnya disetujui, maka harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya," beber Basaria.
Atas hal itu, Gubernur Nurdin Basirun diduga menerima sejumlah pemberian dari pengusaha Abu Bakar melalui Edy Sofyan. Setidaknya, ada 2 kali penerimaan yang dicatat KPK, masing-masing 5.000 dolar Singapura plus Rp 45 juta pada 30 Mei 2019 dan 6.000 doloar Singapura pada 10 Juli 2019---saat Gubernur ditangkap di kediamannya kawasan Pangkalpinang, Kepri. Selain itu, Gubernur Nurdin Basirun juga diduga menerima gratifikasi. Hal itu diketahui KPK dari temuan sejumlah uang di rumahnya dalam beberapa mata uang, yang totalnya mencapai sekitar Rp 600 juta.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 4 orang sebagai tersangka. Tiga (3) orang di antaranya tersangka penerima suap, yakni Gubernur Nrdin Basirun, Kepala DKP Kepri Edy Sofyan, dan Kabid Perikanan Tangkap DPK Kepri Budi Hartono. Sedangkan satu lagi sebagai tersangka pemberi suap, yakni penguasaha Abu Bakar.
Gubernur Nurdin Basirun disangkakan menerima suap dan gratifikasi dengan jerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan tersangka Edy Sofyan dan Budi Hartono dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebaliknya, tersangka Abu Bakar dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Gubernur Nurdin Basirun sendiri ditangkap KPK melalui OTT di kediamannya kawasan Tanjungpinang, Rabu malam sekitar pukul 19.00 WIB. Sebelum ditangkap, politisi NasDem ini sempat dikejar KPK ke Batam, karena sang Gubernur diketahui berada di salah satu hotel di pulau tersebut. Namun, saat Tim KPK yang didampingi petugas Polkda Kepri tiba di Pelabuhan Punggur, Batam, Rabu sore pukul 17.20 WIB, sang Gubernur sudah keburu pergi. Maka, pengejaran dilanjut ke kediamannya di Tanjungpinang, Rabu malam pukul 19.00 WIB.
Gubernur Nurdin Basirun menjadi kepala daerah ketiga yang ditangkap KPK melalui OTT di tahun 2019 ini. Sebelumnya, ada dua kepala daerah yang telah ditangkap KPK. Pertama, Bupati Mesuji (Lampung), Khamami, yang ditangkap KPK pada 24 Januari 2019, terkait dugaan fee proyek Dinas PUPR Kabupaten Mesuji sebesar Rp 1,28 miliar.
Kedua, Bupati Talaud (Sulawesi Utara), Sri Wahyumi Maria Manalip, yang dita-ngkap KPK pada 30 April 2019. Bupati Sri Wahyuni ditangkap di kantornya, terkait dugaan suap revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo senilai Rp 5 miliar
Pasca ditangkap KPK, Gubernur Nurdin Basirun langsung dinonaktifkan partainya dari jabatan Ketua DPW NasDem Kepri, Kamis kemarin. Pembebastugasan itu dilakukan melalui surat keputusan yang ditandatangani Ketua Umum DPP NasDem Surya Paloh dan Sekjen DPP NasDem, Johnny G Plate.
"Ya betul, Gubernur Kepulauan Riau Pak Nurdin Basirun itu adalah Ketua DPW NasDem, yang hari ini (kemarin) sudah dibebastugaskan melalui surat keputusan DPP. Tadi ketua umum dan saya sudah menandatangani pembebastugasan Ketua DPW NasDem Kepri dan menggantinya dengan Pelaksana Tugas (Plt)," ungkap Sekjen DPP NasDem, Johnny G Plate, dilansir detikcom terpisah di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis kemarin.
Menurut Johnny, yang ditunjuk menjadi Plt Ketua DPW NasDem Kepri adalah Willy Aditya, yang selama ini menjabat Wakil Ketua Bidang DPW NasDem Kepri. Menurut Johnny, pihaknya telah mengirim tim investigasi langsung ke Tanjungpinang untuk mencari informasi terkait OTT Gubernur Nurdin Basirun.
"Kami telah mengirim tim untuk melakukan pengumpulan informasi ya dan semacam investigasi buat memastikan apa sebenarnya yang terjadi di sana. Karena beritanya cukup simpang siur, ada yang menjadi tidak jelas bagi kami. Sebelum mengambil keputusan dengan tepat, kami harus mengumpulkan informasi yang cukup komplet dulu ya agar tidak salah. Oleh karena ini terkait dengan pemberantasan korupsi," katanya. *
1
Komentar