Ada Palinggih Bhujangga, Upacara Pantang Dipuput Sulinggih
Selain Palinggih Bhujangga, di Pura Gunung Merta juga terdapat Palinggih Arca yang dipercaya penuh berkah untuk mencari jodoh, pekerjaan, hingga punya keturunan
Sisi Unik Laku Ritual di Pura Gunung Merta, Desa Adat Madangan Kaja, Kecamatan Gianyar
GIANYAR, NusaBali
Lazimnnya setiap upacara besar di pura dipuput oleh sulinggih. Namun, di kawasan Gianyar ada sebuah pura yang justru pantang dipuput sulinggih, yakni Pura Gunung Merta. Upacara di pura yang berlokasi di Desa Adat Madangan Kaja, Desa Petak, Kecamatan Gianyar ini harus dipuput oleh pamangku.
Pantangan dipuput oleh sulinggih tersebut karena di Utama Mandala Pura Gunung Merta terdapat Palinggih Bhujangga. Bendesa Adat Madangan Kaja, I Nyoman Tempil, mengatakan jika pantangan ini sampai dilanggar, bisa muncul kejadian aneh. Konon, setiapkali ada sulinggih yang muput prosesi upacara di Pura Gunung Merta, upacaranya tidak berhasil.
Bahkan, kata Nyoman Tempil, sulinggih yang muput upacara bisa jatuh sakit hingga lebar (meninggal). “Sekitar 30 tahun silam, sempat ada sulinggih yang muput upacara di Pura Gunung Merta. Usai memimpin upacara, beliau tiba-tiba linglung, tidak tahu arah. Kemudian, beliau jatuh sakit hingga hingga akhirnya lebar. Krama di sini meyakini peristiwa itu disebabkan karena sulinggih muput upacara di pura ini,” kenang Nyoman Tompel saat ditemui NusaBali di Pura Gunung Merta, beberapa waktu lalu.
Sejak peristiwa itu, kata Nyoman Tempil, krama tak pernah lagi mendak suli-nggih untuk muput upacara di Pura Gunung Merta. Yang muput upacara selalu pamangku. Kalau toh ada sulinggih yang tangkil ke Pura Gunung Merta, itu hanya sebatas untuk sembahyang dari partiwi di dekat Palinggih Bujangga.
Menurut Nyoman Tempil, Palinggih Bhujangga di Pura Gunung Merta sudah ada sejak berdirinya pura tersebut. Namun, Palingguh Bhujangga baru direnovasi sekitar 11 tahun lalu, sebagai punia dari seorang pamedek yang sembuh setelah malukat di areal Pura Gunung Merta.
Selain Palinggih Bhujangga, di Pura Gunung Merta juga terdapat Palinggih Arca. Bedanya, Palinggih Arca berada di Madya Mandala Pura Gunung Merta. Krama setempat meyakini Ida Batara Sesuhunan yang berstana di Palinggih Arca ini ini bisa mengabulkan permohonan pamadek untuk mendapatkan jodoh atah mencari pekerjaan.
“Di Palinggih Arca ini biasanya pamedek mohon mohon agar cepat ketemu jodoh, bisa punya anak, hingga mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Sudah banyak terbukti permohonan krama Desa Adat Madangan Kaja dan desa tetangga terkabulkan setelah tangkil ke Palinggih Arca ini,” papar Nyoman Tempil yang hari itu didampingi Pamangku Pura Gunung Merta, Jro Mangku Wayan Arman.
Menurut Nyoman Tempil, terkabulkannya permohonan tersebut dibuktikan dengan banyaknya krama yang naur sesangi (bayar kaul) saat piodalan di Pura Gunung Merta. Saat itu, krama yang doaanya terkabulkan biasanya naur sesangi dengan menghaturkan babi guling dan sarana lainnya.
“Beberapa waktu lalu, ada seorang krama yang naur sesangi mengaku sudah mendapatkan jodoh. Yang bersangkutan naur sesangi setelah menikahi gadis pujaan hatinya,” terang Nyoman Tempil. “Ada pula krama yang naur sesangi setelah lulus menjadi polisi,” imbuhnya.
Bukan hanya Palinggih Arca yang menjadi lokasi favorit pamedek di Pura Gunung Merta. Di areal pura ini juga terdapat pasiraman berisi 12 pancoran suci sebagai tempat malukat. Pasiraman ini dipercaya bisa menyembuhkan penyakit gangguan jiwa.
Menurut Pamangku Pura Gunung Merta, Jro Mangku Wayan Arman, pernah ada krama setempat yang menderita gagguan jiwa, lalu diajak malukat ke pasiraman di areal Pura Gunung Merta. “Setelah tiga kali diajak malukat, krama penderita gangguan jiwa itu sembuh total. Sampai sekarang orangnya masih sehat,” ungkap Jro Mangku Arman.
Pasiraman untuk malukat ini berada di bawah tebing sisi timur Pura Gunung Merta pada kedalaman sekitar 85 meter. Untuk sampai di sana, krama harus menuruni jalan setapak yang terdiri sekitar 135 anak tangga. Di pasiraman ini terdapat 12 pancoran suci untuk malukat.
Krama yang hendak malukat ke pasiraman 12 pancoran ini cukup hanya membawa sarana berupa canang ataupun pejati. “Yang terpenting, datang dengan hati bersih, tulis, dan yakin, niscaya kesembuhan yang didambakan bisa didapatkan setelah malukat,” papar Jro Mangku Arman.
Pura Gunung Merta sendiri diemoon oleh 59 krama pengarup dengan total 232 kepala keluarga (KK) dari Desa Adat Mandangan Kaja. Karya piodalan Pura Gunung Merta dilaksanakan 6 bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali) pada Anggara Kliwon Julungwangi atau 15 hari sebelum Galungan. “Saat piodalan di Pura Gunung Merta, Ida Batara biasanya nyejer selama tujuh hari,” jelas Jro Mangku Arman. *nvi
Komentar