Menristekdikti Jamin SBMPTN 2019 Tanpa Kecurangan
"(Sistem ini diputuskan) setelah kami kirim tim ke Amerika Serikat dan Swedia untuk mempelajari sistem penerimaan mahasiswa baru di sana,"
JAKARTA, NusaBali
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menilai, sistem tes Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2019 merupakan yang terbaik. Menurutnya, baru tahun ini dalam seleksi masuk mahasiswa tak ada kecurangan.
"Sepanjang sejarah yang ada di Indonesia dalam sistem penerimaan mahasiswa baru, yang enggak pernah terjadi kecurangan dan masalah yah baru kali ini," ujar Nasir dalam konferensi pers di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta, Selasa (9/7).
Menurutnya, sistem SBMPTN 2019 yang mengharuskan peserta lebih dahulu melewati tahap tes UTBK, kemudian hasil nilai digunakan untuk mendaftar ke PTN yang dituju, menjadi sistem yang paling baik. Sebab, mengurangi potensi kecurangan, serta menolong peserta untuk bisa mempertimbangkan nilainya ketika memilih PTN dengan peluang tertinggi untuk diterima. "(Sistem ini diputuskan) setelah kami kirim tim ke Amerika Serikat dan Swedia untuk mempelajari sistem penerimaan mahasiswa baru di sana," ungkapnya.
Nasir menambahkan, keuntungan lain dari sistem di 2019 ini yakni tak lagi membuat kemacetan parah dilingkungan tempat tes berlangsung. Sebab dengan adanya 25 sesi ujian selama periode 13 April-26 Mei 2019, membuat pergerakan massa terbagi.
"Kalau tahun-tahun sebelumnya setiap tes SBMPTN berlangsung, hampir semua lingkungan PTN yang jadi tempat tes itu macet karena ada pergerakkan massa yang besar di hari yang sama. Ini membuat kesulitan dalam hal lalu lintas, juga keamanan. Makanya sekarang dengan semuanya berbasis teknologi menjadi lebih mudah," jelas dia.
Sementara itu, Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) Ravik Karsidi menambahkan, dalam sistem SBMPTN tahun ini, pihaknya menyiapkan soal yang berbeda pada setiap sesi ujian. Ini menjadi strategi untuk menggalkan peserta yang berbuat curang.
Dia mengakui, memang dalam proses ujian itu ada saja peserta yang tertangkap melakukan perbuatan curang, seperti hendak membagikan soal yang didapat pada temannya yang akan melakukan ujian. Sayangnya, hal itu tak mungkin sebab setiap soal yang didapatkan peserta berbeda.
"Jadi kami punya berset-set soal dan tiap kali ujian itu tidak sama, bahkan dalam hari yang sama. Setara, tapi tidak sama. Kami jamin baru kali ini betul-betul terjaga rapi," ujar Ravik. *
"Sepanjang sejarah yang ada di Indonesia dalam sistem penerimaan mahasiswa baru, yang enggak pernah terjadi kecurangan dan masalah yah baru kali ini," ujar Nasir dalam konferensi pers di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta, Selasa (9/7).
Menurutnya, sistem SBMPTN 2019 yang mengharuskan peserta lebih dahulu melewati tahap tes UTBK, kemudian hasil nilai digunakan untuk mendaftar ke PTN yang dituju, menjadi sistem yang paling baik. Sebab, mengurangi potensi kecurangan, serta menolong peserta untuk bisa mempertimbangkan nilainya ketika memilih PTN dengan peluang tertinggi untuk diterima. "(Sistem ini diputuskan) setelah kami kirim tim ke Amerika Serikat dan Swedia untuk mempelajari sistem penerimaan mahasiswa baru di sana," ungkapnya.
Nasir menambahkan, keuntungan lain dari sistem di 2019 ini yakni tak lagi membuat kemacetan parah dilingkungan tempat tes berlangsung. Sebab dengan adanya 25 sesi ujian selama periode 13 April-26 Mei 2019, membuat pergerakan massa terbagi.
"Kalau tahun-tahun sebelumnya setiap tes SBMPTN berlangsung, hampir semua lingkungan PTN yang jadi tempat tes itu macet karena ada pergerakkan massa yang besar di hari yang sama. Ini membuat kesulitan dalam hal lalu lintas, juga keamanan. Makanya sekarang dengan semuanya berbasis teknologi menjadi lebih mudah," jelas dia.
Sementara itu, Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) Ravik Karsidi menambahkan, dalam sistem SBMPTN tahun ini, pihaknya menyiapkan soal yang berbeda pada setiap sesi ujian. Ini menjadi strategi untuk menggalkan peserta yang berbuat curang.
Dia mengakui, memang dalam proses ujian itu ada saja peserta yang tertangkap melakukan perbuatan curang, seperti hendak membagikan soal yang didapat pada temannya yang akan melakukan ujian. Sayangnya, hal itu tak mungkin sebab setiap soal yang didapatkan peserta berbeda.
"Jadi kami punya berset-set soal dan tiap kali ujian itu tidak sama, bahkan dalam hari yang sama. Setara, tapi tidak sama. Kami jamin baru kali ini betul-betul terjaga rapi," ujar Ravik. *
Komentar